ALVASKA 04 [DEV]

567K 61.1K 5.9K
                                    

"Nggak suka? No problem, karena hidup nggak untuk membuat semua orang tunduk." -Kana

"Kana!"

Kana yang baru saja akan menaiki motor sportnya langsung mengurungkan niat saat Alvaska tiba-tiba saja berdiri di depannya. Cewek yang memiliki tinggi hampir sama dengan Alvaska menatap cowok dihadapannya dengan tatapan malas. "Apa?"

"Minta maaf ke gue." Alvaska berdesis. "Sekarang," cowok itu menilai tampilan Kana dari ujung kaki hingga kepala. Kana di kenal sebagai cewek tomboy di sekolahnya, SMA Alantra.

Kana menaikkan salah satu alisnya tidak paham. Cowok itu menyuruhnya minta maaf? Atas dasar apa? Kana merasa tidak memiliki salah apapun pada Alvaska.

"Minta maaf? Nggak salah Lo? Emang gue ngapain sampai harus minta maaf sama Lo?"

"Lo lupa atau pura-pura nggak ingat?"

"Gue-"

"Gara-gara Lo, lutut gue luka. Dan karena itu juga pertandingan basket gue dan temen-temen gue hari ini harus di tunda sementara waktu. Dan itu semua salah Lo," kata Alvaska menyalahkan Kana.

Hari ini merupakan jadwal pertandingan basket SMA Alantra dengan SMA Garuda. Karena lutut Alvaska mengalami cidera, terpaksa jadwal pertandingan basket itu di mundurkan. Dan Alvaska berpikir jika itu semua adalah kesalahan Kana.

"Gue bahkan nggak ngapa-ngapain. Kenapa lo-"

Ucapan Kana terpotong saat Alvaska dengan tiba-tiba saja menarik pinggangnya kuat -nyaris membuat dahi keduanya bersentuhan.

Kana ingin berteriak memarahi Alvaska, tapi langsung ia urungkan ketika mendengar suara hantaman keras di samping tubuhnya. Dia menoleh dan sontak di kejutkan ketika melihat sebuah motor menghantam keras pagar sekolahnya.

Kana beralih menatap Alvaska tidak percaya. "Lo nolongin gue?"

Alvaska memutar bola matanya malas. "Menurut lo?"

Kana menatap Alvaska tajam. Dia melepaskan pelukan Alvaska pada pinggangnya kasar. "Modus!"

--Alvaska--

Kana menghapus darah yang mengalir di dahinya menggunakan punggung tangan. Cewek itu baru saja hampir kehilangan nyawa setelah tadi nyaris jatuh ke dalam jurang akibat ulah geng motor yang mengejarnya sampai ke dalam hutan. Untungnya, ada beberapa warga di sana yang menolong Kana saat nyaris jatuh. Walaupun cewek itu harus merelakan motor kesayangannya jatuh ke dalam jurang yang begitu dalam.

Setidaknya, Kana tidak kehilangan nyawa.

Kana mengambil napas panjang lalu berjalan perlahan ke arah rumah mewah milik kedua orang tuanya. Cewek itu melangkah menuju pintu utama setelah gerbang terbuka oleh satpam yang berjaga di sana. Saat hendak meraih handle, pintu rumah tiba-tiba saja terbuka dan menampilkan Barta, Ayahnya yang sudah bersidekap dada menatapnya datar.

"Mana motor kamu?" Barta bertanya dengan suara serak. Dia sudah terbiasa mendapati Kana pulang ke rumah dengan keadaan terluka. Entah itu di wajah ataupun di bagian tubuh lainnya.

"Di hancur in sama anak geng motor."

"Geng motor?" Kana bergumam. "Kamu punya masalah sama anak geng motor?"

"Nggak."

"Bohong."

Kana ber decak. "Bisa nggak sih, Papi percaya sama aku? Sekali aja. Sekali." Kana menjeda ucapannya sembari menarik napas panjang. "Mereka itu-"

"Cukup," potong Barta cepat. "Di mana motor kamu sekarang?" Kana tidak menjawab pertanyaan Barta. "Jawab papi Kana." Kana kembali tidak merespons pertanyaan Ayahnya. "Jawab atau Papi pukul?"

Kana tersenyum sinis. "Memangnya, Papi berani pukul aku?"

"Kana.." nada suara Barta terdengar mengancam.

Kana menghela napas kasar. "Motor aku jatuh ke jurang."

Barta menatap Kana tidak percaya. "Kamu itu anak perempuan. Tapi kelakuan kamu lebih parah daripada anak laki-laki. Apa yang harus papi lakukan supaya kamu berubah? Apa?!"

Kana tersentak kaget saat Barta tiba-tiba saja membentaknya. Dia menatap Ayahnya sekilas sebelum akhirnya berlari keluar rumah, mengabaikan teriakan dan panggilan Barta yang menyuruhnya untuk berhenti melangkah.

Kana terus berlari dan membuka paksa gerbang hitam rumah orang tuanya yang dijaga ketat oleh satpam. Setelah berhasil, dia kembali berlari dengan langkah tertatih ke arah trotoar jalan.

Malam ini Kana memutuskan untuk tidak kembali ke rumah. Dia menghentikan langkahnya di bawah pohon besar yang menjulang tinggi di pinggir jalan yang tampak sepi dan gelap yang mendominasi.

Setelah kematian Devan dua tahun yang lalu, Kana memilih menjadi sosok perempuan tomboy untuk menutupi luka dan mengatakan pada dunia jika dirinya baik-baik saja. Padahal tidak. Jauh di lubuk hatinya, Kana begitu terluka.

Dia kesepian.

Sendirian.

Dan begitu menyedihkan.

Kana memejamkan mata -menikmati angin malam yang berhembus kencang menerpa wajah cantiknya.

Devan adalah definisi bahagia bagi Kana. Sejak kecil, ia dan Devan menjadi sahabat hingga akhirnya memutuskan untuk berpacaran ketika mereka mulai beranjak remaja. Saat itu juga, Kana dan Devan memutuskan untuk bertunangan.

"Devan.." Kana tersenyum getir hingga tanpa sadar, air mata yang sejak tadi ditahannya mengalir turun. Kana merindukan Devan.

"Apa gue harus mati, supaya bisa ketemu sama Devan lagi?" Kana bergumam parau.

"Nggak perlu."

Kana membuka mata setelah mendengar suara seseorang dari balik punggungnya. Dia berbalik badan dan mendapati Alvaska tengah berjalan santai ke arahnya. Entah kapan Alvaska berada di sana, Kana tidak peduli dan tidak ingin tau. Cewek itu menghapus darah yang mengalir di dahinya dengan punggung tangan.

"Lo ngapain di sini?" Kana bertanya dengan suara serak.

To be continue..

785 word. Secuil jejak anda, means a lot_

ALVASKA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang