[8] Hilangnya Ponsel Sultan

2.3K 336 43
                                    

Hari ini, hari terakhir Zahra dan ketujuh sahabatnya menginap di rumah Renjun. Selama sebulan ini, tidak ada kegiatan yang berfaedah. Mereka hanya tidur, makan, bercanda, menonton TV, bermain game, tanpa berniat mengunjungi tempat wisata Bali.

Zahra keluar dari kamarnya dan sudah siap dengan koper di tangannya, Haechan yang baru saja keluar juga terlihat membawa koper hitam dan juga tas yang menyilang di depan dadanya, ala-ala anak kekinian.

"Lo ngapain pake kacamata gituan," celetuk Zahra saat melihat Haechan yang memasang kacamata oranye dan bergaya sok keren.

"Lo aja yang gak tau mode, ini tuh biar kayak nak-kanak hitz," sahut Haechan hingga membuat Zahra bergidik ngeri.

Bukan karena apa, tetapi warna oranye dari kacamata yang lelaki itu pakai tidak sesuai dengan bajunya yang berwarna biru. Terlihat aneh bukan.

"Turun cepet, ketinggalan pesawat ntar," ucap Jisung saat keluar dari kamarnya bersama Jeno.

Jeno tak mengucap apa apa, hanya saja pria itu menatap Zahra dengan berbeda. Membuat Zahra menyadari itu dan menatap balik Jeno dengan pandangan bertanya.

Jeno hanya tersenyum miring dan berjalan mendahului ketiga manusia yang masih berdebat soal penampilan Haechan.


• Mask •



"Udah lengkap semua kan, gak ada yang ketinggalan atau apa gitu?" Tanya Mark bermaksud mengingatkan temannya.

Saat semua sibuk mengecek barang masing-masing, tiba-tiba saja Chenle menyeletuk.

"Bang, ponsel gue ilang!"

Celetukan Chenle membuat semua sahabatnya heboh.

"Hilang atau ketinggalan?" Tanya Jaemin yang tidak santai.

"Gue yakin gak ketinggalan, soalnya tadi gue pegang ponsel pas mau ke... ANJIR GUE TARUH DI WASTAFEL TOILET!"

Memang tadi Chenle dan Haechan sempat izin ke toilet sebentar. Karena keteledoran Chenle, dia lupa jika ponselnya ia letakkan di dekat wastafel begitu saja.

Setelah Chenle berbicara seperti itu, Haechan menyeletuk jika sebenernya Haechan melihat jika ada ponsel di wastafel tetapi dia tidak tahu jika itu milik Chenle.

"Lo kok gak bilang ke gue sih! Udah tau ada casing emasnya. Gak ada yang punya casing kayak gitu di dunia ini kecuali gue. Karena itu limited edition!"

Ya memang benar, Chenle itu terlalu kaya raya hingga membeli casing emas satu satunya yang ada di dunia.

"Ya maaf, mana gue tau," ucap Haechan.

"Udah lah, sekarang kita cari ponsel lo, siapa tau masih ada," sahut Jaemin menengahi.

"Tinggal beli lagi kan bisa Le," celetuk Renjun yang pandangannya fokus ke ponselnya kembali.

"Meskipun harta gue gak akan pernah habis, tapi di dalamnya ada kontak cewek gue Njun! Nanti kalo dia ngabarin gimana!?"

Chenle heboh sendiri.

"Udah udah. Ini kan pesawatnya mau berangkat. Kita bagi aja. Gue, Haechan, Chenle, balik ke toilet buat cari ponsel lo, yang lainnya langsung ke pesawat," tukas Mark.

"Lah, nanti kalo kalian ketinggalan gimana?" Zahra kasian sama ketiga temannya.

Jika mereka tertinggal pesawat maka akan rugi karena harus membeli tiket kembali.

"Gak papa, ntar Chenle yang beliin tiket," celetuk Jaemin.

"Yaudah ayo," ajak Mark yang sudah berjalan di depan.

"Bang gue ikut," panggil Renjun.

Zahra sedikit aneh saat Renjun memilih untuk ikut mencari ponsel Chenle, karena Renjun mengatakan seperti itu setelah dia tidak sengaja berkontak mata dengan Zahra.

Akhirnya, mereka sudah duduk di pesawat dan Zahra duduk tepat di samping Jeno.

Jujur aja, Zahra masih penasaran mengapa Jeno senyum miring kepada dirinya saat keluar kamar tadi.

Gue kok jadi nethink ya, kayak ada yang aneh.

Jadi, Zahra duduk di dekat jendela tepat di samping kiri Jeno.

Membuat Zahra tidak nyaman sekaligus kesal sudah membiarkan Jisung memesan tiket. Pasti Jeno yang meminta Jisung untuk memilihkan tempat duduknya di didekat Zahra.

Semenjak mereka duduk, Zahra hanya diem, tidak ada niat untuk mengobrol dengan Jeno sama sekali.

Hingga Mark, Chenle, Haechan dan Renjun masuk ke pesawat dan mulai memasang sabuk pengamannya, Zahra tidak mengeluarkan sepatah katapun.

Tapi saat Renjun mencari tempatnya tadi, secara tidak sengaja dirinya kontak mata dengan Zahra. Terlihat jika dirinya tidak suka dengan kedekatan Zahra dan Jeno.

Renjun berdecak kecil, lalu duduk di tempatnya tanpa menoleh ke arah Zahra yang menatapnya bertanya.

"Gak usah diliatin gitu," ucap Jeno saat menyadari Zahra menatap Renjun.

"H-hah, gak," elak Zahra.

Tangan Jeno dengan tiba-tiba menggenggam tangan gadis itu, membuat Zahra berusaha melepas perlahan, tetapi kekuatannya tidak sebanding.

"Lo masih inget kan, pertanyaan gue waktu itu?" ungkit Jeno.

"Yang mana?"

"Masih inget jam 1 pagi di dapur waktu itu?" tanya Jeno tanpa melihat Zahra.

Sedangkan Zahra sudah terkejut karena baru mengingat kejadian saat Jeno mengutarakan pertanyaan yang secara tidak langsung seperti menyatakan perasaan kepadanya.

"Gue inget," lirih Zahra.

Jeno sedikit mendengus, "Renjun selalu lo inget, kenapa gue gak?" sindir Jeno.

"Maksud ... "

"Listen to me, gue gak suka harus berbagi sama orang lain," bisik Jeno.

"Gue anggep kalian sahabat, gak lebih."

Tangan Zahra terasa sedikit sakit karena genggaman Jeno yang semakin erat dan terasa posesif.

"Hei kalian pacaran?" tanya Mark disamping Jeno.

"Ha? Nggak," jawab Zahra cepat.

"Lah, tuh tangan gandengan terus kayak mau nyebrang."

Jeno segera melepaskan tangannya dari Zahra dan menghadap ke arah Mark mencoba menjelaskan. "Nggak kok, itu Zahra tadi takut mabuk soalnya tadi belum sarapan kan dia."

"Oh, kirain udah official." Mark mengangguk dan kembali sibuk dengan headphone-nya.

Sedangkan Jeno dan Zahra yang kembali dengan pikiran masing-masing.

Hampir aja. - Jeno

 - Jeno

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.
Mask | Jeno ✔️Donde viven las historias. Descúbrelo ahora