🌻blue sky collapse

112 7 0
                                    

Kalau lo pergi ke tempat-tempat umum, tulisan apa yang pasti lo temui?

Dilarang merokok.

Kalimat itu pasti lo temui, kan?

Begitu juga di area kampus, tulisan dilarang merokok masih banyak ditemui. Entah itu menempel di dinding di depan area kafetaria Rektorat atau bahkan tertempel di tembok gedung Psikologi dan kantin FK.

Tapi jangan harap lo akan menemukan tulisan dilarang merokok di area gedung Teknik Elektro, karena sampai lo beruban pun kertas peringatan itu nggak akan pernah ditemukan.

Ada kakak tingkat gue yang bilang, sebenarnya dulu sempat selalu ada kertas larangan merokok di tembok gedung lantai satu sampai lantai tiga, tapi kertas itu tidak pernah bertahan walau cuma sehari.

Kalau kertasnya di tempel pagi hari, maka pada pukul sembilan kertas sudah akan raib.

Mungkin yang nempelinnya juga cape sendiri, akhirnya setelah bertahan seminggu, tidak ada lagi kertas larangan merokok.

Selain Kanel dan pelataran gedung, tempat merokok anak Teknik Elektro adalah lorong di depan Laboratorium.

Bukan hanya di satu laboratorium saja, hampir semua laboratorium.

Itulah kenapa setelah gue dua tahun setengah berkutat dengan per-elektroan, gue sudah amat sangat kebal dengan asap rokok.

Walaupun masih ada juga sih teman perempuan di kelas gue yang tidak pernah suka dengan asap rokok. Ya gimana, namanya juga hidup, pasti ada aja yang nggak suka. Mungkin rokok kalau punya perasaan dia akan berpikiran seperti itu.

Gue paling suka asap dari rokok Esse Berry Pop, enak banget wanginya.

Siang ini gue sedang ada di depan Laboratorium Mikroprocessor, saat-saat waktu break kayak gini yang biasanya dipakai anak-anak untuk merokok.

Laboratorium Mikroprocessor terbilang gedung paling ujung di area Teknik Elektro, di lorong depan laboratorium ini lah area Elektro berakhir. Kalau kita terus jalan menyusuri lorong ke arah barat, maka kita akan sampai di Laboratorium Material and Aeroscape dan tidak jauh dari situ lo akan menemukan Warsin.

Jarak tempuh menuju Kanel juga amat sangat menguras tenaga apalagi siang-siang yang panas kayak gini ditambah lagi waktu break yang diberikan Pak Ferdi hanya 30 menit.

Maka pilihan terbaik adalah tinggal di lorong ini sambil nahan haus.

Gue duduk di salah satu kursi semen di pinggiran lorong, sambil membawa-bawa kertas data hasil percobaan.

Keren banget nggak sih, break aja gue bawa-bawa data percobaan.

Padahal alasan yang paling benar adalah untuk dijadikan kipas.

Gue nggak tahu yang dilakukan tiga orang teman perempuan gue di dalam sana apa sampai mereka melewatkan kesempatan untuk keluar Laboratorium, gue bahkan udah pengen pulang dari satu jam yang lalu rasanya saking capenya berdiri.

Dari arah pintu, gue melihat Yoda baru keluar dengan jaslab yang masih terpasang.

Walau gipsnya sudah dilepas beberapa hari yang lalu, tapi tangan kanannya masih terbalut perban dan masih dalam proses penyembuhan.

Pasti susah deh lepas jaslabnya, apa susahnya sih minta tolong.

Setelah pembicaraan dengan dengan Danu di Golden Monkey minggu lalu, gue sedikit membatasi perlakuan gue ke Yoda.

"Lo sadar nggak kalau selama ini perlakuan lo ke dia itu, beda?" pertanyaan Danu membuat gue berpikir waktu itu, hah emang iya apa?

Mungkin Yoda nggak akan sadar sama perbedaannya, karena gue tahu dia bukan tipe orang yang akan menyulitkan dirinya sendiri untuk bertanya 'sha, lo kok beda sih ke gue akhir-akhir ini'

Kuliah Kerja NgebucinWhere stories live. Discover now