ALVASKA 40

321K 39.3K 8.5K
                                    

"Ada luka yang nggak bisa gue sembuhkan dan ada kecewa yang nggak bisa gue hilangkan."

-Alvaska Aldebra Lergan.

Kana yang baru saja memasuki kelas langsung duduk di tempat duduknya yang berada di barisan depan. Di kelas, tidak ada siapapun selain Kana. Teman-temannya baru saja keluar dari kelas untuk mengikuti ujian praktek dadakan di lab kimia. Kana tidak perlu mengikuti ujian itu karena nilai ujian Kana sebelumnya sudah mencapai nilai di atas rata-rata; 99,8 nyaris sempurna.

Kana menyentuh perut datarnya yang tadi pagi sempat di usap oleh Alvaska di pinggir lapangan. Cewek itu merasakan sesuatu yang hangat menjalar di sekujur tubuhnya, seperti tersengat listrik tanpa rasa sakit setiap kali mengingat kejadian di pinggir lapangan outdoor SMA Alantra tadi pagi.

"Nggak. Gue nggak mungkin hamil anaknya Alva," Kana bergumam. Dia menggelengkan kepalanya, lalu menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. "Nggak mungkin."

Seketika hati Kana dikuasai rasa takut saat memikirkan kemungkinan jika dia mengandung anak Alvaska. Bisa-bisa, nama Kana di coret dalam daftar keluarga. Kemungkinan terparah adalah, dia di keluarkan dari sekolah.

"Kana."

Panggilan seseorang dari arah pintu masuk kelas membuat Kana seketika menurunkan kedua tangannya dari wajahnya, menoleh ke arah pintu dan tiba-tiba saja mendapati Gara tengah bersandar santai di pintu masuk kelas mereka.

"Kenapa?"

"Gue sayang lo." Gara bergumam.

"Maksud lo?"

Gara berdehem. "Lupain." Cowok itu berjalan mendekati Kana lalu duduk di bangku yang bersebelahan dengan Kana. "Ka."

Kana menoleh. "Hmm?"

"Gue mau tanya. Lo lebih suka Gara yang dulu atau yang sekarang? Ehm, maksud gue, gue ngerasa asing sama diri gue sendiri," ungkap Gara.

Kana menopang dagunya dengan tangan kanannya, menatap Gara lekat. "Jujur, gue lebih suka sama Gara yang dulu dibanding sekarang. Tapi, lo nggak sepenuhnya berubah kok Ga. Lo tetep Sagara Antariksa yang gue kenal, Garanya gue dan Devan."

"Gara.. ehm, maksudnya gue, gue seneng bisa kenal lo dan Devan," kata Gara. "Oh iya, Lo sempet ngebayangin nggak sih, Ka?"

"Bayangin apa?"

"Coba deh lo bayangin gimana reaksinya Devan setelah tau kalau Garanya berubah?"

Kana terkekeh. "Devan bakal mukul lo?"

"Itu sih pasti. Dia bakal mukul gue sampai gue balik jadi Gara yang dulu. Cowok lo itu sadis tau nggak?" Gara meringis.

Kana mengangguk menyetujui.

"Lo masih inget nggak pas acara pensi dua tahun lalu? Waktu itu, gue hampir ngebakar rambut lo di belakang panggung. Dan di situ, Devan bilang.."

"Lo nggak boleh pegang korek sampai kapanpun. Ngerti?"

Gara mengangguk polos. "Tapi sampai kapan, Devan?"

"Sampai lo mati."

Gara terkekeh saat mengingat kejadian itu.

"Devan emang sadis Ga." Kana memejamkan mata. "Tapi gue sayang."

--Alvaska--

"Demi apa Anjing?!" Fadel berteriak setelah mendengar cerita dari sahabatnya, Alvaska.

Kini, Alvaska dan keempat sahabatnya sedang berada di atas rooftop SMA Alantra, tepatnya di ruang rahasia milik mereka. Kelima remaja itu duduk berhadapan di atas sofa.

Alvaska bercerita jika cowok itu telah mengambil paksa kehormatan Kana dalam keadaan tidak sadar di salah satu club malam, empat hari yang lalu. Saat itu, dia merasakan sesuatu yang aneh pada tubuhnya, panas yang seakan membakar gairah. Otak dan tubuhnya bekerja di luar kendalinya.

"Lo beneran perawanin anak orang Njir?!"

"Serius bego!"

"Gila sih parah asw! Gue nggak nyangka sumpah," kata Raga tidak percaya setelah mendengar cerita dari Alvaska.

"Alva gue udah gede ya, ckck." Jazi terkekeh. "Rasanya gimana Va? Enak nggak?"

Raga menoyor kepala Jazi kesal. "Pikiran lo nggak usah ngelantur njir! Serius!"

"Gue juga serius Nyet!"

"Wah.. parah sih Anjing. Kalau si Kana hamil gimana? Kalau orang tuanya nggak setuju kalian menikah, gimana? Kalau bokapnya marah terus bunuh lo, gimana? Kalau bokap lo tau, habis lo Va! Lo juga tau sendiri kalau tiga hari lagi, Lo mau nikah sama cewek cantik yang namanya.. kecoa, eh bukan. Claudia maksud gue. Terus gimana? Gimana? Gimana?!"

Hening.

"Jawab dong woy! Woy! Woy!"

Alvaska yang tengah duduk bersandar di atas sofa meremas rambutnya frustrasi. "Gue nggak tau!"

"Lo harus nikahin Kana Va! Lo harus batalin pernikahan lo sama Claudia!" Kata Arkan yang duduk di sofa yang bersebelahan dengan Alvaska.

"Gue nggak bisa." Alvaska berkata parau. Cowok itu memejamkan mata. "Gue bener-bener nggak bisa."

"Kenapa?"

"Gue sakit Zi," suara Alvaska bergetar. Cowok itu meremas dada kirinya yang tiba-tiba saja terasa begitu sakit dan nyeri. Dia menggigit bibir dalamnya. Alvaska meringis tertahan dengan tangan yang meremas dadanya semakin kuat. Detak jantungnya pun tidak beraturan. "Gue ngerasa, hidup gue nggak bakal lama lagi."

Alvaska menghela napas perlahan sembari menekan kuat dada kirinya yang terasa begitu sesak. Cowok itu memejamkan mata.

Dan gue nggak mau Kana nikah sama cowok berpenyakitan kayak gue.

To be continue part II..

751 word. Secuil jejak anda, means a lot_

ALVASKA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang