6. MENCOBA PERGI

139K 13.8K 2.9K
                                    

Selamat malam minggu jomblo-jomblo yang hobi rebahan, semoga kalian terhibur baca wattpad aku💕

Jangan lupa vote sebelum baca dan komentar yang banyak biar aku makin semangat.

Kalau ada typo kasih tahu dan, happy reading...

"Aku anter kamu pulang, kita ke tempat par—" tubuh Sia kembali bergetar, wajahnya langsung pucat pasi saat melihat darah merah menetes dari kepala cowok itu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Aku anter kamu pulang, kita ke tempat par—" tubuh Sia kembali bergetar, wajahnya langsung pucat pasi saat melihat darah merah menetes dari kepala cowok itu.

Bara dengan napas tersenggal dapat menyadari kalau ada yang salah dengan Sia, dia pun membuka matanya lalu mendapatkan Sia tengah menatapnya dengan tatapan kosong.

Saat Bara ingin menolong Sia dia menarik tangannya kembali, ada apa dengannya? Kenapa dia malah ingin membantu anak Parahyangan? Yang jelas-jelas sudah membuat Fabian terluka.

"Gue bisa pulang sendiri, Sia. Nggak usah sok baik nolongin gue!" Bara menarik napasnya, "Dan... lo ngapain masih masuk ke wilayah Singgasana?" tanya Bara dengan nada sinis.

Sia tidak menjawab, dia sangat tertekan dengan trauma yang terus menghantui pikirannya. Kenapa? Kenapa setiap melihat darah Sia selalu lemas, lebih parahnya, terkadang Sia memiliki panik berlebih jika melihat darah keluar.

Kepalanya sangat pening, Sia tidak bisa mendengar apapun, semuanya terasa kabur. Hari ini—terlalu banyak darah, terlalu banyak rasa sakit yang membuat perasaannya membuncah kembali.

"PAPAAAA!!" teriak Sia saat masih berusia tujuh tahun, dia berlari menghampiri ayahnya yang sudah terkapar penuh dengan darah yang bercururan. Sia menangis kencang lalu memeluk Ayahnya erat.

"Papa! Sia di sini, Papa harus bangun!" ucapnya, Sia tidak dapat bergerak saat Ayahnya tidak merespon ucapannya, sementara darah dari kepalanya terus mengalir.

Tiba-tiba Ana datang dan menghampiri Alister, dia menggenggam tangannya erat lalu menciumnya dengan air mata yang semakin deras, "Alister, tahan sebentar lagi. Ambulance bakal datang, kamu harus kuat!"

Ana mengusap-usap pelipis Alister yang masih tak sadarkan diri, "Sayang... kamu denger aku kan? Jangan tinggalin kami di sini!"

Mendengar ucapan Ana pun Sia langsung berteriak histeris, "PAPA BANGUN PAAAA!"

"JANGAN TINGGALIN SIA!"

Tidak.

Terlalu banyak darah yang keluar, dan tak sengaja darah itu pun menempel di telapak tangannya. Sia melotot kaget, jantungnya seolah berhenti berdetak, aliran listrik ribuan volt kini seolah menyambar dirinya yang tengah dirundug rasa sakit.

Tidak.

Darah itu—darah yang membuat orang yang dia sayangi hampir pergi, dan darah itu—yang membuat Bara juga pergi meninggalkannya. Sia ingin menangis lagi tapi tidak bisa, tubuhnya seolah membeku dan di rantai sampai tidak bergerak.

TELUK ALASKA 2 Where stories live. Discover now