5K Yacht

5K 329 24
                                    

Sasa sedang tidur-tiduran di kasur kamar hotel saat Sherin mengirimnya pesan tersebut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sasa sedang tidur-tiduran di kasur kamar hotel saat Sherin mengirimnya pesan tersebut. Sehabis sarapan di bawah, Saga memutuskan untuk jalan pagi di Central Park. Menikmati musim panas berkeliling hutan buatan selama kurang lebih satu jam.

Sebenarnya Saga tak begitu suka aktivitas outdoor, namun kalau sudah berhubungan dengan Central Park lain lagi ceritanya. Tempat yang erat kaitannya dengan Home Alone itu selalu memiliki daya tariknya untuk didatangi, memandangi anak-anak yang makan es krim di tengah taman, melihat anjing bermain dengan pemiliknya, atau sekedar melihat burung dari kejauhan yang berkumpul banyak di pinggir jalan.

Kalau Sasa masih harus beradaptasi dengan jetlag yang pagi ini melandanya. Meski sudah mandi dan bersih-bersih ia tetep bersender pada kepala kasur, menyetel TV dengan sesekali menengok ke arah sungai di luar kamar. Sengaja ia membuka pintu balkon lebar-lebar agar angin masuk ke dalam membuat otaknya ter-setting bahwa sekarang bukan malam seperti di Jakarta.

Cklek.

Pintu kamar yang terbuka membuat Sasa menengadahkan kepala ke depan. Ada Saga sedang melepas airpod nya di ambang pintu dan langsung ke kamar mandi tanpa melihat Sasa sekilas.

Suara shower yang samar terdengar dari luar membuat pemikiran Sasa terbang ke satu tahun lalu. Kala Saga pergi ke London dulu.

Saat naik helikopter tadi malam, akibat Saga bilang penerbangan itu bukanlah penerbangan pertamanya, untuk pertama kalinya Sasa tahu rasa cemburu itu seperti apa.

Sasa tak tahu itu cemburu ingin memiliki atau bukan, ia sendiri tak pernah merasakan cemburu selain saat tahu Song Joong Ki menikah. Jika dulu ia menyukai teman di sekolah, dan orang itu dimiliki orang, ya sudah rasa cinta Sasa akan ia buang.

Tapi tadi malam, gemerlap New York di atas awan pun tidak ia indahkan karena kata-kata yang Saga ucapkan. My first helicopter tour was in London.

'How did he end up doing it with her? Did he ask for it just like he asked me last night? Did he make a sudden request for her? Like how he managed everything last night?'

Sasa jadi paham mengapa wanita bernama Anya itu mencoba mencium Saga saat mereka mau berpisah. Mungkin banyak hal kecil yang Sasa tak tahu di antara mereka, yang membuat hati Anya tersentak saat jalan bersama Saga.

Sasa yang tak pernah menaruh rasa dengan Saga saja langsung terpana hanya dengan Saga yang meraih tangannya. Bagaimana dengan Anya yang sudah jelas pernah menjadi pacarnya?

Apakah mereka sudah pernah tidur bersama? Saat di London Saga menghabiskan sisa dua harinya, mungkinkah Saga tak membawa Anya ke hotelnya? Hidup pria itu, Sasa tau apa? Bukankah Saga pandai berdalih dengan raut wajah yang tak mudah orang baca?

"Sa ikut yuk." Tau-tau Saga sudah di depan kasur usai mandi, mengenakan setelan casual sambil menggosok rambut yang basah dengan handuk kecil. "Karena hari ini nggak ada jadwal apa-apa saya rented a yacht tadi."

"You WHAT??!"

Entah sudah berapa kali Saga membuat Sasa shock dua hari belakangan.

"A yacht?! A whole YACHT?! A, a," Sasa sampai menggerak-gerakkan tangannya membentuk sebuah kapal. "A boat?!"

Hal-hal seperti menaiki helikopter, mengendarai cabriolet, naik ke atas kapal pesiar, semua terlalu tidak masuk akal bagi perempuan macam Sasa. Kegiatan mahal itu terlalu fancy untuknya.

Itu semua terlalu film.

"Mahal BANGET Pak sewa-sewa kapal kayak—"

"Saya penasaran aja mancing di Manhattan kayak apa." Saga memotong ucapan Sasa. Pria itu santai saja menyalakan laptopnya sambil tetap mengeringkan rambut.

"You—" di lain sisi Sasa masih tak mampu berkata apa-apa hingga terus menggelengkan kepala. "You—"

"Get ready if you're down for it."

"You—"

"It's ok Sasa." Saga menatap kedua bola mata perempuan di hadapannya. "I got a good price tadi waktu sewa dibantu sama manager pelayanan hotel karena kebetulan tadi ada di meja resepsionis. Good communicator he was, since he's really good at speaking Indonesian too."

"How much of a good price it was honestly??" Semurah-murahnya menyewa kapal PASTI TIDAK AKAN MURAH.

"Around 5k."

Good Lord. Kepala Sasa langsung pening.

"Anyway." Seakan mengeluarkan uang sebesar ratusan juta bukanlah hal penting bagi Saga, pria itu dengan entengnya mengalihkan pembicaraan. "Kamu kasih tau Irene kalo kita nikah dijodohin ya?"

Belum selesai Sasa memikirkan perjalanan London Saga bertemu Anya, lalu Saga yang menyewa kapal, tau-tau Saga mempertanyakan hal lain yang membuat jantung Sasa berdebar. "W-w-why?" Ia hanya mampu balik bertanya pada akhirnya.

"Koko juga tau this whole time." Saga tertawa. "Tadi waktu saya lagi di Central Park dia cerita sama saya lucu banget selama ini mereka pura-pura nggak tau di depan satu sama lain kalo kita nikah karena dijodohin."

"Seriously?!"

"Iya." Jawab Saga. "Ini mereka mau videocall tadi Koko minta."

Sasa benar-benar tidak menyangka selama ini Eugene dengan santainya menganggap Sasa seperti istri Saga sungguhan di depan orang-orang.

Tapi kalo Koko Jin tau, jangan-jangan Pak Juna tau juga?

"Pak Juna tau juga Pak kita dijodohin?"

"Nggak." Saga menghubungi Eugene dari laptopnya. "Kenapa mau saya kasih tau juga ke dia?"

"JANGAN!" Sasa menggeleng cepat. "Saya mau keliatan laku di depan dia."

"OY GA!!!" Suara berisik Eugene dari laptop langsung membuat perhatian keduanya terdistraksi. "ARAHIN KAMERANYA KE LUAR DULU DONG GUE KANGEN HAWA AMERIKA."

Saga terkekeh sambil berjalan ke arah balkon. Entah apa yang mereka bicarakan di luar namun tak lama setelahnya Saga masuk dan meletakkan laptopnya di ujung kasur, mengajak Sasa ikut videocall berhubung ada Irene juga di seberang telfon. Jadilah Saga dan Sasa tengkurap bersebelahan dengan kaki mereka di sisi kepala kasur.

"Gila ya kalian, saya serius nggak ngomong ke Eugene si Eugene juga serius nggak cerita ke saya ternyata kita sama-sama tau kalian nggak saling cinta!" Irene setengah berteriak sambil menggendong anaknya. Berhubung di Jakarta sekarang masih pukul delapan malam, Eugene dan Irene mengatakan mereka baru saja selesai makan malam. "Say hi to Tante Sasa~ Om Saga~"

"Weh, basah rambut lo tuh Ga? Ngapain tadi malem?"

"Abis main-main lah udah di hotel berdua gini." bukannya salah tingkah atau apa, Saga justru bercanda menimpalnya.

Awalnya Sasa masih biasa saja, tau betul Saga tak mau terbawa perasaan sehingga candaan Eugene hanya ditimpal dengan candaan lagi olehnya.

Namun ketika Saga mendekatkan kepalanya dengan kepala Sasa, ada dentuman besar di dadanya membuat Sasa berusaha keras tidak salah tingkah.

"Tuh liat Ko, gue sama Sasa sih biasa aja. Chill bro chill."

Kepala mereka menempel hingga rambut keduanya saling tergesek. Sasa sempat terdiam sepersekian detik namun ia langsung menepisnya. Dadanya sesak. Sesak dengan ruang yang tak kasat mata. Ia tidak terbawa perasaan kan? Tidak seharusnya hatinya bergetar kan?

"Iya Pak, saya sama Pak Saga sih nggak saling bapeeer wleee."

Susah payah mulutnya berkata melawan perang dengan hatinya.


The Proposal | A Romantic ComedyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang