19. Ribut

939 114 24
                                    

Aku di jam 11 siang ini sedang melipir ke perpustakaan mencari buku-buku untuk tugas, memanfaatkan jam yang dipaksa kosong karena dosennya izin tidak masuk dadakan. Aku dan para temanku yang sudah datang akan menunggu jam kuliah selanjutnya yang jam 1 siang nanti.

“Ndah, hari ini bisa ke kafe? Gue mau cerita, enakan kalo ngomong secara langsung.” Sebuah telepon dari Jonny itu aku terima sambil sembunyi ke tempat yang sepi.

Aku hanya mengatakan pada Jonny bahwa sedang di perpustakaan, tak mau berisik bicara dengan ponsel. Jonny memakluminya dan menyuruhku membalaskan jawaban dengan pesan saja. Ada kabar genting yang aku baru tahu, bahwa kemarin si Kelvin sama Rifando ribut di Garden D.

Aku ingin tahu cerita yang selanjutnya dengan meninggalkan perpustakaan, untuk pergi ke kafe Tiramissyou. Siang di kafe Tiramissyou masih sepi, sepertinya baru akan ramai nanti saat lewat jam 12. Saat masuk aku mendapati Jonny sedang berdiri di dekat meja kasir, sedangkan Bang Jay sedang sibuk di balik meja barnya.

“Bang, awas ya kalo boong? Aku udah bela-belain ke sini!” seruku begitu masuk tanpa menyapa.

“Hoi, kamu nggak kuliah?” tanya Bang Jay menoleh di meja konternya.

“Nanti jam 1 balik lagi, sekarang dosennya lagi kosong.” 

“Eh, udah dateng. Aku beneran kok mau ngasih tau infonya. Emang kamu enggak tau? Rifando atau Kelvin enggak ada yang cerita sama kamu?” Jonny menanyakan hal itu secara bersamaan nyerocos panjang.

Aku tidak tahu apa-apa sama sekali. Masih mencerna cerita Jonny.  "Gimana mereka berantemnya? Sampe baku hantam nggak?"

“Mereka ribut di D jam 8 malem, awalnya mereka keliatan biasa aja dateng buat ngobrol. Ternyata obrolan mereka makin kacau, sampe bisa bikin Kelvin kesel terus keluar tanpa pamit sama kita.” Jonny si cowok jangkung itu memasang wajah serius kala menuturkan apa yang terjadi.

Aku menggeleng, sungguhan tak tahu bahwa kedua orang itu ribut. Kemarin berarti mereka pergi tanpa sepengetahuanku? Dan setelah ribut tak ada yang cerita. Yang aku tahu keduanya sedang sibuk dengan organisasi, sedangkan aku juga sibuk dengan tugas kuliahku.

“Ributnya gimana? Gara-gara si cewek itu apa ada hal lain lagi?” tanyaku sambil duduk di kursi yang paling dekat dengan meja kasir. “Emang mereka ke sini ngapain tujuan awalnya?”

“Pas sebelum ribut kita nggak tau mereka bahas apa, yang tau masalahnya ya mereka pastinya.” Cowok berkaus polo hitam itu memandangku lekat.

"Ya belum tentu ribut dong," selaku heran.

Bang Jay datang menuju kami keluar dari meja konternya, “Tapi gue denger suara Fando ngomong ke Kelvin pas sempet nganter pesenan ke meja deket mereka, dia bilang; kenapa gue nggak boleh deket sama dia, kita fair aja gue cuma temenan sama dia. Kok lo yang marah?” Ulang si Bang Jay dengan nada yang dimiripin dengan suara Rifando.

“Nah, kayaknya beneran ngeributin cewek!” seru Jonny. “Di grup aja sepi ggak ada yang ngacau biasanya Kelvin suka random kirim video kucing, dan Fando ngirim meme."

"Serius? Mereka emang suka ledek-ledekan kali, bukan ribut. Mereka kan suka ngobrol sambil saling ngegas, dua-duanya suka ribut adu bacot."

"Kelvin pas cabut kagak ada omongan pisan, terus Fando agak lama duduk di Garden D. Pas kita samperin lagi Nyebat dan kesel mukanya. Kayak capek gitu. Kita tanyain masalah kuliah apa yang lain, katanya bukan itu. Pas kita tanyain Kelvin, kita malah diomelin jangan ikut campur.” Jonny kembali menjelaskan kejadian.

"Kalo disinggung Kelvin, terus dia marah jutek pasti ribut dong?" Bang Jay menimpali.

Mendengar dua orang itu ribut karena cewek membuatku sebal. Memang sejak dulu mereka juga beberapa kali pernah naksir cewek yang sama, tetapi keduanya sama-sama mengalah demi satu sama lain. Mengapa sekarang makin tua jadi egois?

PekaWhere stories live. Discover now