🌻bangsat, tukeran

138 5 2
                                    

Sekitar seminggu dari tragedi martabak di kamar gue itu, akhirnya gue pergi ke Karѐ Curry House yang berada di Jalan R.E. Martadinata bareng Danu.

Dengan mulut penuh Mushroom Curry, gue menceritakan awal mula kenapa gue bisa berakhir dengan Angkasa, tentunya dengan beberapa mature content yang gue lewatkan.

Karena kalau nggak, Angkasa bisa langsung menghilang, kalau kata Dilan mah.

Oknum dibalik menghilangnya Angkasa siapa? Ya tidak lain dan tidak bukan sudah dipastikan bahwa Danu adalah orang yang bertanggung jawab.

Karena walau tidak terlalu sering terlihat kemana-mana bersama, gue dan Danu ini cukup dekat untuk hanya sekedar teman sekelas. Kami sama-sama sering menceritakan some part of our life each other.

Gue dan semua kisah kegagalan yang – nggak tahu kenapa, tidak membuat gue menyesalinya hari ini.

Danu dan kemulusan kisah hidupnya, dari mulai pendidikan, perduitan, kehidupan pernikahan orang tuanya dan banyak lagi, tapi malah kadang tidak dia syukuri.

Oh mungkin hanya satu ketidakmulusan kehidupan Danu, kehidupan percintaanya.

"Gue kadang pengen deh bisa dating woman that I want to date" gue inget banget kalimat Danu saat pertama kali kami duduk di Karѐ Curry House waktu masih jadi mahasiswa baru, tempat duduk kami sejak saat itu nggak pernah berubah.

Meja bundar dengan empat kursi yang berada di sebelah pintu masuk, alasannya as simple as Danu yang selalu ngebul dimanapun dan kapanpun.

Sejak saat itulah gue tahu, kehidupan percintaanya tidak pernah mulus. His parents already have woman to marry, setiap konglomerat akan selalu melakukan berbagai cara untuk membuat usaha bisnis mereka keep on track.

Ya, every people have their own reason that make them happy, and it's not someone else bussines anymore.

Biarin aja, they do their own bussines.

"Angkasa anak jurusan ape sih?" Arisha – saudara kembar gue yang saat itu juga sedang berada dirumah, bertanya sambil memasukkan sesendok nasi goreng ke mulutnya.

"Mesin" gue yang saat itu juga sedang menyendok nasi goreng menjawab pertanyannya.

Jumat kemarin menjadi hari dimana gue akhirnya diantar pulang ke rumah oleh Angkasa, tentunya dengan drama mama yang menyuruh Angkasa untuk tinggal dulu sebentar di rumah sebelum pulang.

Hari itu berakhir dengan obrolan hangat Mama dan Angkasa di ruang tengah, karena pembicaraan mereka sedikit tidak gue mengerti, gue hanya fokus ke layar televisi sambil sesekali menyaut saat Mama atau Angkasa bertanya.

"Buset siape nih, ganteng juga" semua berjalan lancar, sampai Arisha datang dengan congornya yang merusak suasana.

"Dia punya kembaran juga nggak?" satu tangan Arisha sibuk dengan sendok, satu tangannya lagi sibuk dengan catokan portable "ya mana gue tahu anjir" jawab gue ketus.

"Ya masa lo nggak tahu si anying, parah banget" lah gue emang beneran kagak tahu. Karena gue males berantem pagi itu, gue tidak membalas ucapan Arisha.

Lalu dia melanjutkan kalimatnya, "kan lumayan nanti kalau kita pacaran bareng gitu, bisa tuker-tukeran kalau lagi ngews" lemparan sendok gue tepat mengenai bajunya, emang ya si Arisha ini kepala doang gede, otaknya nggak ada.

"Arisha your languange! Erisha stop throwing things!" Mama yang sedang mengelap piring berteriak, panik anaknya nggak ada yang bener.

Kuliah Kerja NgebucinWhere stories live. Discover now