23

8.5K 1K 218
                                    

"Berapa juta detik lagi aku harus menunggu pernyataan tentang perasaanmu terhadapku?"

***

Sudah setengah jam perempuan itu berdiri di depan ruang ganti. Michelle seharusnya masih bertugas sebagai P3K namun dia meminta temannya untuk menggantikan posisinya terlebih dahulu. Ada rasa ketidakenakan dalam dirinya apabila dia membiarkan lelaki itu, dia harus memastikan terlebih dahulu keadaanya seperti apa saat ini.

Beberapa saat kemudian Rifqi keluar dari ruangan tersebut sambil menopangkan lengannya di bahu Farrel. Sahabatnya yang satu itu masih setia membantu Rifqi untuk berjalan.

"Eh lo ngapain?" RIfqi terperanjat dengan kehadiran Michelle. Saking terkejutnya, lelaki itu hampir tidak bisa menyeimbangkan tubuhnya. 

"Chelle kok lo disini? Lo intipin siapa gila?" Farrel mengamati tubuhnya sendiri, dia sedikit ngeri dengan kehadiran Michelle di sini.

"Otak lu gak beres Rel, gue jelas ada tujuan ke sini. Lo bisa ninggalin gue berdua dulu sama Rifqi?" Pinta Michelle tanpa basa basi lebih lanjut.

Farrel memandang Rifqi yang ada di sebelahnya, mencari jawaban dari wajah sahabatnya. Rifqi mengangguk samar, secara tidak langsung dia meng-iya-kan keinginan Michelle. Setelah itu barulah Farrel meninggalkan mereka berdua di tempat itu, sebisa mungkin Rifqi menahan rasa sakit yang mulai menjalar kembali di kakinya.

"Ada apa lo ke sini?" Tanya Rifqi ketus tanpa basa basi terlebih dahulu. Tampaknya lelaki itu masih kecewa dengan perkataan Michelle sebelum dirinya bertanding.

Yang ditanya malah membisu. Mata gadis itu tak pernah lepas dari kaki Rifqi yang cedera. Michelle tetap setia memperhatikan gerak gerik lelaki itu. "Itu kaki lo gimana? Masih sakit?"

Rifqi mengerjapkan matanya beberapa kali, dia tidak salah dengar. Rifqi tidak pernah mengira bahwa perempuan itu akan menunggunya penuh dengan kekhawatiran, dia tidak pernah mengira bahwa Michelle akan sepeduli itu dengannya.

"Ya masih lah, kan lo yang bilang sendiri kalau kaki gue bengkaknya parah," Rifqi masih menjawab dengan nada ketusnya. Padahal sebenarnya hatinya sudah berbunga-bunga, ini kali pertama Michelle mencemaskan keadaannya. Apa perlu Rifqi terluka setiap hari supaya gadis yang dia sukai akan terus mengkhawatirkannya?

"Yaudah ayo ke dokter," ajak Michelle tanpa berbasa basi lebih lanjut.

"Sama lo aja, kan lo juga dokter."

"Masih calon," Michelle tersenyum masam. Akhir-akhir ini dia merasa sangat dibebani oleh perkuliahannya di fakultas kedokteran, beberapa nilai mata kuliahnya tidak sesuai ekspektasi. Sudah beberapa kali Michelle berpikir untuk mengundurkan diri namun dia mengurungkan niatan itu karena teringat oleh perjuangannya untuk memasuki jurusan favorit di kampus ini.

"Emang calon dokter gak belajar cara ngurut pasien yang terkilir yah?"

Michelle menghembuskan nafas beratnya. Kali ini Rifqi terlihat sangat menyebalkan di matanya padahal dia berniat baik ingin membantu lelaki itu. "Gak bisa sembarang urut Rif, takutnya ligamen kaki lo kenapa-napa."

"Eh emang kalau bengkak gini perlu disuntik gitu yah?" Rifqi mulai parno. Lelaki yang hobinya beradu jotos ini memang tak pernah menyukai jarum suntik.

Senyum Michelle mengembang, dia bisa melihat jelas dari raut wajahnya bahwa Rifqi ketakutan. Michelle berencana untuk sedikit menjahilinya karena barusan Rifqi tidak mau mendengarkan perintahnya untuk tidak melanjutkan pertandingan walaupun lelaki itu sudah membayar kesalahannya dengan sebuah kemenangan yang sangat indah. "Hmm bisa aja sih apalagi kalau urat lo ampe putus ya harus dioperasi lah buat nyambunginnya lagi."

CERITA LAMA BELUM KELAR - CLBK (IPA & IPS 2)Where stories live. Discover now