🌻marah-marah, kayak pacar

169 7 0
                                    

"Sa, idung lo" refleks Angkasa memegang hidungnya dan melihat cairan merah di tangannya. Angkasa berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan hidungnya, kemudian gue berjalan ke arah ujung meja untuk mengambil tisu dan memberikannya ke Angkasa.

"Lo jangan terlalu maksain diri kayak gini, sa. Kalau lo sakit karena kurang tidur gimana?" gue memberikan air hangat di gelas yang tadi ada di samping Angkasa.

"Gue punya Generalized Anxiety Disorder, sha" Angkasa mengambil gelas yang gue kasih dan meminum isinya, baru kali ini gue liat wajah dia yang memperlihatkan kalau dia memang sedang lelah menghadapi situasi ini.

"Gue nggak tau itu apa" jawaban gue membuat Angkasa sedikit tersenyum.

"Duduk deh, nggak enak liat lo berdiri terus dari tadi" dia menarik tangan gue lembut ke arah kursi di sebelah dia, "gue punya ketakutan berlebih terhadap sesuatu, salah satunya gue takut kalau kerjaan gue nggak sesuai sama yang gue inginkan, hal itu bikin gue selalu ngecek kerjaan gue tanpa sadar, padahal nggak ngaruh apa-apa. Itu juga yang sering bikin insom gue kambuh" lanjut Angkasa sambil melihat ke arah wajah gue, dia benar-benar hanya melihat ke wajah gue.

"Angkasa dengerin ya," dengan sedikit berani gue mengusap paha Angkasa lembut, "lo itu punya susunan teklap paling sempurna menurut gue, hampir semua menres nya udah masuk susunan teknis lo, jadi tanpa lo ngerasa khawatir pun, gue yakin acaranya bakal berjalan sesuai rencana"

Angkasa menahan tangan gue, dan membiarkan tangan gue berada di genggamannya, "jangan sama Geri, sha" gue beneran kaget, ini Angkasa yang gue kenal bukan sih.

"Apaan sih kok jadi bawa-bawa Geri, gue sama dia nggak ada apa-apa kok" bentar, kok ini gue kayak pacarnya yang lagi klarifikasi karena ketahuan selingkuh sih.

"Lo juga pasti ngelewatin hari yang berat ya" tangan gue masih dia genggam, tapi dia angkat ke atas meja.

Aduh, mati gue. Kok nggak bisa gue lepas ya, kayak nggak ada tenaga aja gitu. Lemah banget, anjing.

"Gimana ya, gue bingung sih. Mau marah, tapi sama siapa. Mau kesel juga sama siapa" entah kenapa gue berani menceritakan ini ke Angkasa, "mungkin emang gue aja yang tolol dari awal, padahal udah 4 orang yang nasehatin gue dan bilang kalau Geri itu bangsat, tapi gue tetep nggak dengerin omongan mereka. Udah ah, kenapa jadi gue yang curhat sih, pokoknya lo harus tidur Angkasa" lanjut gue sambil berdiri dan berjalan menuju kamar mandi, gue lupa tadi kalau tujuan keluar kamar adalah untuk pipis.

Setelah keluar dari kamar mandi, gue masih melihat Angkasa di depan laptopnya masih di posisi yang tadi, aduh gemes banget gue kenapa sih.

"Gue suruh lo tidur, Angkasa. Bukan malah lanjutin baca teklap, susah banget lo kalau di bilangin, ya ampun, gemes gue" gue menekan tombol 'Ctrl+S' dan menekan simbol X di ujung kanan layar dan menutup laptop Angkasa.

"Lucu lo marah-marah, kayak pacar" kenapa sih Angkasa berubah gini. Dia tanpa beban, mengucapkan kalimat yang bikin gue deg-degan tanpa sadar.

Gue rasanya pengen nyakar-nyakar mukanya deh, kesel.

Angkasa mengambil laptop dan beberapa kertasnya yang berserakan di atas meja dan berjalan ke arah kamar meninggalkan gue, sebelum akhirnya dia berhenti dan berbalik menatap gue, "kapan-kapan lo marahin gue lagi ya"

Gue lemes.

Selesai briefing yang menghabiskan waktu yang lebih lama dari biasanya, gue sudah siap dibelakang para relawan sambil menunggu David.

Sekitar tiga meter dari tempat gue berdiri, gue melihat Angkasa sedang berbicara dengan Bima, Dimas dan Shifa.

Wajah Angkasa terhalang Shifa yang saat itu berdiri membelakangi gue dan beberapa orang lainnya. Shifa kemudian berjalan masuk menuju posko medis, membuat gue bisa sedikit melihat lurus ke arah Angkasa.

Kuliah Kerja NgebucinWhere stories live. Discover now