Chapter 45

4.7K 242 0
                                    

Seperti yang kita tahu, hubungan Gabril dan Clara sudah membaik, mereka sudah kembali dekat seperti tidak ada yang terjadi diantara mereka sebelumnya.

Entah mengapa, mereka terlihat sangat membangun rasa persahabatan mereka kembali. Karna kini Clara mengerti Gabril, dan Gabril pun mengerti posisi Clara. Mereka sudah saling menghargai perasaan masing-masing dan tidak egois.

Mereka terlihat seperti dahulu kembali.

Tidak dengan Laura, Gabril tidak memikirkan seperti apa keadaan Laura sekarang, dia juga tidak memikirkan hubungannya bersama dengan Laura. Toh, kini persahabatan dirinya dengan Clara sudah membaik.

Jika urusan kekasih ataupun kisah asmara, Gabril bisa mencari gadis lain, gadis yang baik, yang belum pernah di sentuh oleh pria manapun.

Tetapi Gabril tidak berpikir untuk mencari pengganti Laura, dirinya masih belum bisa menerima gadis manapun yang belum dirinya kenal dengan dekat.

Layaknya dengan Laura yang hanya memerlukan waktu singkat untuk menjalin kasih bersama dengannya, Gabril takut dirinya yang mudah jatuh cinta ini memilih gadis yang tidak tepat lagi. Maka dari itu Gabril tidak ingin membuka hatinya untuk yang kesekian kalinya.

Laura sendiri kini sedang terduduk di belakang rumahnya, pikirannya berusaha untuk tidak memikirakan segalanya yang menyangkut kejadian di tempo hari. Hatinya begitu sesak dengan kenyataan yang benar-benar pahit saat ini.

Sekarang ini Clara tidak lagi menghubunginya, sudah tiga hari pula Laura tidak pergi sekolah. Rasanya Laura ingin menyusul Nenek dan Kakeknya di Australia.

Akankah Laura meninggalkan segalanya di sini?

"Kenapa semua ini terjadi sama gw?" Laura menunduk, menangis dengan tangan yang meremas rambutnya frustasi.

Sampai pada akhinya Ana menghampiri putrinya itu. Mendudukan dirinya di samping Laura, memeluknya dengan erat.

"Udah, Sayang. Kamu gak usah nangis lagi. Kamu mau apa supaya bisa tenang? Mama bisa beliin buat kamu." Ujar sang Mama yang tahu masalah Laura. Hanya karna ada seorang Mama yang bisa mendengarkan ceritanya, Laura menceritakan apa saja yang sudah terjadi kepadanya.

Masih dalam keadaan terisak, Laura menjawab lirih, "A-aku mau i-ikut bareng Oma sama Opa."

Sedikit kaget dengan jawaban sang putri, Ana mengerti, Laura butuh tempat yang bisa membuatnya tenang, serta lingkungan yang jauh lebih mendukung untuk melupakan semuanya.

"Kamu serius?" Tanya Ana memastikan, Laura hanya mengganguk lemah.

"Yaudah, nanti kita bicarain sama Papa."

❤❤❤

"Gabril... Gabril... Gabril." Reyga bergumam sambil menyebut nama Gabril, tangannya berputar memutar pisau berukuran besar di depannya.

Imajinasinya berputar saat dirinya memotong jari-jari Gabril dengan perlahan, menikmati rembesan serta cipratan darah yang akan memenuhi wajahnya. Rasanya pasti akan sangat menyenangkan.

Sejak dirinya break bersama dengan Clara, dirinya benar-benar menahan diri untuk mendekati Clara. Karna apa? Karna gadis itu sudah dekat lagi dengan Gabril.

Gila. Satu kata yang muncul di kepalanya. Bagaimana bisa gadis yang sangat dirinya cintai itu berubah menjadi bodoh?

Haha, tenang saja Reyga akan memulainya dengan perlahan.

Reyga tidak akan pernah membiarkan sesuatu yang pernah menjadi miliknya kini jatuh ke tangan orang lain.

Walaupun kenyataan berkata Clara kini lebih memihak kepada Gabril. Reyga yakin jika pria brengsek itu musnah, pasti di mata gadis itu kini hanya ada dirinya.

Reyga tidak akan pernah menyerah. Sampai nyawanya habis sekalipun, jika Clara sudah mengambil alih hatinya, Reyga akan melakukan apapun untuk memilikinya kembali.

Baginya, Clara adalah yang terakhir.

"Kapan gw bisa musnahin dia?"

Tidak ingin gegabah, Reyga berpikir, kapan waktu yang tepat untuk dirinya bisa menyeret Gabril lalu menghabisi nyawanya.

Biarkan Gabril menikmati masa-masa indah sebelum dirinya jatuh ke lubang neraka. Ya, mungkin seperti itu yang ada di otak Reyga.

"Reyga! Buka!" Suara itu membuat Reyga menoleh ke arah pintu kamarnya. Di depan kamarnya kini sudah ada Arya yang menunggu Reyga untuk membuka pintu kamar.

Tanpa ragu lagi Reyga bangkit, dan membuka pintu kamarnya.

"Papa mau ngomong sama kamu. Kamu turun sekarang juga, Papa tunggu." Ujar Arya dingin lalu kembali ke bawah.

Reyga hanya memutar matanya malas dan berjalan mengikuti Arya dari belakang. Di ruang tamu sudah ada sang Mama sedang duduk dengan gelisah.

"Mau ngomong apa sih?" Tanya Reyga agak malas. Perasaannya berkata tidak enak.

"Tentang perjodohan." Jelas Arya yang sudah pasti membuat Reyga muak.

Sambil bangkit dari duduknya, Reyga berucap, "Alah, gak penting."

Melihat sang anak ingin meninggalkannya, Arya dengan tegas menahan. "Reyga! Kamu bisa gak dengerin dulu kata Papa! Hargain kalau orangtua mau ngomong!"

Reyga menoleh malas, dan sang Mama, Kirana langsung menyuruhnya duduk kembali sambil mencoba menenangkan sang putra.

"Pa! Aku gak mau dijodohin! Aku bisa nyari pasangan yang cocok jadi istri aku nanti. Aku gak perlu bantuan Papa." Elak Reyga mencoba menolak perjodohan yang menurutnya konyol tersebut.

"Terserah kamu mau ngomong apa, yang pasti kamu gak bisa nolak perjodohan itu." Balas sang Papa tidak perduli dengan yang Reyga rasakan. Bagi Arya perjodohan yang sudah di rencanakan itu adalah janji, jika di batalkan sayang.

"Papa!" Rengek Reyga kesal, rasanya ingin sekali tangannya mengambil guci di lemari pajangan rumahnya dan melemparkannya hingga mengenai kepala Papanya.

"Sayang, Mama gak bakal nyuruh kamu nikah sama Reva lagi. Tapi bisa ya kamu nerima perjodohan ini?" Tanya Kirana dengan lembut berniat membuat Reyga lebih tenang dan bisa membiarkan perjodohan ini berlangsung hingga ke jenjang pernikahan.

"Sampai kapanpun aku gak akan terima sama yang namanya perjodohan. Aku gak perduli. Aku gak mau Papa sama Mama jodohin aku sama cewek manapun. Aku gak mau!" Tolak Reyga, nadanya begitu membentak. Seakan tidak perduli dengan posisi Arya dan Kirana sebagai orangtuanya, Reyga tidak perduli. Apapun keputusan orangtuanya untuk benar-benar menjodohkannya, Reyga tidak akan menerimanya.

Merasa muak dengan topik serta suasana di ruang tamu, Reyga lebih memilih bamgkit dari duduknya, mengambil benda tajamnya, dan menenangkan serta memuaskan hatinya dengan cara mencari seorang jalang.

Aryga mengepalkan tangannya kesal melihat kelakuan Reyga yang benar-benar tidak menghargainya. Reyga sangat tidak sopan kepadanya. Sejak dulu, Reyga tidak pernah perduli dengan apa yang dia perintahkan.

"Liat didikan Mama! Anak kita jadi gak pernah nurut kaya gitu!" Kali ini Arya meluapkan kekesalannya kepada Kirana.

Tak terima di salahkan, Kirana membalasnya dengan kekesalannya pula. "Lah, yang ada Papa gak pernah bener didik Reyga. Papa yang selalu merintah dia dari dulu. Papa yang selalu mengeberatin hatinya Reyga. Papa liat kan? Kan Mama udah bilang gak usah jodohin Reyga lagi! Nanti dia---"

Arya memotong, "Alah! Berisik, Mama!"

Sudah terbiasa bertengkar karna melihat sikap Reyga, Arya dan Kirana selalu meluapkan kekesalan mereka satu sama lain dengan berdebat dan cekcok satu sama lain.

Ganteng, Romantis, Tapi SadisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang