Dua Puluh Tiga

1.9K 217 8
                                    

Ujian untuk mendapatkan restu Zhi Xian gege tidak dilanjutkan. Sama seperti hukuman Kenneth untuk menjadi pacar pura-puranya Sebastian. Semuanya batal begitu saja karena insiden itu. Orang tua Sebastian sudah tidak lagi mencoba memaksa Sebastian untuk berkencan buta atau menjodohkannya lagi. Orang tua mereka sekarang lebih melunak. Kebahagaian anak-anak mereka bebas ditentukan oleh mereka sendiri, bukan orang tua atau bahkan orang lain.

Selama masa itu entah bagaimana Chris bisa mendapat celah dan menjadi lebih dekat dengan Kenneth. Mungkin hal itu bisa terjadi karena sikap Austin yang lebih dingin belakangan ini, diikuti juga Sebastian yang seolah menghindarinya juga. Kenneth hanya bisa berbincang leluasa dengan Reynard di tempat kerja. Sementara itu ketika di kampus, ia lebih sering bersama Chris. Lebih tepatnya Chris menghibur Kenneth, menemaninya.

"Apa yang lo lakuin bocah kecil?" itu Chris. Ia duduk di samping Kenneth yang sedang melamun di kursi taman fakultas.

"Kak Chris..." Kenneth hanya melihatnya sekilas lalu melanjutkan lamunannya. Namun ia harus menoleh lagi, "Apa yang kau lakukan?!" Bagaimana tidak, pipinya yang murung itu dicubit keras hingga membuatnya menjerit.

Chris hanya menunjukkan giginya yang berjejer putih rapi.

"Kau membuat pipiku merah." Kenneth mengusap-usap pipinya.

"Kenapa masih terus-terusan murung, hmm?" Chris mengusap pelan rambut Kenneth.

"Kau tau sendiri lah, Kak..."

Chris langsung menarik lengan Kenneth untuk berjalan keluar gedung menuju parkiran. Kenneth hanya mengikutinya lalu masuk ke dalam mobilnya Chris.

"Kita mau ke mana?" tanya Kenneth penasaran.

"Nanti lo tau sendiri." jawabnya sambil menancapkan gas.

Chris mengemudikan mobilnya ke sebuah gedung pertunjukan orkestra. Chris ini seorang dancer sekaligus pianis. Lebih tepatnya seorang expert pianist, pianis profesional. Ia selalu menjadi pianis utama dalam piano concerto ataupun permainan solo.

Ternyata Chris mengajak Kenneth untuk menonton pertunjukan musik klasik. Kali ini Piano Concerto No. 2 in C minor, Op.18. karya Sergei Rachmaninoff. Menurut sejarah, Rachmaninoff berhasil pulih dari depresi klinis pada saat itu dan akhirnya menulis concerto ini khusus untuk didedikasikan pada Nikolai Dahl, psikiater yang telah berbuat banyak untuk memulihkan kepercayaan diri Rachmaninoff. Chris berharap Kenneth juga mampu bangkit seperti Rachmaninoff. Tidak heran jika concerto ini disukai banyak orang karena diyakini mampu menyembuhkan, seperti halnya dokter.

"Suka?" Chris menatap Kenneth yang dengan saksama mendengarkan alunan piano itu. Lalu dengan cepat Kenneth mengelap pipinya yang entah sejak kapan basah.

Kenneth hanya mengangguk.

Setelah konser itu selesai Kenneth tak tahu harus bilang apa selain terima kasih. Ia tidak pernah tahu jika ada musik yang begitu menakjubkan seperti itu. Sementara Chris hanya tersenyum kecil menanggapinya, lalu mengantarkan bocah kecil itu pulang.

"Ah iya, besok lo harus datang di konser gue." Pesan Chris sebelum penumpangnya turun.

"Konser?" Kenneth mengerutkan dahinya.

"Konser seperti tadi, tapi tentunya dengan musik yang berbeda. Gue pianis utamanya loh. Awas kalo lo nggak dateng!" ancamnya, tapi sebenarnya itu bukan ancaman yang sesungguhnya. Chris mengatakan itu dengan wajah yang cenderung terlihat menggemaskan. Bagaimana tidak, bentukan Chris itu sedikit unik. Jika dilihat dari wajahnya saja dia sangat imut dan manis. Tapi kalau melihat ke bagian tubuhnya, sepertinya preman sekalipun akan ciut karena tubuhnya yang sangat atletis. Bahkan kemeja lengan panjang pun tidak bisa menutupi lekukan ototnya. Bisa dibilang Chris ini lebih atletis jika dibandingkan dengan Sebastian. Hanya saja mukanya yang lebih kalem membuatnya tampak sedikit lebih lembut.

Meteor Ga(y)den [END]Where stories live. Discover now