🌻valium diazepam

105 5 0
                                    

"Kamu nggak bisa kayak gini terus, din" suara Angkasa terdengar lembut.

Sore itu dia duduk di sebuah kursi kecil di samping ranjang Rumah Sakit Sariningsih.

Lagi-lagi panggilan telepon dari Dinda membuat Angkasa melangkahkan kakinya lagi menuju La grande Apartment.

Tapi kali ini bukan Dinda yang menghubunginya.

Seorang karyawan apartemen mendapati Dinda tengah tak sadarkan diri di kamarnya, dengan kayar ponsel yang menampilkan kontak Angkasa.

Mata Dinda perlahan membuka, "Asa" suara lembutnya kini semakin samar terdengar.

Lebam di tubuhnya bukan semakin hilang, malah semakin terlihat bertambah.

Angkasa bangkit dari duduknya, "aku panggilin dokter ya" lalu berjalan menuju pintu ruang rawat inap.

Bagus ya Angkasa Adhyatsa Kwayera.

Sudah hampir dua jam sejak pesan terakhir yang gue kirim ke Angkasa – itu berarti sekitar pukul setengah lima, tapi nggak ada tanda-tanda dia akan menjawabnya.

Adzan magrib sudah berkumandang sejak 20 menit yang lalu, gue baru menyimpan tas kemudian mendudukan badan yang udah nggak karuan ini di atas kasur.

Tahu gitu mending ikut ke Seafood geulis aja, anjing.

Gue melepas satu-persatu kancing kemeja yang gue pakai menyisakan selembar tipis tank top hitam kemudian melempar kemeja ke tempat cucian yang berada di samping pintu kamar mandi.

Apa susul mereka aja ya ke Cimahi?

Ah tapi gue belum mandi, belum ganti baju, keburu balik mereka.

Baru dua langkah menuju kamar mandi, ponsel gue berdering.

Angkasa.

Gue terdiam sebentar, angkat jangan ya?

Kaki gue melanjutkan langkahnya masuk ke kamar mandi, membuka semua kain yang masih melekat di badan gue, lalu suara deringan tidak terdengar lagi.

Tapi yang terjadi selanjutnya bukanlah gue yang menyalakan keran air.

Tangan kanan gue mengambil sehelai handuk yang tergantung di dinding kamar mandi, memakaikannya di tubuh gue, lalu melangkah keluar kamar mandi.

Gue menekan nama Angkasa di layar ponsel gue, "sha?" suaranya terdengar sedikit panik, "kamu udah di kosan, kan?" gue terdiam sebentar.

"Udah" rasanya gue ingin meneriaki Angkasa tepat di depan wajahnya, tapi nggak bisa.

Cuma kalimat singkat itu yang bisa keluar.

Di ujung sana terdengar helaan napas Angkasa, "sorry banget sha, temen aku tadi sakit terus sekarang lagi di Sariningsih" gue memang mendengar samar-samar suara orang berbincang di ujung sana, "kamu belum makan? Tunggu aku bentar lagi otw sana, kamu mau apa?" gue lagi-lagi tidak bisa marah.

Sha, lo harus belajar ngerti.

Lo juga bakal milih buat nganterin temen lo ke rumah sakit kan kalau di posisi Angkasa.

Lagian lo sama dia cuma pergi makan, besok-besok juga bisa.

Karena tidak kunjung ada jawaban dari gue, Angkasa melanjutkan kalimatnya, "tadi pulang sama siapa?"

"Naik gojek" kalimat gue terdengar lebih bersahabat, "kamu sama siapa disana?" ah emang dasar lemah, nggak bisa gue denger suara lembut Angkasa.

Kuliah Kerja NgebucinKde žijí příběhy. Začni objevovat