Chapter 55

4.1K 205 0
                                    

"Nonton film yuk, Sayang." Ajak Reyga, dengan sekantung plastik besar berisi camilan, Reyga membawanya ke meja dan duduk di samping Clara.

"Film apa?"

"Film action." Reyga menaikan alisnya dan menghidupkan film yang ingin dirinya tonton bersama dengan Clara.

Sang gadis hanya diam, sambil menonton filmnya yang sudah mulai.

Diawal-awal Clara masih menikmati film action tersebut, sampai pada akhirnya Clara menyadari atau bahkan melihat sendiri adegan sadis dari film tersebut.

"Reyga..." Clara menyembunyikan wajahnya dibahu Reyga, namun dengan cepat Reyga menepisnya membuatnya kesal. Sudah tahu dia sedang takut.

"Sakit, Sayang!" Pekik Reyga, Clara yang melihatnya hanya mengerutkan dahinya bingung. Sakit dari mana coba? Pikir Clara.

"Apanya yang sakit?"

"Bahu aku."

"Sakit kenapa?"

"Ada luka."

"Boong."

"Serius."

"Mana? Coba liat."

Dengan gerakan cepat Reyga membuka baju yang dia pakai membuat Clara ingin mimisan. Namun, luka dibahu Reyga membuat Clara tercengang.

"Lo kenapa?" Suara Clara bergetar, matanya juga memanas. Jujur Clara benci melihat yang seperti ini, Clara benci ketika dia melihat luka dibagian tubuh Reyga.

"Ah, cuma pisau nancep." Balas Reyga enteng dengan tawa ringannya. Berbeda dengan Clara, gadis itu menangis, Reyga sendiri malah dibuat bingung dengan gadisnya yang tiba-tiba menangis.

"Nancep pisau?" Reyga mengangguk, "siapa yang lakuin itu, Rey? Siapa!" Clara semakin menjerit, luka Reyga terlihat baru dan sangat dalam.

Melihat sang kekasih sudah banjir air mata, Reyga dengan segera mengelap air mata Clara menggunakan kedua ibu jarinya. "Yaudah gak usah nangis, Sayang. Aku gapapa kok."

"Gapapa? Itu lukanya parah, Rey! Kenapa gak ke Dokter?!"

"Aku gak sempet, Sayang. Nanti juga sembuh."

"Gak, Rey. Kita ke Dokter sekarang." Dengan gerakan Clara berdiri dari duduknya bersiap untuk mengajak Reyga ke Dokter.

"Gak usah, Sayang," Reyga menghentikan Clara, "percaya sama aku. Aku gak bakal kenapa-napa sama luka ini."

Clara menggeleng, air matanya senantiasa mengalir. "Tapi itu lukanya dalem, Rey."

Reyga hanya bisa tersenyum dan menarik Clara agar terduduk di sampingnya kembali. "Lukanya gak sedalam cinta aku sama kamu, Sayang." Goda Reyga.

"Reygaaaaaa!!!" Clara memekik kesal, gadis itu reflek memukul-mukul bahu Reyga yang sedang luka membuat yang dipukul meringis kesakitan.

"Akhh, aakhh. Sakittt!"

"Huwaaaaa... Maapin gw, Reygaaa! Hiks, hiks." Clara kembali menjerit, dirinya merasa bersalah dengan apa yang baru saja dia lakukan kepada Reyga.

Reyga hanya tertawa kecil lalu menarik sang kekasih ke dalam dekapannya, memeluknya, sambil menyandarkan kepala Clara di dadanya yang telanjang.

"Aku gapapa, Sayang," Tangan Reyga terus mengelus kepala Clara agar gadis itu bisa tenang, "jangan nangis kaya gini. Aku jadi bingung harus apa."

"Bego emang gw. Bego!" Clara memukul-mukul kepalanya sendiri sambil berguman tidak jelas. Reyga pun menghentikan tangan Clara yang memukul kepalanya dan beralih mengecup lembut kepala Clara.

"Udah jangan nangis, Sayang. Aku nya jadi sedih."

"Kenapa lo harus luka sih, Rey? Siapa yang bikin lo kaya gitu?" Clara menggigit bibirnya, membayangkan bagaimana benda tajam bernama pisau itu menancap dibahu Reyga. Rasanya pasti akan sangat menyakitkan.

"Gapapa, Sayang. Udah gak usah dibahas." Kata Reyga, pria itu melepaskan pelukannya dengan perlahan dan menghapus semua air mata yang membasahi pipi Clara.

"Kenapa gak mau bilang ih! Siapa yang bikin lo kaya gini, Reyga?!" Todong Clara yang penasaran dengan siapa yang berani melukai sosok kekasihnya yang memang psikopat.

"Bukan siapa-siapa, Sayang."

"Iya, siapa, Reyga! Apa jangan-jangan lo punya musuh, dan lo mau berantem pake pisau?"

Mendengar kalimat Clara membuat Reyga tertawa. "Nggak lah, Sayang. Musuh aku cuma satu yaitu Gabril. Hahaha."

"Reyga, iiihhhh!!! Gw serius!"

Jangan sampai Reyga membunuh Gabril suatu saat nanti. Pikir Clara saat itu juga.

"Nggak, Sayang. Becanda."

"Yaudah kasih obat lagi yuk." Dengan mata yang masih berkaca-kaca, Clara menggigit bibirnya berusaha menahan tangisnya kembali.

"Iya, tapi jangan nangis lagi. Aku gapapa kok."

"Lo mah, gapapa-gapapa. Itu lukanya dalem begitu juga." Entah mengapa Clara menjadi sewot.

"Ya trus, gimana?"

"Siapa yang buat lo sampe kaya gitu?" Tanya Clara lagi.

"Bukan urusan kamu."

"Dih? Lo itu cowok gw! Dengan apa yang terjadi sama lo gw harus tau. Lo ngehargain gw gak sih, Rey? Gw khawatir dan perduli sama lo. Kenapa dengan hal yang kaya gini lo gak mau bilang?" Balas Clara, dia mengatakan semua kalimat tersebut dengan alis yang mengkerut kesal.

"Kalau aku kasih tau, kamu mau apa? Gak mungkin kan kamu balas dendam dengan apa yang udah terjadi sama aku?" Clara terdiam mendengarnya untuk beberapa detik.

"Ya, bilang aja! Gw wajib tau, karna lo itu cowok gw," Clara menatap Reyga lekat, "gw tanya sekali lagi. Siapa yang berani buat lo kaya gini?"

"Bokap aku, kenapa?"

"Bokap lo?" Ulang Clara, dan Reyga hanya mengangguk menjawabnya, "kok bisa?" Clara masih tidak percaya.

"Lupain aja lah. Gak penting ngomongin dia." Reyga kembali memfokuskan dirinya ke layar TVnya yang masih sedang menayangkan film sadis yang tadi dirinya tonton bersama dengan kekasihnya.

Sebenarnya Clara masih ingin menanyakan apa yang sudah terjadi diantara Reyga dan sang Papa, namun dia urungkan niatnya tersebut.

Menit berubah menjadi jam, tidak ada percakapan diantara mereka. Reyga asik dengan adegan di depannya, sedangkan Clara memilih untuk memainkan ponselnya untuk mengalihkan pandangannya dari layar TV di hadapan mereka.

"Rey," Clara memanggil, namun setelah itu terdengar bel berbunyi. Tanpa basa-basi lagi Reyga bangkit dan membuka pintu apartemennya dan ternyata sosok yang menekan tombol bel apartemen Reyga adalah–

"Reva?"

Ganteng, Romantis, Tapi SadisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang