Chapter 15 | Padang Rumput Dan Athena

6.7K 348 18
                                    

~Earth~

Lil Dicky

.

.

.

'Sean terkadang tidak menyadari ada keindahan yang patut dihargai.'

_______________

Seharusnya Sean tidak mempercayai Albert. Pria gila ini membawanya ke padang rumput dan tepat di depannya ada sebuah gunung. Apa apaan ini! Untuk apa Albert membawanya ke padang rumput? Bahkan matanya hanya melihat warna hijau saja. Membosankan!

"Untuk apa tenda-tenda itu?!" tanya Sean kesal kepada Albert.

"Lebih baik kau bantu aku untuk mendirikan tendanya!" Albert berusaha sabar atas segala omong kosong Sean yang terus terlontar dari mulut pria itu. Sean benar-benar bisa menjadi sangat menyebalkan. Keparat!         

Hanya membutuhkan beberapa menit hingga sampai akhirnya tendanya sudah berdiri. Albert mengisi dalam tendanya dengan beberapa bantal yang ia bawa dari rumahnya. Albert juga mengalasi bawah tendanya dengan karpet. Sebelum ke padang rumput, Albert pergi terlebih dahulu ke rumahnya untuk membawa beberapa barang keperluaan.

"Sudah selesai," ujar Albert.

"Kau ingin berkemah? ini bahkan masih jam tiga sore, bodoh!" sinis Sean.

"Kau akan tahu nanti."

Albert memilih untuk duduk di depan tenda. Memandangi hijaunya rumput dan birunya langit. Sedangkan Sean sibuk mengumpat. Dan umpatan itu di tunjukan untuk Albert. Albert tidak ambil pusing. Memang terkadang Sean tidak bisa menyadari ada keindahan yang patut dihargai.

Keindahan di depan mata saja sulit untuk Sean sadari. Apa lagi dengan keindahan yang tersembunyi?

"Aku tidak habis pikir dengan ide milikmu!" Sean langsung menjatuhkan dirinya ke atas rerumputan. Umpatannya tidak berarti apa-apa. Itu hanya melelahkan mulutnya saja. Albert sudah kebal dengan jutaan macam umpatan.

Sean menarik napasnya dalam, lalu menghembuskannya. Mata hijaunya menatap ke langit biru yang penuh gumpalan awan putih. Indah. Kata yang tepat untuk apa yang sedang Sean lihat sekarang ini. Angin yang cukup kencang membuat rambut coklatnya tertiup kesana kemari. Kedua tangannya ia taruh di kepalan untuk menjadi bantalan.

Sejuk dan tenang.

Sean suka ini!

Seperti yang ia butuhkan. Matanya terpejam menikmati hembusan angin yang meyentuh kulitnya dengan lembut. Ternyata ini yang dimaksud Albert.

Tidak terasa sudah satu jam Sean menikmati keindahan alam yang tuhan ciptakan. Sean bangun dari tidurnya. Matanya menangkap Albert yang sepertinya ingin pergi entah kemana.

"Kau mau kemana?" tanya Sean.

"Mencari sedikit kayu untuk nanti malam. Kau mau ikut?" ajak Albert.

"Tidak."

Sean menunggu tiga puluh menit sampai Albert kembali. Entah dapat dari mana kayu-kayu yang ada di tangan Albert, namun pria itu selalu bisa diandalkan.        

Sambil meneguk segelas air putih, matanya terfokus oleh pelangi. Tidak terlalu pekat warna pelangi itu, tapi masih terlihat indah. Warna dari pelangi itu sangat menenangkan sekaligus mewarnai langit polos. Rasanya Sean ingin memiliki pelangi sendiri.

Arco Iris | TAMATWhere stories live. Discover now