ALVASKA 11 [PRESTIGE]

412K 49.6K 6.2K
                                    

"Gengsi bukan harga diri!"

"Alva, lo beneran nggak apa-apa?"

Alvaska dan keempat sahabatnya kini tengah berada di dalam basecamp, tempat biasa kelima cowok itu berkumpul. Alvaska menyandarkan punggungnya di sandaran sofa yang berada di dalam ruangan.

Ruangan basecamp tersembunyi mereka berada di rooftop sekolah. Ruangan itu di desain bagaikan sebuah kamar. Terdapat Kasur, sofa, televisi bahkan kulkas. Tidak ada yang mengetahui ruangan tersembunyi ini selain Alvaska dan keempat sahabatnya. Alvaska dan keempat sahabatnya tidak perlu takut jika guru akan memarahi mereka, karena SMA Alantra adalah milik keluarga Lergan, Ayah Alvaska.

"Gue baik-baik aja." Alvaska memejamkan mata. "Siapa yang ngasih tau Alzaska kalo gue tadi dirawat di UKS?"

Cowok itu tau jika Alzaska tadi pagi sempat menjenguknya di UKS. Alvaska tidak benar-benar tidur, dia hanya pura-pura tidur saat Alzaska memasuki ruangan tempatnya di rawat.

Arkan dan Raga saling menatap satu sama lain, seolah tengah melakukan telepati. Kedua cowok itu mengetahui jika Kana yang memberitahu Alzaska jika Alvaska dirawat di UKS.

"Eum.. itu.. mungkin.. Alzaska tau sendiri," ucap Raga yang tengah menonton Televisi di samping Arkan. "Iya nggak Kan?"

Arkan menggangguk kaku. "I-iya. Mungkin, Alzaska nggak sengaja liat lo di kamar UKS. Soalnya tadi, dia sempet ngobatin tangannya yang luka di UKS." Arkan berbohong. Bukannya tanpa alasan, dia hanya tidak ingin Kana kembali mendapatkan masalah dengan Alvaska.

Alvaska yang mendengar jika saudaranya terluka dengan cepat membuka mata -menatap Arkan heran. "Luka?"

"Iya. Alzaska luka karena-"

"Cukup." Alvaska memotong ucapan Arkan. Cowok itu tidak ingin lagi mendengar apapun yang berkaitan dengan Alzaska.

Alvaska bangkit dari duduknya kemudian berjalan meninggalkan ruangan tersembunyi yang berada di atas rooftop sekolah, mengabaikan teriakan dan panggilan para sahabatnya yang menyuruhnya untuk berhenti melangkah.

Alvaska berjalan melewati koridor sekolah, berniat untuk memasuki kelas. Ketika cowok itu hendak berbelok ke arah kanan, tiba-tiba saja dia merasakan sesuatu yang dingin dan basah mengenai kaos putih berlengan pendek yang ia kenakan.

"Maaf-maaf, gue sengaja," ucap seseorang yang berada di hadapan Alvaska.

Alvaska menghela napasnya kasar lalu mendongak menatap orang yang sudah dengan berani menumpahkan orange jus di kaosnya. Dia Kanara, cewek yang dengan sengaja menumpahkan jus jeruk itu di kaos Alvaska.

"Lo punya mata?" Alvaska berdesis.

Kana nampak seperti orang yang tengah berpikir keras. "Tunggu," cewek itu mengambil tangan kanan Alvaska lalu di letakkan di atas mata kirinya. "Ini mata kan? Nah, berarti gue punya."

Alvaska melepaskan tangannya dari mata Kanara kasar. Cowok itu menatap Kana tajam. "Maksud lo apa?"

"Maksud gue? Gue juga nggak tau. Pengen aja buat lo kesel." Kana mendekatkan wajahnya ke wajah Alvaska -nyaris membuat dahi keduanya bersentuhan. "Mungkin salah satunya karena lo dengan beraninya buat jantung gue berdetak nggak karuan."

Setelah mengatakan itu, Kana dengan cepat berbalik badan meninggalkan Alvaska yang masih menatapnya tajam.

--Alvaska--

Bel pulang sekolah berbunyi sepuluh menit yang lalu. Kana, cewek itu kini tengah berdiri sendiri di depan pagar SMA Alantra.

Hari ini, Kana tidak di perbolehkan menaiki motor oleh Ayahnya. Entah apa alasannya, Kana juga tidak tau jelas. Intinya, Ayahnya benar-benar melarangnya untuk berangkat dan pulang sekolah menggunakan motor. Kana hanya di beri dua pilihan. Berangkat dan pulang bersama sopir atau transportasi umum. Dan Kana lebih memilih tranportasi umum di bandingkan sopir. Bukannya tanpa alasan, itu karena Kana masih trauma akibat penculikan yang dia alami tujuh tahun lalu. Ya, Kana dulu pernah di culik oleh sopir ayahnya sendiri.

Kana menghela napas kasar. Cewek itu sedang menunggu taksi yang dia pesan, tapi hingga sekarang, taksi kepercayaannya itu tidak kunjung datang.

Setelah sekitar lima belas menit menunggu, taksi yang dia pesan belum juga menampakkan batang hidungnya, membuat Kana mengeram kesal. Ketika Kana hendak melangkah pergi, sebuah mobil sport putih tiba-tiba saja berhenti tepat di depannya.

Kaca mobil terbuka perlahan dan menampilkan sosok Alvaska dan juga Queenza di kursi depan.

"Hai Kana." Queenza menyapa ramah. Cewek itu merupakan sepupu dari Kana. "Belum balik ya?"

Kana menggeleng. "Belum. Gue lagi nunggu taksi yang gue pesen."

"Yaudah. Kamu pulangnya bareng kita aja. Rumah kita kan searah. Kamu mau?" Tawar Queenza. Cewek itu menoleh ke arah Alvaska yang memegang kemudi. "Nggak apa-apa kan kalau Kana pulang bareng kita?"

Alvaska menoleh ke arah Kana, menatap cewek itu tajam. "Nggak bo-"

"Boleh? Ayo Kana, masuk." Queenza memotong ucapan Alvaska. Cewek itu tau jika Alvaska menolak untuk mengantar Kana pulang. Tapi mau bagaimanapun, Kana itu sepupunya. Queenza tentu tidak tega melihat sepupu kesayangannya telat pulang ke rumah. Lagipula, awan nampak menghitam. Queenza yakin jika sebentar lagi turun hujan. Dia tidak mau Kana sakit akibat kebasahan.

Alvaska menatap Queenza tidak suka. "Lo apa-apaan sih?"

"Alva-"

Belum sempat Queenza menyelesaikan ucapannya, Alvaska sudah lebih dulu menancap gas, melajukan mobilnya--meninggalkan Kana di depan pagar sekolah, SMA Alantra. Cowok itu masih kesal pada Kana.

"Alva, kamu kok gitu sih? Kana itu sepupu aku," ucap Queenza pada Alvaska. "Kamu liat kan? Bentar lagi hujan. Apa kamu tega biarin Kana-"

"Gue nggak peduli." Alvaska memotong ucapan Queenza. Setelah beberapa menit di perjalanan, Cowok itu menghentikan laju mobilnya ketika sudah sampai di halaman depan rumah Queenza, sahabatnya.

Queenza hanya mampu menghela napas pasrah menghadapi sifat Alvaska. Jika Alvaska sudah mengganti nama panggilan mereka menjadi lo-gue, itu artinya cowok itu benar-benar tidak mau di bantah.

"Makasih Alva," setelah mengatakan itu, Queenza dengan cepat turun dari mobil Alvaska dan langsung memasuki area rumah mewah milik orang tuanya.

Alvaska memejamkan mata sesaat lalu kembali melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang, membelah jalanan kota padat pengendara. Ketika berada di simpangan jalan, hujan tiba-tiba saja turun begitu deras. Pikiran Alvaska entah kenapa langsung melayang pada Kana. Cewek itu pasti masih berdiri di depan pagar SMA Alantra. Seketika, hati Alvaska merasa tidak tega ketika membayangkan Kana kedinginan di bawah guyuran hujan.

Alvaska menggelengkan kepalanya, berusaha menghilangkan perasaan tidak tega di dalam hatinya.

"Kenapa gue harus peduli?"

Jdar!

Suara petir menyambar membuat Alvaska menghentikan laju mobilnya seketika. Cowok itu dengan cepat memutar balikkan mobilnya menuju sekolah, berniat untuk menjemput Kanara. Alvaska menghela napasnya kasar. "Gue kalah gengsi," cowok itu terkekeh.

To be continue..

988 word. Secuil jejak anda, means a lot_

ALVASKA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang