🌻hidup memang sebercanda itu

133 6 0
                                    

Setelah kurang lebih seminggu gue tidak bertemu dengan lelaki bermarga Kwayera ini, di sinilah akhirnya kami berada.

Kursi besi dengan tulang hitam dan meja kayu bundar milik Gormeteria menjadi tempat kami berbincang sejak satu jam yang lalu.

The road house chicken karaage menjadi pilihan gue sore itu, "tangan kamu kok dingin sih sa, sakit ya?" gue yang tadinya tak sengaja menyentuh tangan kiri Angkasa beralih menjadi menggenggamnya.

Segelas Americano dia raih dengan tangan kanannya, "nggak, cuma kurang tidur" dia menjawab sambil melepas genggaman tangan gue.

Gue mendecih pelan, "kenapa nggak tidur aja sih dikosan, malah ngajak aku keluar" ayam berbalut tepung dihadapan gue kembali masuk ke dalam mulut.

"Terus siapa yang bilang kangen pengen ketemu tadi siang?" tangan kanan Angkasa menyentil jidat gue, kenapa sih semua orang suka nyentil jidat gue.

"Ya kan aku bisa ke kostan kamu, atau kamu ke kostan aku" jawab gue sambil mengusap jidat gue, sakit kali disentil tuh.

Angkasa melanjutkan kembali kegiatan makannya, "nanti beli martabak lagi, terus makannya pas udah dingin lagi, gitu ya?" gue menunduk lalu tertawa, itumah maunya elu.

"Panglima tempur itu kerjaanya ngapain sih, sa?" tanya gue random. Sebenarnya sejak tadi di atas motor gue udah pengen nanyain ini, tapi gue tahan-tahan, tunggu momen pas gitu ceritanya.

Jawaban Angkasa tertahan beberapa detik, "ada yang bilang ke kamu ya, kalau aku panglima tempur?" kaget, kenapa sih ini orang tahu aja.

Gue nyengir sebentar, malu. Ternyata ketahuan bor.

"Itu bukan jabatan yang ada di struktural sha, cuma gelar aja gitu" jelas Angkasa, point yang gue inginkan jelas bukan itu, ada point lain yang gue ingin Angkasa jelaskan.

Sumpit yang sejak tadi gue hanya mainkan, kembali gue pakai untuk mengambil ayam tepung bersaus di atas piring lalu memakannya. Mata gue terus memperhatikan Angkasa yang sedang mengetik sesuatu di ponselnya, "kalau ada yang mau ditanyain, langsung aja tanyain" ponsel yang dipegang Angkasa digeletakan begitu saja di samping gelas Americano-nya.

Gue berpikir sebentar, apakah Angkasa bakalan nganggap gue someone weird kalau gue tanyain ini?

"Ada temenku bilang, katanya panglima tempur tuh nggak boleh pacaran, apalagi sama anak himpunan lain" Angkasa tersenyum sambil memejamkan matanya sebentar, "aku nggak percaya kok, maksudnya ya kalaupun sebenernya bukan gitu, aku bakal percaya apa yang kamu jelasin" gue sedikit gelagapan saat menjelaskannya.

"Kalau ternyata itu bener?" ucapan Angkasa membuat kepala gue sedikit maju, hah?, dia masih dengan wajah tersenyum melanjutkan ucapannya, "panglima tempur tuh emang nggak boleh pacaran, katanya"

Gue menelan ludah, apa-apan sih?, kok masih ada aja aturan kayak gitu zaman sekarang, kalimat protes dari gue hanya tertahan di tenggorokan. Angkasa jelasin semuanya dengan suara santai, pengen gue cabik-cabik rasanya.

"Ih terus kita gimana?" jawaban gue terdengar ngegas – ya iayalah, lagian Angkasa malah senyum-senyum, bukannya mikir, kan gue kesel, "gimana apanya?" tangan Angkasa meraih sumpit yang gue pegang, lalu mengambil ayam di piring gue dan memakannya.

"Yang nggak boleh pacaran itu panglima tempurnya, Erisha. Sebenernya aku nggak boleh bilang ini dulu sih, tapi ke kamu nggak apa-apa deh" jidat gue semakin mengerut, bingung "aku itu komandan terpimpin mesin periode sekarang, salah tuh temen kamu"

Lalu gue mengusap wajah dengan tangan, ­apa-apan sih Gavin tuh bikin panik aja, tiba-tiba tangan Angkasa menahan gerakan tangan gue, "tangan kamu penuh saos tuh"

Kuliah Kerja NgebucinOnde histórias criam vida. Descubra agora