12

11 1 0
                                    

"Lo masih sama si Jaemin?"

Gue mengernyit bingung atas pertanyaan yang diberikan Doyoung. Pertanyaan itu secara otomatis mengingat moment dimana gue dan Jaemin jadi temen deket dari kelas 11 hingga ke tahap pendekatan dan berakhir di akhir kelas 11.

"Penting pertanyaan itu gue jawab?" Tanya gue balik.

"Nggak lo jawab juga gue udah tahu" jawab Doyoung yang masih memandangi situasi Jakarta di siang hari.

"Lo tahu darimana?" Tanya gue seraya membalik posisi badan gue untuk menghadap ke Doyoung.

"Penting untuk gue jawab?"

Gue menghembuskan nafas kasar dan membuang muka gue ke arah gedung-gedung yang menjulang tinggi itu. Gimana beresnya salah paham empat tahun lalu itu kalau masing-masing kita kokoh pada ego dan gengsi? Pusing tambah lapar melanda perut gue dari tadi.

"Nasi campurnya ada di meja dalem deket rumah hijau"

Si kelinci tahu kalau gue lapar? Apa suara perut gue kedengaran? Batin gue.

"Iya, thanks Doy." Tanpa a i u e o lagi gue langsung menarik tangan Doyoung ke bagian dalam ruangan rooftop ini.

Gue nggak peduli si Kelinci meneriaki nama gue, tinggal gue bungkam dengan satu suapan nasi dan sayur nangka pedas.

"Lo juga harus makan. Istirahat tinggal 15 menit lagi. Gue tahu lo udah menghabiskan energi buat menyeret gue kesini." Ujar gue seraya memotong daging ayam dengan sendok plastik. Takut patah sendoknya.

"Digigit aja dagingnya, nanti patah sendoknya, Moon Taeri." Ujar Doyoung yang mengambil hand sanitizer dari saku kemeja sekolahnya sebelum menyodorkan daging ayam itu ke mulut gue. Sontak kepala gue mundur ke belakang dan mengatupkan mulut.

"Kalau gitu makan aja daging ayamnya, gue udah makan separuh, eitss.. tapi nggak gue gigit ya. Tenang aja."
"Lagian kenapa lo cuma beli satu nasi campurnya?"

"Lo itu ya, udah dibeliin, nggak bilang makasih."

"Gini ya mas Doy, masak gue tahu kalau lo beliin ini buat gue, gue pikir lo beli nasi campur ini buat makan siang lo buat istirahat kedua, karena sayur nangka, ayam goreng dan segala kelengkapan makanan ini dipisah. Tadi kan gue udah bilang T.H.A.N.K.S, waktu lo kasih info ke gue dimana keberadaan nasi campur ini" Jawab gue, kemudian memandangi sendok yang gue pegang.

"Debatnya nanti aja, yang perlu dilakuin sekarang yaitu ngabisin nasi campur ini. Mubazir kalau nggak dihabisin. Entar nasinya nangis" ujar Doyoung yang mengambil satu sendok baru di plastik kresek bening itu.

"Bocil sekali bujukan kalimat terakhir lo" jawab gue dengan ketawa geli.

"Emang bener kan? Petani itu susah payah menanam padi yang nanti menjadi beras untuk kita makan. Terus para pedagang makanan kayak Bu Amin beli beras pakai u "

"Iya iya, calon menteri perdagangan" ujar gue sambil menyuapkan dadar jagung ke Doyoung.
"Habisin gih tinggal dua suapan" tambah gue.

Nasi campur ini akhirnya habis dan sedang dicerna oleh sistem pencernaan. Gue menahan haus setelah makan tadi, karena gue kelupaan bawa botol minum saat akan ke kantin. Nggak mungkin juga gue nyuruh Doyoung buat beli air minum, nggak tahu diri banget.

Gue dan Doyoung berjalan ke lantai satu dengan menyusuri tangga. Sekelebat pikiran terlintas di kepala gue untuk meluruskan salah paham empat tahun lalu, gue nggak mau menjalani hari-hari sekolah gue gini terus dengan perasaan mengganjal.

Nggak nyaman.

"Doy"

"Hmm"

"Besok lo ada waktu free?"

"Nggak yakin juga. Karena besok habis matematika peminatan, gue mau urus artikel yang gue ketik tentang Pensi 1 bulan lalu ke Pak Cahyo"
"Ada apa emangnya?" Tambahnya.

"Oh.. lo masih gabung di tim redaksi majalah?
" tanya gue dengan menoleh sebentar ke Doyoung.

"Enggak, kan artikel itu tetep gue kerjain walaupun anggota yang kelas 12 udah lengser di akhir semester genap termasuk saya. Karena itu masih tanggungjawab gue."

"Nggak salah kalau lo masih ditawarin buat ikut Sains Project from SHS."
"kalau gitu lain kali aja." Tambah gue yang  berjalan pelan membelakangi Doyoung.

Derap kaki Doyoung memenuhi koridor lab bahasa. Doyoung sedang menyamai langkahnya dengan gue dan sekarang berada tepat di samping gue.

"Penting?"

"Apanya?"

"Yang mau lo omongin ke gue nanti"

"Banget. Penting banget."
"Rasanya tanpa gue beritahu pun kenapa gue ngajak lo ketemuan, lo udah paham." Tambah gue seraya senyum. Gue berjalan mendahuluinya ketika sudah sampai di depan tangga menuju lantai dua.

"Gue duluan ya Doy. Gue pengen langsung minum air putih soalnya." Ucap gue saat sampai di depan ruang BK. Ruang kelas gue berada dua kelas dari kelas 12 IPA-2 yaitu kelasnya Doyoung.

Terlihat Doyoung hanya mengangguk sekali dan masih di luar kelas.
Perasaan gue saat ini berkecamuk gelisah, ragu, yakin jadi satu. Gue yakin salah paham empat tahun lalu itu akan selesai jika salah satu dari kita tak berpegang pada ego, membiarkan salah satunya dapat memberikan jawaban sejujurnya dan sebenarnya.

Gue terduduk di bangku panjang depan ruang kelas gue seraya memandangi pohon cemara yang menjulang tinggi hingga pucuknya terlihat sampai balkon kelas. Jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kiri gue menunjukkan bahwa waktu istirahat kurang 3 menit lagi. Terlihat beberapa siswa masih lalu lalang dan nampak sibuk dengan kepentingan masing-masing. Termasuk temen-temen sekelas gue yang kedengaran berisik karena Yuta dan Jaehyun tengah memainkan parody 'Mantenan', Yuta memakai jaket baseballnya sebagai veil dan Jaehyun menggandeng tangan Yuta disertai sebagian siswa lainnya baris memanjang seolah memberikan ucapan selamat.

Beginilah keseruan dan kekonyolan masa SMA. Mending banyak konten, daripada haus konten. Mending tetep di sekolah, daripada bolos sekolah, walaupun sudah 3 menit berlalu, sang guru belum menampakkan wujud.

Kenapa gue jadi deg-degan gini sih? Lo tinggal ngomong yang sejujurnya aja.

"Taeri"

Gue mendongak pada sumber suara yang memanggil nama gue. Sontak gue tersadar dari pikiran nggak jelas tadi. Memasang ekspresi biasa saja seolah nggak mikir apa-apa. Senyum yang terukir di wajah keibuannya membuat gue teringat ketika yang empunya senyum ini menghibur dan menenangkan gue kala itu.

Pernah kan kalian merasakan goyah ketika udah mantep-mantepnya pada keputusan yang diambil? Ini yang gue rasakan detik ini. Gue meremas ujung kemeja seragam dan mengiggit bibir dalam gue. Harapan, imajinasi dan bayangan yang pernah gue bentuk, sekelebat muncul, gue berusaha untuk menepis itu semua. Honestly, gue pernah berpikir kalau gue cuma melampiaskan perasaan gue ke dia. Gue sadar kalau itu jahat and that's the bad thing I'd been ever do.

Moon Taeri, you only have one heart and true feeling for one person. A person who always present when you needed. Be sure with your feeling. Batin gue.

Emang supporter paling baik itu adalah dari diri sendiri.

Moi et toi (?)| DoyoungWhere stories live. Discover now