🌻besok temenin gue briefing

208 11 0
                                    

Gue menunduk sebentar, "kalau nggak salah, ada sekitar enam orang relawan yang nggak bisa Bahasa Sunda banget, dan gue udah pisahin mereka semua. Kalaupun orang tua asuhnya nggak bisa Bahasa Indonesia, buat apa ada temen satu rumahnya? Dua temen lainnya bisa Bahasa Sunda dan bisa bantuin dia buat komunikasi, kan?" suara gue mungkin terdengar emosi, padahal memang iya.

"Mungkin juga kan kalau lo nempatin mereka ke orang tua asuh yang lebih bisa Bahasa Indonesia?" sanggah Angkasa.

"Ini nih, makannya gue nggak suka anggota gue kebanyakan bales chat, kebanyak teleponan, kebanyakan berdua-duaan" lanjut Angkasa lagi, gue saat itu hanya bisa mengerutkan kening.

Apa-apaan, sih.

"Salah satu tujuan KKN ini buat mereka lebih deket, mungkin juga kan kalau si relawan yang nggak bisa Bahasa Sunda itu belajar untuk memahami Bahasa Sunda dengan orang tua asuhnya dibantu sama dua temen serumahnya" suara dari pintu membuat gue menegang, Geri berdiri dengan senyum nya menatap ke arah Angkasa.

Angkasa memalingkan wajahnya sambil menghembuskan napas kasar.

Gue mungkin belum lama kenal Angkasa dan Geri, tapi gue cukup mengerti kalau mereka sama-sama batu dan sering nggak mau kalah "atau orang itu complain secara personal sama lo, jadi lo nggak bisa nolak saat dia minta itu?" suara Geri kembali terdengar.

Sorot mata Angkasa sangat memperlihatkan kalau dia sedang berada di dalam emosi yang sedang tidak stabil, "oh atau ternyata yang complain-nya anak Panitia ya? Dinda?" lanjut Geri.

Angkasa bangkit ke arah pintu posko menuju Geri, gue udah takut banget mereka berantem, tapi ternyata Angkasa menuju pintu dan keluar dari posko.

"Udah nggak usah dipikirin, gue tadi liat Angkasa sama Dinda ngomongin ini, dan ternyata bener kan feeling gue" adu Geri sambil duduk di samping gue.

Mata gue menatap punggung Angkasa yang berjalan menjauhi posko, sepertinya 18 hari kedepan gue harus menyiapkan kesabaran ekstra.

"Sha, lo tau kan Angkasa orangnya kayak gimana. Jangan diambil hati" Nayla menyingkirkan laptop yang sejak tadi dipangkunya dan melihat ke arah gue.

"Apaan sih, santai kali. Emang salah gue juga kayaknya kemarin ngerjainnya keburu-buru" ucap gue sambil membolak-balik data Relawan yang tadi sempat dibanting Angkasa.

"Ini jadwal ronda ya?" Geri merebut buku catatan gue kemudian membacanya.

"Bisa nggak sih setiap shift gue ronda di posko aja" sambil mengembalikan buku catatan gue, Geri menatap wajah gue dari samping.

"Nggak bisa, apaan sih. Susah tahu cocok-cocokinnya" omel Nayla tidak terima.

"Mending setiap shift lo gue tempatin di RT 3 aja ya" ucap gue sambil berpura-pura mencoret nama Geri dari buku gue.

"Ujung banget anjir nggak mau, kapan gue bisa berduaan sama lo kalau setiap shift ronda gue di ujung gitu" gue tahu Geri bercanda saat itu, tapi kalau boleh jujur setelah hampir 2 bulanan ini gue dan Geri sering bareng, gue juga sering baper sama omongan asal yang keluar dari mulutnya.

Yap, gue memang termasuk orang yang terlalu sering memperhatikan perilaku orang lain terhadap gue.

"Geri dicariin bapak lo tuh, disuruh makan" dari arah pintu muncul Fathur, salah satu Relawan yang berada satu rumah dengan Geri, "cie dicariin bapak lo tuh, disuruh pulang" gue tertawa saat Nayla juga tak kuat menahan tawanya.

"Ehm, sha. Gue mau nanya deh" beberapa menit setelah Geri meninggalkan posko, Nayla menatap gue dengan raut wajah yang serius, "lo nggak baper sama perlakuan Geri kan? Bukannya apa-apa sha, Geri itu bangsat, cewenya dimana-mana"

Kuliah Kerja NgebucinWhere stories live. Discover now