ALVASKA 08 [RELAPSE]

459K 52.3K 5.3K
                                    

"Senja nggak pernah salah, hanya kenangan yang membuatnya basah." -Kanara

Flashback;

Kana menatap hamparan taman bunga yang begitu luas dari atas batu besar bersama orang yang begitu di cintanya, Devano Alexa. Cewek itu menyandarkan kepalanya di pundak tegap Devan.

Devan melingkarkan lengannya di pinggang Kana. Cowok itu menarik sudut bibirnya, tersenyum ketika melihat wajah bahagia dari gadisnya. "Lo suka Ra?"

Kana mengangguk lalu memeluk erat pinggang Devan."Gue seneng, seneng, seneng banget." Kana mendongak menatap Devan sayang. "Makasih Dev."

Devano membalas pelukan hangat dari Kana begitu erat. Cowok itu menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Kana yang terbuka. Devano menghirup dalam aroma tubuh Kana yang begitu di sukainya. "Gue sayang lo Ra."

"Gue juga." Kana semakin mengeratkan pelukannya di tubuh Devan, tunangannya.

Flashback end.

Kana mengusap air mata yang mengalir di wajahnya dengan punggung tangan. Kenangannya bersama Devan terlalu indah untuk di lupakan. Tapi juga begitu menyakitkan ketika di ingat.

Jika Kana di berikan kesempatan untuk menjelajahi waktu, Kana ingin sekali kembali ke masa di mana dirinya dan Devan begitu bahagia. Menikmati waktu berdua hingga lupa akan segalanya. Mengingat masa-masa itu, membuat air mata Kana kembali mengalir jatuh. Cewek itu mendongak menatap langit malam yang dihiasi ribuan bintang dari halaman belakang rumahnya.

"Gue harap, lo bahagia di atas sana, Dev." Kana memejamkan mata -menikmati setiap detiknya tanpa seseorang yang begitu berarti dalam hidupnya, Devano Alexa. "Gue sayang lo."

--Alvaska--

Alvaska mengendarai motor sport putih Ayahnya dengan kecepatan tinggi, membelah jalan kota yang tampak sepi. Pagi ini, Alvaska berniat untuk berangkat sekolah lebih awal daripada hari biasanya. Pikiran cowok itu melayang entah ke mana hingga tidak menyadari jika seorang anak kecil tengah menyeberang jalan di depannya.

'Kenapa lo benci gue Va?'

Ucapan Alzaska tadi malam, langsung membuyarkan lamunan Alvaska seketika. Cowok itu menggelengkan kepala lalu kembali fokus mengendarai motornya dengan kecepatan sedikit melebihi batas. Dia menajamkan tatapannya ketika tidak sengaja melihat seorang anak kecil di depannya tengah melintas menyeberang jalan.

Tin! Tin!

Alvaska membunyikan klakson, berharap jika anak kecil itu segera menyingkir dari jalan. Bukannya menyingkir, anak kecil itu malah terlihat seperti orang kebingungan. Alvaska mencoba untuk mengerem, tapi rem motornya sama sekali tidak berfungsi.

Sial!

Karena tidak ingin mengambil resiko lebih, Alvaska memilih untuk menabrakan diri pada tiang listrik di samping trotoar jalan.

Brak!

Motor sport putih Ayah Alvaska terpental ke tengah jalan.

Alvaska melepaskan helm full face di kepalanya. Cowok itu tidur terlentang di atas aspal setelah terlempar beberapa meter dari motornya. Untung saja, Alvaska tidak mengalami luka parah. Tapi lengannya yang tidak terlindungi apapun sedikit tergores oleh aspal.

"Shh.."

Alvaska bangkit berdiri dengan perlahan. Cowok itu menyentuh lengannya yang terluka sembari menatap anak kecil di depannya tajam.

"Lo cari mati? Lo nggak denger suara klakson motor? Lo budek?!" Alvaska berteriak kesal.

Anak laki-laki itu sedikit tersentak saat mendengar bentakan dari Alvaska. Wajah polosnya nampak kebingungan.

"A-aku tadi-"

"Kenapa lo nggak minggir, bego!" Alvaska kembali membentak anak kecil di hadapannya dengan kesal. Cowok itu itu tidak peduli jika anak itu akan menangis karena bentakannya. Intinya, saat ini Alvaska benar-benar kesal.

Anak kecil itu menunduk dalam sembari memejamkan mata. "A-aku buta Kak. Aku.. aku nggak tau kalo motor Kakak-"

"Tunggu." Alvaska maju mendekati Anak laki-laki itu lalu dengan cepat menarik dagu anak itu agar balik menatapnya. "Lo bohong kan?"

Anak kecil itu menggeleng lemah. "Aku buta sejak lahir," anak laki-laki yang Alvaska perkirakan berumur sebelas tahun itu berkata parau. "Maafin aku Kak."

Alvaska mengambil napas panjang. Cowok itu seperti kehabisan kosa kata untuk mengatakan sepatah kata. Seketika, hati Alvaska dilingkupi rasa bersalah.

"Maafin gue. gue nggak tau kalau lo buta."

"Aku juga minta maaf Kak." Anak laki-laki itu menghapus air mata yang mengalir di wajahnya dengan punggung tangan. "Aku juga salah. Kakak nggak apa-apa kan?"

Alvaska menggeleng walaupun cowok itu tau jika anak kecil di hadapannya ini tidak mampu melihat hal itu.

"Gue nggak apa-apa. Lo mau kemana? Biar gue antar."

"Nggak perlu Kak. Aku bisa sendiri kok," balas anak laki-laki itu. Dia meraba jalan menggunakan tongkat lipat yang dia genggam di tangan kirinya. "Aku pergi dulu Kak. Permisi."

Alvaska mengangguk. "Hati-hati." Dia menatap punggung anak kecil itu yang perlahan mulai menghilang tertelan jarak. Cowok itu memilih duduk di atas trotoar sembari memungut helmnya yang tadi sempat terlempar ke tengah jalan.

Alvaska menatap motor sport putih Ayahnya yang tergeletak naas di tengah jalan. Cowok itu menunduk sembari megusap wajahnya kasar. "Huft."

Detik yang sama..

Deg!

Alvaska meremas dadanya yang tiba-tiba saja terasa begitu sakit. Cowok itu menggigit bibir dalamnya. Alvaska meringis tertahan dengan tangan yang meremas dadanya semakin kuat. Detak jantungnya pun tidak beraturan. Alvaska menarik napas panjang lalu di hembuskan secara perlahan. Hal itu Alvaska lakukan berulang kali hingga detak jantungnya kembali normal.

Alvaska menghela pelan sembari menekan kuat dada kirinya yang terasa begitu sesak. Cowok itu memejamkan mata. "Sebentar lagi.."

To be continue..

802 word. Secuil jejak anda, means a lot_

ALVASKA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang