30

8.2K 939 187
                                    

"Selagi aku masih bisa berada di sisimu, tanpa sebuah kejelasan dalam hubungan kita itu tak menjadi masalah."

***

*P.s. Sambil dinyalain yaah temen-temen lagunya biar makin dapet feel ceritanya hehe.

Setelah terdiam selama belasan menit, akhirnya mereka turun dari mobil tersebut. Untuk terakhir kalinya, Michelle mengumpulkan semua keberaniannya untuk mengupas kembali kenangan di masa lalunya bersama sosok yang masih ada di dalam hatinya. Michelle juga berusaha untuk menenangkan dirinya sebelum mengenang memori yang paling menyakitkan dalam hidupnya.

Rifqi segera menghampiri perempuan itu. Lalu tanpa permisi lelaki itu langsung menggenggam tangan Michelle, mengisi sela-sela jari Michelle dengan jari jemarinya. Michelle tak memberontak sama sekali, genggaman itu membuat dirinya semakin tenang. Seolah-olah Rifqi menjanjikan bahwa dia akan baik-baik saja nanti. Seolah-olah Rifqi akan selalu siap untuk melindunginya kapanpun.

"Gue takut lo ilang nanti, jadi gue pegang tangannya gak papa kan?" Rifqi merasa sedikit canggung karena Michelle tidak bereaksi apa-apa ketika tangannya ia genggam dengan erat. Rifqi takut Michelle tidak nyaman diperlakukan seperti ini.

Michelle menarik kedua sudut bibirnya. Sebisa mungkin dia menahan tawanya. Baru kali ini dia melihat Rifqi salah tingkah padahal lelaki itu sering kali melakukan suatu hal sesukanya tanpa izinnya terlebih dahulu.

Rifqi ikut tersenyum. Seolah-olah Michelle barusan memberi sinyal lampu hijau kepadanya. Padahal Michelle tidak mengatakan apapun sebagai bentuk responnya. Tanpa berpikir panjang, lelaki itu segera menggiring Michelle ke tempat di mana semuanya baru di mulai.

Dari kejauhan, Michelle bisa melihat bahwa sekolahnya sedikit berubah dari segi bangunannya. Pagarnya kini dibuat lebih tinggi dari sebelumnya. Mungkin untuk meminimalisir terjadinya pencurian atau bisa jadi untuk tidak memberi celah bagi siswa-siswa yang terlambat masuk sekolah untuk menyelinap.

Michelle seketika jadi teringat dimana dia terlambat datang ke sekolah di hari pertama kepindahannya. Sebenarnya, sedikit tragedi itu sedikit memalukan karena pada saat itu posisinya adalah seorang siswa baru, untung saja dia tidak perlu diberi hukuman yang berat pada saat itu.

"Lo inget ga dulu lo telat masuk pas hari pertama sekolah," ujar Rifqi sambil mengamati perbedaan gerbang sekolah ini.

"Kok lo tahu? Lo udah ngomongin gue sama Aldino dari awal?" Michelle mengerutkan keningnya.

"Ya tahu lah orang gue yang bukain gerbangnya buat lo. Sebenernya gak boleh sih harusnya lo pada di tangkepin sama guru BK waktu itu tapi karena gue adalah ketua OSIS yang baik jadi gue bebasin," Rifqi sedikit menyombongkan posisinya dahulu pada masa SMA.

"Dih belagu amat, kerjanya gak bener gitu," ejek Michelle. 

Kenyataannya memang seperti itu. Rifqi yang statusnya sebagai seorang ketua OSIS memiliki kelakukan yang tidak patut untuk dicontoh oleh para siswa. Lelaki itu tidak pantas untuk dijadikan role model sekolah. Berbeda dengan Aldino, lelaki itu patut untuk ditiru oleh seluruh siswa International High. 

Namun entah kenapa mayoritas siswa mendukung Rifqi, sosok yang dikenal sebagai perusuh di  sekolah sebagai ketua OSIS. Beberapa guru juga tidak rela untuk memberikan jabatan itu kepada Rifqi awalnya, namun mau bagaimanapun juga mereka harus tetap bersikap objektif dan menerima siapapun untuk melanjutkan jabatan tersebut.

"Gapapa lah yang penting diingat sama semua orang, buktinya kan gue tetep masih hadir di ingatan mantan," ujar Rifqi dengan percaya diri.

"Pede amat, yang ada lo kali yang gak bisa lupain gue," Michelle mulai terbiasa lagi dengan sikap Rifqi yang terlalu percaya diri yang dilengkapi oleh gombalan-gombalan mautnya.

CERITA LAMA BELUM KELAR - CLBK (IPA & IPS 2)Where stories live. Discover now