25. Terlalu Letih

15K 2.8K 1.6K
                                    

Bagian Dua Puluh Lima

Kadang terlalu mencari tahu, hanya akan membuatmu semakin dalam terluka—Randi

Semakin dewasa, kita akan semakin banyak belajar merelakan hal-hal yang hanya sebatas angan—Gerhana

Ada banyak kesedihan yang sembuhnya hanya perlu dengan kesendirian—Berlin

KALAU MAU POST QUOTE DARI CERITA INI KE IG, TAG IG AKU YA SENANDIRASA DAN BELLAZMR. NANTI AKU REPOST DI AKUN AKU HEHE! THANKS.

-Senandi Rasa-

Hamptons cafe, salah satu café di daerah Kemang bergaya New York menjadi tempat pertemuan beberapa petinggi BEM KM UI, biasanya memang setiap beberapa minggu sekali, mereka akan berkumpul untuk mendiskusikan beberapa hal. Karena di luar lingkungan kampus, biasanya kumpul ini tidak wajib. Siapa pun bebas datang.

"Tenang buat yang kali ini gue traktir," cetus perempuan berambut terurai yang menjadi pencetus kumpul bersama ini, Kayana.

"Traktir dalam rangka apa nih, kelulusan Mbak?" ledek Randi. Dia memang lumayan dekat dengan Kayana, mungkin karena di beberapa kali kegiatan kampus, Randi selalu berada di bagian kepanitian yang sama dengan Kayana.

"Iya dong. Lo sendiri gimana, kapan nih lulusnya biar cepat koas?" balas Kayana.

Pertemuan itu hanya dihadiri oleh sekitar sembilan orang, empat orang seangkatan dengan Kayana—angkatan 2015, tiga orang berada di angkatan yang sama dengan Randi—angkatan 2016, sedangkan duanya lagi angkatan 2017.

Randi terkekeh. "Gue mah santai Mbak, udah mulai nyusun sih ini. Nggak bisa juga cepat-cepat, kan masih jabat."

"Ah, lo semua ngapain sih ngomongin perihal kuliah di sini. Gue yang angkatan 2015, sudah mau detik-detik seharusnya lulus aja santai," timpal Jafar, dia mahasiswa Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyrakat yang tiap hari selalu pusing masalah kuisoner. "Di angkatan gue tinggal empat lagi malah yang belum lulus, termasuk gue."

Putra, teman seperjuangan Jafar yang tahu persis bagaimana sulitnya dunia perskripsian menepuk bahu Jafar. "Santai, lulus kuliah itu bukan masalah cepatnya, tapi tepatnya."

"Lo enak, sudah sarjana, Putra," delik Jafar. "Lha gue, di ujung batas status mahasiswa. Kalau tiap ngampus, dilihatin maba pasti mereka mikir, nih orang mahasiswa atau dosen sih."

Putra terbahak, "Mahasiswa atau tukang sapu, lebih tepatnya."

Sembilan orang yang berada di dalam lingkaran perkumpulan itu terbahak, seharusnya ... kecuali Gerhana yang sedari tadi hanya menyimak obrolan itu dengan pikiran melayang. Entah lah, dia tidak tahu mengapa dirinya sangat tidak berselera hari ini. Mungkin karena, surat magangnya yang belum dapat kepastian atau karena hal lain yang tidak bisa dia jabarkan.

"Eh, Ger, mau ke mana?"

Gerhana menegok saat dia bangkit dari tempat duduknya. Randi yang tadi bertanya, memasang tampang bingung. Disusul oleh senior, teman angkatan, dan juniornya yang lain.

"Keluar, mau ngerokok dulu, kalian lanjutin aja."

Lantas, tanpa mendengar lebih banyak obrolan dalam perkumpulan itu. Gerhana berjalan meninggalkan mereka, beruntung cafe juga punya bagian out door. Sehingga memungkina Gerhana untuk melakukan seperti apa yang pengin ia lakukan tadi.

Sampai di luar, setelah duduk di salah satu bangku. Gerhana mengeluarkan sebatang rokok dari bungkus rokoknya yang tinggal setengah. Dia memang bukan perokok aktif, yang tidak bisa lepas dari yang namanya rokok, tapi Gerhana selalu membawa rokok. Kalau kepalanya sedang banyak pikiran, biasanya dia hilangkan dengan cara merokok.

Senandi RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang