🎵3

123 35 25
                                    

Suara mesin kasir membuat seorang perempuan muda sigap menyodorkan uang kembalian beserta bill pembelian.

"Terimakasih dan selamat menikmati, Kak!"

Aku tersenyum membalas ucapan kasir muda itu. Berputar balik melewati barisan antrian, aku putuskan untuk duduk di bagian luar dari warung es krim- yang belakangan ini booming sebagai markas nongkrong muda-mudi di akhir pekan.

Kalau ditilik lagi gaya interior bangunan warungnya -dari kaca mataku yang sama sekali nggak mafhum ilmu begituan- desainnya memang beda dari lainnya. Ada unsur cozy, modern nuansa Nusantara gitu.

Ralat!

Bukan hanya interior sih, penampilan luar bangunan yang ditata seperti kebun terbuka- bikin pengunjung serasa lagi masuk hutan, dalam bentuk mini. Bertolak belakang dengan letaknya yang berada di pusat kota.

Rindang di pandang mata tapi nggak seram walau menjadi pengunjung saat malam hari. Karena pencahayaannya cukup.

Selain itu, pada bagian minibar, kasir serta counter tempat memajang pastry sengaja dibentuk seperti warung memanjang.

Dan yakin deh, bukan hanya aku tapi tiap pengunjung yang melihat warung ini pasti seolah diingatkan pada bangunan rumah Minang.

Jika di bagian dalam dindingnya bergambar ala-ala komik dan univers emm galaxy? maka lain dengan spot di dinding taman. Lampu-lampu neon berbentuk tulisan, menyajikan estetik berbeda. Pokoknya, kalau buat yang senang berfoto-foto untuk dibagi ke medsos- ini tempat rekomendasi banget!

Puas meneliti sekitar, aku beralih menikmati dinginnya perpaduan antara rasa mint yang khas serta lumernya coklat di lidah. Rasanya itu sekitar mendadak sunyi. Ya walau ingar-bingar dan klakson kendaraan di padatnya lalu lintas malam menjadi backsound nyata.

Sepertinya benar kata Meira beberapa jam lalu. Aku harus mulai menjadwal ulang kegiatanku agar bisa meluangkan waktu untuk sekedar mampir dan bersantai ke tempat-tempat seperti ini lagi.

"Lagi pengangguran juga banyak gaya ih!! Mantengin laptop berjam-jam."

"Yeuh ... sewot amat neng! Aya naon sih? Meuni ampun raribut wae titadi? Suruh tunggu sebentar aja udah blingsatan. Daragdag-dirigdig teu puguh."

(Ada apa sih? Ribut aja sedari tadi? Diminta tunggu sebentar aja gak sabaran. Bolak balik nggak karu-karuan)

"Bilangnya bentar-bentar terus. Di tungguin dari zamannya Zulaikha mengejar cinta Nabi Yusuf sampe zaman bakso udah bisa beranak- nyatanya tetep weh teu kelar-kelar (tetap aja gak selesai selesai!)"

"Kenapa sih?"

"Cepetan mandi sana. Anterin aku ke Giri Prada"

"Tumben ngajak belanjanya mau magrib begini, kenapa?"

"Belanja sembako buat kegiatan lusa. Udah ah, wawancaranya lanjut nanti aja. Kamu mandi dulu Sen! Kebiasaan banget libur kerja, libur mandi!!"

"Padahal gaji sebulan lebih dari cukup buat bayar tagihan air, bayar listrik, beli sabun shampoo, meni pedi ala Gigi Hadid. Eh ... tetep weh males mandi. Heran!"

Aku tertawa sendiri ketika sepintas ingatan percakapan itu kembali terlintas. Meira berhasil menggeredku meninggalkan setumpuk pekerjaan yang harus aku setorkan besok sore.

Tak ingin terlihat kesepian, kuselangi kegiatan -menyuap es krim ke mulut- sambil berselancar di media sosial. Sesekali juga aku mengecek ruang pesan, siapa tahu ada chat dari nona cerewet, mengabari minta di jemput. Berhubung ponselku ini sudah berumur, kadang pesan baru masuk begitu saja tanpa adanya pemberitahuan. Jadi aku harus siaga, memeriksa secara manual berkala.

SENANDUNG (UP SETIAP SELASA DAN SABTU)Where stories live. Discover now