Chapter 1 : [First]

381 89 6
                                    

Ketika semuanya tak lagi mendukungmu dalam hal apapun, apa yang akan kau lakukan?

***

Angin menari-nari diatas kulitku yang kusam dimakan waktu dengan bangganya, diselingi siulan burung yang bunyinya tak ubah dari waktu ke waktu, tetap sama hanya saja lebih menusuk hati. Tanah ini dulunya apik dengan warna hijau yang tercipta dari kaum Poaceae, mungkin orang sekarang lebih mengenalnya dengan nama rumput, ya rumput hijau yang menyegarkan makula bagian retina matamu. Menemani fajar yang menghangatkan hingga senja yang meluluhkan hati adalah rutinitas ku. Terpaku pada satu arah sering aku lakukan akhir-akhir ini, kenapa? Hmm karena aku tak ingin menambah keperihan ini dengan menatap kearah lain yang penuh kehangatan. Aku iri, iri dengan sepasang kekasih itu, kesetiannya begitu besar bagaikan benda mati yang tak kan pindah sendiri tanpa makhluk hidup. Ya begitulah betapa setianya sepasang burung merpati yang bulunya berwarna putih bersih seperti beras.

Siapa yang menyangka hidupku akan begini, terdiam tanpa suara dengan ranah pandangan yang sia-sia. Hembusan napasku tiada arti bagi siapapun bahkan bagi diriku sendiri, bukannya aku lemah hanya saja aku tidak punya kekuatan lagi untuk itu.

Ketika matahari 180° diatas sana, aku merasakan kehangatan harfiah, ya sinar terik darinya tak jarang membuatku begitu. Tapi dikala ia berubah ke sudut 210° aku bisa dengan leluasa melupakan kesakitan batinku sejenak dan beralih fokus dengan suhu 40°C yang memanggang kulit.

Gelap! Ya hanya gelap gulita yang kulihat saat bulan bersembunyi karena memang kodratnya sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang terkadang harus menghilang sebentar. Angin laut menelisik pohon, rumput dan aku yang secara tidak langsung sudah menjadi sahabat karib. Sensasinya seringkali menusuk tulang ku yang rapuh dimakan waktu. Aku paling benci dengan suasana macam ini, karena kegelapan akan membuatku mengingatnya lagi.

Sejak 3500 tahun yang lalu aku terjebak di kehidupan yang menyakitkan. Aku telah kehilangan 99% semangat hidupku dan hanya menyisahkan 1% kekuatan untuk bernapas. Masa pun tidak bersahabat saat ini, tanah kering tanpa hujan membuatnya semakin lengkap.

"Ketika saat itu tiba, mungkin aku sudah mati," ucapku lirih saat desiran angin itu meraba kulit ditubuh ku tanpa ampun.

"Aku akan terus mengingat dengan jelas tentang itu," tambahku lagi dengan suasana yang sama bahkan semakin parah.

~

Flashback On

"Aku mencintaimu tuan Puteri ku!" Teriak seorang pemuda yang berdiri dibalik pohon arah Utara padaku.

Aku hanya tersenyum sembari melambaikan tangan padanya berharap ia berlari dan memelukku dengan sekuncup kasih sayang dan cinta. Ah benar saja, pemuda itu menghampiriku dan aku tersenyum untuk kedua kalinya lalu berdiri untuk menyambutnya.

"Berjanjilah untuk tetap berada di sisiku selamanya." Pintaku pada pemuda dengan kulit kayu yang menjadi pakaiannya sekarang ini.

"Aku akan melakukan itu walaupun kau tidak mengatakannya tuan Puteri." Kata pemuda itu seraya memberikan senyum terbaiknya dalam satu dekade ini.

Flashback Off

~

Dulu namaku Suzyana Park. Seorang Puteri raja yang memiliki kekuasaan tertinggi saat itu. Bahagia dengan itu? Sepertinya tidak dan sekarang aku tak akan mengingat nama dan kedudukan itu lagi untuk selamanya. Sekarang aku ingin dikenal sebagai Nana, karena menurutku panggilan itu mengisyaratkan tentang orang yang selalu bahagia dan selalu disayangi setiap orang. Tapi nyatanya tidak, walaupun aku telah mengganti namaku, aku tetap sendiri disini tidak bahagia dan tidak disayangi oleh siapapun.

~Dia, satu kata yang membuatku gila~

𝑺𝒉𝒂𝒅𝒐𝒘 𝒊𝒏 𝑫𝒂𝒓𝒌𝒏𝒆𝒔𝒔 || 𝑬𝒏𝒅✓ (SUDAH TERBIT)Where stories live. Discover now