37. Strategi Perang

20.3K 3.5K 3.3K
                                    

Bagian Tiga Puluh Tujuh

Bukan hal yang mudah untuk memilih seseorang dan saat saya memilih kamu itu berarti kamu adalah sebenar-benarnya yang saya inginkan-A

Sedari dulu sebenarnya aku tahu, bahwa di matamu tidak ada pernah ada aku ... kosong dan tatapanmu itu, adalah tatapan tanpa rasa-B

-Senandi Rasa-

"Jadi gimana penilaian lo, Di?" Deano berbisik kepada Claudia yang manik matanya terus menatap ke arah Gerhana dan perempuan yang bersama dengannya.

Claudia tidak langsung menjawab, biasanya instingnya terlalu kuat dalam menilai seseorang. Opanya dulu sering sekali mengajaknya untuk ikut di kegiatan bisnis seperti main golf, berkuda, dan segudang kegiatan lainnya dengan clien sejak dia masih kecil, begitu juga dengan Deano dan Gerhana sebenarnya. Tapi bukannya belajar untuk memahami clien, biasanya Deano dan Gerhana malah terbuai untuk ikut bermain golf, kuda, dan kegiatan lainnya itu. Makanya saat dewasa, Claudia lah yang paling bisa memahami orang lain. Dan tampaknya, itu akan semakin berguna setelah mereka bertiga menjalankan bisnis keluarga.

Claudia terus memandangi perempuan di sebelah Gerhana itu, entah mengapa saat melihatnya, Claudia tidak bisa menemukan apapun untuk menilai, terlalu sulit. Selain satu fakta bahwa perempuan itu terlihat begitu cocok mendampingi Gerhana. Atau mungkin karena mereka memakai warna gaun dan tuxedo yang sama. Entahlah.

"Keturunan Cina?" Bahrain yang sejak tadi hanya nyemil dan main ponsel pun untuk kali pertama mengangkat kepala, dia menggantikan Claudia dalam urusan menilai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Keturunan Cina?" Bahrain yang sejak tadi hanya nyemil dan main ponsel pun untuk kali pertama mengangkat kepala, dia menggantikan Claudia dalam urusan menilai. "Emang opa bakalan setuju?"

Rania ikut menyeletuk. "Cantik kok." Meskipun dia sering bertengkar dengan kembarannya, Leon membalas ucapan Rania dengan angggukan.

Gerhana dan perempuan berambut pendek itu akhirnya berhasil sampai ke tengah-tengah mereka, tanpa Gerhana minta perempuan itu sudah terlebih dahulu menyodorkan tangannya kepada Rania, Leon, dan Bahrain yang hanya tersenyum miring.

Lantas, Berlin teralih pada Deano.

"Berlin," kenalnya.

Deano memandang Berlin dengan senyum lebar. "Salam kenal Berlin, nama yang bagus? Satu kuliah sama Gerhana?" tanyanya berbasa-basi.

Berlin mengangguk.

"Ambil bidang apa?" Claudia menyeletuk. Saat itulah, dia menyengol Deano untuk berhenti sok akrab dengan Berlin.

Berlin memandang Claudia dengan tatapan lurus, dia tahu bahwa sejak dia datang perempuan itu sedang menilai dirinya habis-habisan. Tapi Berlin tidak akan goyah hanya karena tatapan itu saja. Tangannya terulur untuk berjabat dengan Claudia.

"Kedokteran umum," sahut Berlin. Dalam perasaannya Berlin begitu gugup, tapi di luar dia tetap berusaha membuat dirinya terlihat tenang. Kalau dia gagal, maka perempuan bernama Claudia ini pasti akan senang karena sudah berhasil menurunkan kepercayaan dirinya.

Senandi RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang