Part 36

22.7K 3K 200
                                    

Boleh cinta. Tapi tak harus memiliki
.
.
.
.
.


Sinar matahari mulai menyeruak masuk kedalam kamar. Membuat penghuninya menggeliat. Matanya berwarna coklat kemerahan itu terbuka secara perlahan, melihat siapa gerangan yang membuka gorden kamarnya.

"Udah bangun Sat?" sapa Andin.

"Belum Ma, masih dalam mimpi."

Perempuan paruh baya itu terkekeh pelan mendengar penuturan anak sulungnya, "Cepetan mandi sana, ada Kalila dibawah,"

Satria langsung terduduk dari tidurnya. Matanya berkedip dengan cepat, mencerna ucapan Mamanya yang sedikit aneh?

Satria mengerutkan dahinya, "Siapa Ma?"

"Kalila sayang," ulang Andin sambil mengelus rambut Satria pelan kemudian berlalu pergi.

Cowok itu membulatkan matanya dengan sempurna. Apakah ia salah dengar? Kenapa cewek aneh itu berada dirumahnya?

Kalila? Ngapain tuh bocah dirumah gue? Mendingan dia ngilang aja kagak usah balik, batinnya kesal.

Satria mengepalkan tangannya kuat,wajahnya berubah menjadi merah, rahangnya mengeras menahan amarah. Entah kenapa ia selalu merasa hidupnya terganggu setiap ada cewek itu. Jujur saja, ia sangat benci dengannya. Apa dia tidak capek ditolak? Kenapa tidak pernah berhenti mengejar Satria? Padahal dia sudah tau jika dirinya suka pada Vinda.

Lama ia hanya berdiam diri diatas kasur tanpa berminat untuk segera bersiap. Satria memejamkan matanya, menghirup oksigen untuk menetralkan amarahnya.

"Satria, cepetan!" teriak Andin menggelegar diseluruh penjuru ruangan.

Cowok itu berdecak pelan dan bergegas membersihkan diri.

"Emang Babang Satria suka gitu ya Ma?" tanya Kalila sembari membantu Andin membawa makanan ke meja makan.

"Iya sayang, dia itu suka gitu. Tapi kadang manja,"

Cewek itu melengkungkan mulutnya membentuk senyuman. Hatinya berdesir mendengar kata sayang dari Andin. Rasanya ia seperti sudah diterima untuk jadi menantu dirumah ini. Kalila berharap apa yang ia impikan bisa jadi kenyataan, jadi istri Satria.

Calon pacarku bener-bener menggemaskan, gak nyesel gue berteman sama Riska. Mungkin, jika bukan karna dia, gue gak bakal bisa deketin Satria, batinnya.

Bodo amatlah meskipun dia sukanya sama Vinda.

Setelah selesai menyiapkan sarapan, Kalila duduk didepan Andin. Disampingnya juga ada pria paruh baya yang sedang membaca koran, Papa Satria.

Mereka berdua berbincang bincang dan kadang tertawa lepas ketika Andin membahas masa kecil anak sulungnya. Wandra pun ikut terlarut dalam cerita itu. Dia menaruh korannya dan bergabung untuk menghibahi anak sulungnya.

Selang beberapa menit Satria turun dengan seragam sekolahnya. Rambut klimis, baju dimasukkan, tas yang bersandar dibelakang bahunya. Benar benar rapi, beda sekali saat penampilannya disekolah yang selalu acak acakan. Kalila terkesima melihat calon pacarnya yang terlihat sangat tampan.

Cowok itu mendekati meja makan, tak lupa memberikan tatapan sinis pada Kalila. Dia meminum susu buatan Mamanya tanpa duduk, mengambil sandwich kemudian berpamitan pada kedua orang tuanya.

"Satria berangkat Ma, Pa." ujarnya sambil menjabat tangan mereka.

Andin terlihat bingung dengan sikap anak sulungnya itu, tumben sekali ia buru buru, "Loh kok langsung berangkat? Sarapan--"

DIA ACHA (PUBLISH ULANG)Where stories live. Discover now