17. Ujian Pertama Sadnight

787 100 7
                                    

Kafe Tiramissyou menjadi sangat ramai. Selain karena hari Sabtu menjelang malam, kehadiran Nindya yang juga membuat kafe lebih ramai dari malam Jum'at.

Aku sudah diminta bantuan oleh Bang Jay, agar bisa membantunya mengantar pesanan makanan saja, seperti yang dulu sering aku lakukan. Sebenarnya sudah ada karyawan tambahan baru, namun salah seorang karyawan lama sedang mengambil cuti tidak masuk untuk keperluan genting pergi ke luar kota.

"Ndah, anterin Chicken grill dan Sirloin steak. Ini juga dua gelas Jasmine Tea ini ke meja D19 ya," kata Jonny yang sedang sibuk untuk memeriksa pesanan yang sudah jadi untuk siap diantarkan oleh para pelayan. Cowok itu masih bertugas sebagai floor cheecking malam ini. Sedangkan Bang Jay sedang sibuk di konter kopinya membuat pesanan. Untuk yang biasanya bertugas sebagai pelayan harus sigap dan mengecek, karena Bang Jay dan Jonny terkadang tak sempet memencel bel.

"Iya, sip!"

Aku membawa nampan yang berisi makanan itu menuju pintu kiri di mana keberadaan bagian D berada, aku membawa makanan sudah hati-hati sebaik mungkin menghindari para manusia yang suka selebor berjalan meleng tak melihat.

Mencari-cari di mana letak D19 itu berada, karena sudah lama tak mengantar aku sedikit lupa. Aku berjalan menuju deretan meja yang paling belakang dari bagian stage. Saat masih berhati-hati menghindari orang yang lewat, aku mendapat tabrakan keras dari orang yang yang lewat di sebelah. Ada dua orang perempuan.

Aku menahan agar makanan dan minuman yang aku bawa tidak oleng apalagi tumpah, aku melotot tak bisa menyembunyikan kekesalanku. Soalnya minuman yang aku bawa sedikit terguncang sampai isinya keluar mengenai dinding gelas. Bagaimana kalau tamu melihat ada noda air di piring makanan?

"Kenapa lo melotot sama kita?" seru cewek berambut pendek, yang memakai tindik di ujung bibir sambil bersidekap menatapku meremehkan.

"Maaf Kak, hati-hati kalo jalan ya," kataku pelan, tapi dua orang itu sepertinya tak mau melepasku.

"Heh, pelayan doang jangan songong ya!" seru perempuan satunya yang berambut panjang dikucir satu.

Gerakannya cukup keras dan cepat dalam mendorong gelas di atas nampan itu, sampai tumpah membasahi makanan di sebelah gelasnya. Aku melongo saat gelasnya berguling jatuh sampai ke bagian lantai yang disemen. Gelas itu tidak sampai pecah, untung saja.

"Wah, gila lo ya! Kenapa lo marah sampe ngamuk ngerusak ni makanan pesenan orang?" makiku kesal.
"Gue cuma ngasih tau baik-baik kok!"

"Ada karyawan songong nggak punya attitude ngatain tamunya gila. Orang kayak gini dipekerjakan!" seru si cewek bertindik nunjuk-nunjuk wajahku yang sudah merah padam dengan hawa memanas. "Woi kacung, minta maaf lo sini sama kita. Mana manajernya gue mau ngomong?"

Aku mau mengamuk namun kalau menyerang, apa bedanya dengan mereka yang bar-bar?

"Yang salah kan lo-lo!" seruku balas menunjuk wajah mereka. Aku tidak takut karena aku kan tidak bakalan dipecat, hanya saja aku pasti tidak akan dipercaya lagi oleh Bang Jay.

"Salah lo kali! Jalannya pake mata!"

"Gue udah liat-liat hindarin kalian, tapi kalian bercanda! Woi, anak bocah lo ya anak baru gede nggak bisa liat tempat bercandanya main senggol-senggolan!" seruku keras.

Tidak aku sangka ternyata sudah ramai ditonton oleh pengunjung kafe lain yang sedang menikmati makanan, mau pun lagi nongki menunggu pesanan datang.

"Ada apa ini?" tanya seseorang yang muncul, Rifando menatapku penasaran.

Aku menjadi tidak enak lantaran bikin keributan di malam yang seharusnya indah dan menyenangkan ini. Belum sempat aku menjawab saking memikirkan penjelasan yang benar untuknya sudah muncul suara dari mereka.

PekaWhere stories live. Discover now