2. Ngambek

3.7K 301 3
                                    

"Aku hanya ingin kesal, enggak benar-benar marah."

💖💖💖

“Andah, tolong bantu anterin pesanan!” seruan itu datang dari tempat yang letaknya berada di pojokan ruangan, dari arah konter Coffee.

Ada sebuah meja bar dengan tinggi sedada dari kayu yang dicat mengkilat masih mulus. Hiasan dedaunan palsu yang diletakkan di meja, bahkan pot bergantung, dan di mejanya banyak benda-benda berupa hiasan bungkusan kopi-kopi tradisional. Aroma kopi menguar di sekitar meja itu.

Tempatku saat ini yang berada tidak jauh dari sumber suara membuat cepat untuk sampai ke hadapan orang itu. “Iya, Bang Jay?” Aku menanggapi panggilannya.

Di balik meja bar yang dipenuhi pernak-pernik kopi, jenis-jenis kopi bahkan alat yang digunakan untuk menunjang pekerjaan membuat kopi ada seseorang pria berwajah tegang.

Pria itu menunjuk dengan dagunya. “Anterin ke D20, Hot Americano,” kata pria itu yang tampaknya sedang sibuk banget karena tidak biasanya dia irit bicara. "Thanks ya."

Namanya Sanjaya Halim, panggilan pendeknya adalah Bang Jay. Pria berusia awal 30 tahunan yang dipercaya keluarganya untuk mengelola kafe ini. Nama kafenya Tiramissyou. Pria lulusan S1 Manajemen dari sebuah universitas swasta itu mulai ikhlas menjalankan pekerjaannya. Bang Jay sudah berhenti mencari pekerjaan lain, padahal dulu masih sering berontak, saat disuruh oleh orang tuanya menjalankan bisnis ini.

Bang Jay menjalin hubungan jarak jauh dengan pacarnya yang berkuliah di Malang. Jarang bertemu dengan pacarnya membuat Bang Jay menjadi pekerja keras di kafenya. Setiap harinya dia sibuk seperti lebih lama waktu di kafe, dibandingkan di rumahnya sendiri.

Pria berambut tipis dengan semir kecoklatan dengan tinggi 170an itu kembali sibuk mengolah kopi di mejanya.

“Siapa nih hawa lagi panas gini ngopi panas-panas? Enakan juga yang dingin, pake ekstra es,” kataku
nyerocos, dan direspons oleh tatapan tajam Bang Jay.

“Pssst, jangan komen udah sana anterin! Di dapur udah nggak sibuk banget kan? Piring-piring bagian kamu udah dicuci? Tadi katanya Lesti, Zizah yang lagi pegang cucian piring, kamu anter deh ini buruan sebelum tamunya ngamuk marah-marah.” Bang Jay kembali memandangiku dan memberikan tatapan mengusir.
“Go! Cepetan.”

Saat sebelum bekerja paruh waktu, aku diperlakukan bagai pelanggan istimewa. Bang Jay bakalan nanya kabarku, mengirimkan pesan supaya main-main ke kafenya karena sepi, dan kalau aku baru datang bakal ditanya mau minum apa.

Beda kali ini, aku diperlakukan bagai bawahan olehnya. Aku jadi curiga mengapa Bang Jay tumbenan galak. Percaya deh biasanya dia kadang manis banget, dan usil.

“Tadi aku dipanggil ke depan buat nganter makanan disuruh sama Bang Jonny. Iya, sip, tenang Bos-ku!” seruku lalu berusaha membawa nampan kecil nan tipis itu.

Pergi meninggalkan meja bar konter coffee untuk berjalan menuju pintu halaman samping kiri.

Omong-omong di kafe ini ada empat bagian berbeda untuk memudahkan kami dalam mengantar makanan.

Untuk di daerah depan di luar pintu masuk depan diberikan nama sebagai A, bagian tengah dengan arena yang paling lebar adalah B, di bagian halaman samping kanan adalah Garden C, dan sisi kiri disebut Garden D.

Untuk ruang B ada ruangan lagi yang disebut sebagai VIP, letaknya berada di sebelah kanan masih berada di atap yang sama dengan bangunan B. Ruang yang VIP itu biasanya dijadikan tempat Bang Jay atau Jonny berkumpul sama teman-temannya. Ruangan VIP tersebut hanya digunakan jika kepepet saat waiting list tinggi. Dan ada biaya extra-nya untuk disewakan, maklum ruangan itu sangat cocok untuk yang ingin mengadakan acara privat. Biasanya sih sering dibooking untuk acara ulang tahun, bridal showers, acara meeting orang-orang kerja, dan lainnya.

PekaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang