His Family

5.5K 825 15
                                    

Hari ini, untuk pertama kalinya Sasa merasakan bertemu 'keluarga pacar' yang sering orang-orang lakukan.

Tidak buruk, tidak seru juga. Biasa-biasa saja. Mungkin karena Sasa memang tak menyimpan perasaan. Coba kalo ini keluarga Pak Juna, deg-degan nya bikin gue salto kali.

Justru yang tadi deg-degan sampai mau salto adalah ibu. Ia memasak lasagna dan memanggang kue kering. Saga sampai tidak berhenti mengucapkan 'Nggak usah tante jangan repot-repot'.

"Panggil 'Ibu' aja ngapain tante-tante." Begitu koreksi ibu.

Saga rupanya adalah anak yang penurut dengan nenek di rumah. Tak suka membantah jika disuruh, akan mengucapkan 'iya' jika dipinta, menjawab dengan nada lembut jika ditanya.

Di lain sisi, dua adik Saga berbanding terbalik. Anak kedua yang bernama Zia sangat lembut, gemar tersenyum dan istri yang ayu. Sedangkan Yerika si bungsu berwajah sinis, dingin kepada Sasa namun ramai jika ada Zia, dan cenderung protektif terhadap Saga.

"Kak, kakak jangan takut yah sama Yerika. Dia emang begitu sama pacar-pacar Mas Saga, cemburuan. Mungkin karena Mas Saga udah kayak Papa kita, walau Yerika udah nikah juga masih suka protektif sama Mas. Ngelepasnya aja kayak ngeliat orangtua nikah."

Zia mengatakannya saat ia tengah berdua dengan Sasa membuka box-box kartu undangan pernikahan. Ada total seribu dua ratus kartu dan kini tugas Sasa & Saga hanya tinggal mem-print label-label berisi nama tamu undangan.

"Sa sini deh." Saga yang sibuk me-list  nama undangan di ruang belakang memanggil Sasa, ingin memastikan apakah sudah benar semua nama-nama tamunya.

Dalam diam mereka mengecek satu-satu. Sekali-dua kali Sasa mengoreksi, 'yang ini huruf P nya dua Pak', 'yang ini nggak usah pake marga Pak'.

Setelah kurang lebih dua jam, akhirnya mereka sudah selesai dengan urusan nama-nama. Sasa pun langsung membantu Nenek di dapur yang tengah mempersiapkan makan malam.

Awalnya Nenek menyuruh Sasa untuk duduk manis saja, tapi spatula dan wajan selalu menarik perhatiannya. Wangi rempah-rempah di dapur selalu membuat mood nya naik. Ayah pernah kerja menjadi koki hotel dulu, tak aneh bakat memasaknya turun ke anak-anak hingga bahkan Dio dapat membuka bisnis makanan.

"Menurut Sarah, Mas Gagah gimana?"

Sasa tak menyiapkan jawaban lain selain, "Baik Ma."

Jawabannya membuat nenek sempat terdiam sebentar, lalu pelan-pelan ia berkata. "Sarah jaga Gaga ya. Gaga itu orangnya keras, tapi sebenernya sayang kok sama orang-orang di sekitarnya. Harus pelan-pelan ngadepin dia, mungkin karena udah biasa ditimpa kerasnya hidup dari dulu. Papa-mamanya itu korban kecelakaan waktu Gaga masih SMP. Dari situ Gaga muter otak untuk biayain adik-adiknya, pernah nggak makan biar adik-adiknya bisa makan, kerja part-time di 3 tempat, uang beasiswanya dipake untuk kuliahin Yerika, sampe pernah semua omset bisnisnya dikasih untuk Zia yang mau nikah waktu itu."

Entah karena sedang memotong bawang atau sedih menghadang, mata Nenek berkaca-kaca.

"Mama tuh nggak tega ngeliat Saga, hidupnya kerja terus.. Waktu itu bilang nggak mau nikah karena adik-adiknya masih kuliah, pas udah pada lulus Gaga masih nunda nikah karena takut adik-adiknya nggak ada biaya nikah, sekarang adik-adiknya udah nikah juga dia masih sibuk kerja. Katanya takut nggak ada yang jagain saya."

Saat itu air mata Nenek tumpah. Ia tak pernah kuat jika mengilas balik hidup cucu kesayangannya itu.

"Padahal di rumah ini, selain sama Gaga, saya kan tinggal sama Yerika & suaminya... Toh juga suami Yerika kerja di pelayaran, dia sering sendirian, saya nggak apa-apa ditinggal Gaga.. dia tetep nggak mau. Gaga itu berbakti banget sama saya, padahal cowok biasanya nggak bisa apik jaga orangtua."

Setelahnya, Nenek langsung melepas pisau dari tangan kanannya dan meraih tangan Sasa. "Sarah, jaga Gaga ya?"

Sasa tak bisa menjanjikan apa-apa. Cinta pun tidak tersedia untuk Saga.

"Iya, Ma." Maka hanya itu jawabannya.

Dan tanpa aba-aba, ada gusar di dalam dada saat Sasa mengucapkannya.

The Proposal | A Romantic ComedyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang