3. Damai

2.8K 244 11
                                    

"Saat pertemuan lagi dimulai dengan kata ‘maaf’, dan kembali berbaikan. Aku pikir karena kita percaya berselisih adalah hal yang biasa. Kami akan kembali bicara mulai seperti biasanya lagi.”

💖💖💖

Aku pergi ke dapur di sana ada Mbak Zizah yang sedang menjadi partner-ku kali ini untuk bagian kebersihan belakang dapur. Biasanya tugas akan diputar antara waitress dengan  mencuci piring.

Mbak Zizah sedang mencuci piring dan gelas dengan gesit, maklum perempuan itu karyawan yang sudah cukup lama terbiasa dengan pekerjaan serba cepat dunia makanan.

Perempuan itu memakai baju hitam. Benar, pekerja di sini baju seragamnya hanya warna hitam. Asal simple dan nyaman, berwarna hitam boleh digunakan.

“Mbak, tumben sepi ya?” tanyaku lalu dari luar terdengar suara Adzan Maghrib dari masjid yang tak jauh dari kafe.

“Nanti malem palingan baru rame. Ya enggak terduga kalo rame kebangetan sampe kamu sering bantuin kan.  Ndah, kamu nggak mau makan dulu? Biar nanti pas udah rame, kamu udah siap karena udah istirahat.” Mbak Zizah bicara sambil tangannya terus mencuci piring dan gelas.

Aku di sebelahnya membantu memindahkan gelas-gelas ke tempat untuk mengeringkannya.

“Jangan serius banget kerjanya, kamu cuma bantu-bantu aja kayak biasanya cuma dengan jangka waktu lebih lama,” kata Mbak Zizah lagi.

“Karena aku dapetnya duit, ya ini namanya kerja beneran Mbak. Aku temen akrabnya Bang JonJay bukan berarti aku sok bekerja dikit, banyakan mainnya daripada kerjanya.”

“Udah sih santai aja, kan ada waktunya sibuk banget pas rame. Kalo lagi senggang gini serahin aja ke karyawan yang full time,” tandas Mbak Zizah.

Aku kan tidak mau dicap sebagai orang yang jadi benalu, hanya karena aku temenan akrab sama Jonny dan Bang Jay jadi kerjanya malas-malasan.

“Andah,” sosok pria tiba-tiba muncul di pintu adalah Bang Jay. “Kamu nggak mau ambil jam break sekarang?”

“Nanti dulu deh,” jawabku dengan perasaan aneh.

“Dodi nungguin kamu istirahat.” Mengapa dia jadi resek terus mendorongku untuk bertemu dengan Rifando?

“Doyi Bang.”

“Emang kenapa sih sama Dodi? Berantem mulu kayak orang pacaran.” Omongan Bang Jay menyentuh ke relung hatiku.

Selanjutnya delikan mataku pada Bang Jay tak bisa disembunyikan. “Gapapa.”

Aku hanya menelan senyuman masam gara-gara ucapan Bang Jay yang pasti sudah tahu masalahku dengan Rifando.

Karena kami semua terlalu dekat, sepertinya masalah yang terjadi di antara kita akan jadi milik bersama. Alias bakal diketahui sama satu geng.

Aku tak tahu harus bagaimana, aku maunya sok menyibukkan diri dulu. Karena pertanyaan cowok di meja D20 tadi, aku tidak mau mengingat waktu luang. Aneh, sejak kapan aku tidak mau beristirahat?

“Diajakin ngomong buat menyelesaikan masalah, jangan menghindar terus,” kata Bang Jay serius.

“Dia waktu itu udah janji. Gara-gara dia ngelanggar, aku jadi kena amuk geng cewek itu. Malu dan sakit hati enggak sih diteriakin sebagai PHO?”

Kalau masih ingat aku dipermalukan seperti itu jadi kesal lagi, dan malu. Kesal tidak sih saat dimaki orang di depan umum? Mana sekarang imej perusak hubungan orang alias kasus perselingkuhan lagi jelek menjijikan banget.

PekaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang