14. Undangan

894 100 21
                                    

Aku baru turun dari tangga di ruang keluarga ada Kelvin sedang bermain bersama kucingnya.

“Mau ke mana? Liat deh si Andah tumbenan bangkit dari magnet dunia,” setelahnya si Kelvin bicara sambil mengarahkan si Achel kepadaku.

Aku hanya diam saja melihat kelakuannya, bagaimana kalau kegilaannya tidak menular padaku yang bicara pada Encis dan Achel tempo hari. Aku sering melihat Kelvin bicara sama kucing-kucingnya.

Kini aku sedang ditatap penuh makna oleh Encis yang sedang rebahan di depan Kelvin. Achel juga lagi memandangiku entah apa yang sebenarnya dipikirkan. Tatapan Encis, kucing jantan itu seperti sinis dan ngeledek: tumben Andah pergi, biasanya juga males-malesan kayak kucing!

Eh, kenapa tuh kucing ngatain bangsanya sendiri?

Kini aku sudah bersiap memakai baju dress batik dengan lengan pendek dan bawahannya mencapai lutut, yang masih cukup muat, baju batik berwarna merah marun itu masih bagus. Aku sangat suka bajunya. Kadang aku masih sering memakainya, tak peduli itu adalah baju seragam untuk para keluarga alias bridesmaid pernikahan kakaknya Rifando, Bang Gara.

Baju seragam yang idenya dibuat oleh Istri Bang Gara, Kak Tifani. Sejujurnya kalau aku menemukan di luar sana memiliki batik yang sama dengan ini, pasti akan malu juga. Batik bermotif baju seragam nikahan itu juga dimiliki oleh Kelvin, Jonny, Rifando, dan Elda, adik Rifando.

Kemarin aku menolak menerima ajakan Rifando untuk pergi ke acara pernikahan Citra, berkat segala bujuk rayu Rifando, dan mengingat betapa baiknya cowok itu yang sering aku andalkan saat genting. Lagian pergi ke acara pernikahan juga menyenangkan, banyak makanan gratis.

“Hih, emangnya aku selengket itu apa sama kasur? Aku juga masih punya energi buat pergi tau, kalo nggak mager. Mau ke acara resepsi nikah orang, kayaknya kamu tau, apa sebenarnya diundang juga?” tanyaku memincing, sambil bangkitin berusaha percaya diri dengan baju yang ngepas banget sekarang.

“Hah? Siapa?” Kelvin bertanya sambil mengusap-ucap punggung Achel yang duduk di atas paha cowok itu.

Apakah dia lupa pernah membuat sahabatnya malu, dan nyaris mundur gara-gara kelakuannya?

“Temen SMA kalian, yang anak OSIS itu, Citra—yang itu.“

“Ohhh, Citra yang dulu bikin Jonny dikejar Fando sampe kepleset masuk got lapangan sekolah?” Lalu Kelvin tertawa heboh sendirian.

"Iya."

"Citra yang minta Fando masuk UI kan?" Kali ini suara Kelvin sudah berubah pelan. "Yang Ortunya cuma mau anaknya pacaran sama cowok yang sederajat pendidikan kampusnya. Bahkan pengennya Fando bisa lebih kuliah di kampus yang lebih tinggi dari UI?"

"Iya. Eh, hush kok jadi julid?" Aku ingin mencubit mulut Kelvin.

"Baru masuk kuliah aja udah dikotak-kotakin begitu menilainya. Cih, zaman sekarang masih banggain Kampus. Yang penting itu masuk ke dunia kerjanya nanti! Penghasilannya! Duitnya!" seru Kelvin emosi.

Sepertinya aku tahu mengapa cowok ini tidak mau menemani Rifando datang ke acara pernikahan Citra. Abangku begitulah orangnya.

"Psssst, jangan julid. Walau pun omongan Abang bener sih!"

“Assalam mu’ alaikum!” seruan seseorang yang masuk ke dalam ruang keluarga membuat kami menoleh.

Aku melihat Rifando memakai seragam yang sama sepertiku, atasan dengan batik merah maroon berlengan pendek membuatnya terlihat keren dan gagah, serta celana bahan warna hitam. Tangan cowok itu masuk ke dalam kantong, dan pandangannya tertuju padaku lurus-lurus. Cowok itu sedang tersenyum kecil.

PekaWo Geschichten leben. Entdecke jetzt