54

240K 30.8K 21.4K
                                    

Mata Alvaska mengerjab -terbuka perlahan. Cowok itu menarik tangannya selembut mungkin hingga terlepas dari genggaman Bianca. Dia bangkit bersandar di sandaran brankar, berusaha mengumpulkan kesadaran.

Cowok itu menatap Bianca sekilas sebelum akhirnya mengalihkan tatapannya ke arah jendela ruangan yang terbuka. Hujan turun begitu deras membuat udara malam serasa mampu menembus tulang.

Kana.

Entah kenapa, Alvaska tiba-tiba saja memikirkan Kana. Cowok itu baru saja teringat satu hal. Dia meninggalkan Kana, gadis yang kini tengah mengandung anaknya demi gadis cantik yang saat ini tengah tertidur di sebelahnya.

Brengsek!

Tanpa berkata sepatah kata pun, cowok itu langsung melompat dari atas brankar, berlari keluar dari dalam ruangan tempat Bianca dirawat -menyusuri koridor rumah sakit yang kian menggelap. Jam sudah menunjukkan pukul dua pagi, dan hanya ada beberapa petugas jaga yang berlalu lalang di sekitar koridor.

Alvaska berlari sembari merogoh sakunya -mengambil ponsel. Cowok itu berhenti saat sudah berada di depan pintu masuk lift. Sesaat setelah pintu lift terbuka, Alvaska langsung bergegas masuk kemudian menekan tombol down yang lantas membawanya turun ke lantai dasar rumah sakit.

Alvaska menggenggam ponsel kemudian membuka aplikasi telepon -menekan dua belas angka nomor Kana yang tadi malam sempat dia hapal. Cowok itu menghubungi Kana.

Tersambung. Tapi tidak dijawab.

Alvaska mencoba lagi. Cowok itu menggigit bibir dalamnya kalut. "Ka, jawab telepon gue."

Panggilan terputus. Alvaska berdecak. Cowok itu kembali mencoba menghubungi Kana. Tapi lagi, panggilannya sama sekali tidak dijawab oleh cewek itu.

Sial!

Alvaska kemudian mencoba mengirimkan Kana sebuah pesan.

Ka, jawab telepon gue! [Deleted]
Sayang, jawab telepon gue. [Deleted]
Gue tau lo cemburu- [Deleted]

Ka, lo baik-baik aja kan? [Send]

Pesan diterima, tetapi tidak terbaca. Hal itu membuat Alvaska semakin cemas. Takut jika sesuatu hal terjadi terhadap Kana.

Sesaat setelah pintu lift terbuka, cowok itu langsung bergegas keluar, berlari menuju motornya yang terparkir di depan rumah sakit -membelah hujan dan membiarkan seluruh tubuhnya basah terkena tangisan deras air mata sang langit.

Alvaska menaiki motor sport putihnya, memasang helm kemudian melajukan motornya dengan kecepatan tinggi, membelah jalan kota yang tampak sepi, gelap dan sunyi. Bibir cowok itu bergetar kedinginan. Dia menggigil. "Ma-maaf, Ka."

Maafin gue.

--Alvaska--

Hujan. Petir. Kilat.

Seorang gadis kecil tenggelam di dasar sungai yang begitu dalam. Tubuhnya memucat, tampak seperti mayat yang dibekukan.

Mata gadis kecil itu terbuka setengah sadar, menatap sayu ke arah anak laki-laki yang kini tengah berenang ke arahnya.

Wajah anak laki-laki itu membiru. Membeku. Dia menggenggam erat tangan kiri gadis kecilnya, menarik tubuhnya dengan sisa tenaga yang dia punya.

Gadis kecil itu hampir kehilangan kesadaran jika sedetik saja udara tidak mengisi paru-parunya. Dia berhasil mencapai permukaan, tapi tidak dengan anak laki-laki yang barusan menyelamatkan nyawanya.

ALVASKA Where stories live. Discover now