Kopidiot

252 41 6
                                    

Suatu hari desa kami
Terjangkit wabah kopi.
Menular dari kaki ke kaki.
Seruput sekali, orang bisa mati.

Konon, wabah itu berasal dari berak luwak yang menelan kopi yang belum masak.
Pandemi pun menyeruak dari harum kopi yang makin semerbak.

Pakde bilang, kami di rumah saja.
Jangan nongkrong di warung kopi.
Kopi kini menjelma jadi narkoba
Punya sebiji saja bisa masuk bui.

Sebagai penikmat kopi,
Tentu hal ini bikin kami menderita.
Mending mati karena kopi
Daripada hidup tapi mati gaya.

Setelah membulatkan tekad,
Kami keluar dengan modal nekat.
Kami berseru dengan percaya diri,
"Jangan takut sama kopi!"
"Wabah kopi cuma konspirasi!"

Setiap hari pengikut kami bertambah.
Memenuhi warung, kafe, dan tugas-tugas Pak Lurah.
Tapi belum sempat ngopi, mendadak kepala kami pusing berjamaah.

"Ini sih bukan wabah kopi," kata Bu Dokter. Menurutnya kami terjangkit wabah yang lebih berbahaya.

Saat saya tanya apa obatnya, beliau cuma bilang terserah.

(D. F. Rost, Juni 2020)

OnomatopoeiaWhere stories live. Discover now