8. It's Hurt

522 57 2
                                    

"Lo kebiasaan, Ran. Apa kurangnya Reta coba? Dia pinter, cantik, baik, penyabar, kalau kata gue sih, populasi cewek kaya dia itu cuma seribu satu. Tapi lo masih aja nyakitin dia cuma karena pikiran lo yang cetek itu." Ya, Ben kesal sekali. Jika saja Reta bukan pacar Aran—sohibnya, ia akan memacari Reta dan langsung  menjadikan gadis itu calon istri. Hm, jika saja.

Aran terdiam, membuat Ben menghembuskan napasnya panjang.  Kemudian cowok itu merangkul bahu Aran. "C'mon, gue yakin, empat tahun bukan sebuah hubungan yang harus dijalani dengan bermain-main. Makin ke sini harusnya lo harus lebih dewasa menyikapi masalah kalian. Bilang kalau lo punya masalah sama Reta."

"Lo nggak akan pernah tahu, saat di mana nantinya Reta lelah sama perjuangan dia ke lo dan dia milih buat pergi. So, cobalah turunin ego lo."

Aran larut oleh ucapan Ben barusan. Memang benar, hubungan yang sudah terjalin empat tahun ini bukan lagi arena untuk bermain-main. Aran benar-benar teguh mempertahankan Reta hingga sekarang, sebab Aran benar-benar mencintai Reta. Tapi sayangnya, Aran sendiri terlalu bermain-main dalam hubungan ini.

"Terus gue harus gimana, Ben?" Aran menoleh ke samping, menatap raut serius Ben. Cowok itu mengumpat dalam hati, Aran memang payah. Dia hanya suka membuat keributan tanpa mau menata ulang.

"Kejar, Bego!" sarkasnya sambil menggeplak kepala bagian belakang Aran dengan keras.

"Anjir, sakit, Tolol!"

"Tololan juga elo!"

Aran mendengkus, menyingkirkan lengan Ben yang berada di pundaknya lalu menghepasnya dengan kasar. Ia berniat mengejar, namun kalah oleh waktu. Reta pasti sudah jauh, tentu saja, ceramah Bendul terlalu panjang. Dan, bodohnya Aran baru sadar ketika Ben menceramahinya panjang lebar.

🌻🌻🌻

Reta bersimpuh, tubuhnya meluruh, air matanya jatuh. Sesak yang kini dirasa Reta.

"Ta, jangan nangis lagi ya?" Reta hanya menggeleng dengan mulut yang ia bekap sendiri. Ia berusaha untuk tak mengeluarkan suara tangisnya.

"Aran kenapa sih, By?"

Gaby menatap iba melihat betapa nelangsanya Reta. Ia terus mengusap bahu Areta. Hanya itu yang bisa ia lakukan. Memang apalagi yang bisa Gaby lakukan selain menenangkan Reta?

Hati Gaby ikut sakit menyaksikan Reta yang pasti merasa jauh lebih sakit. Bagaimana tidak, siapapun yang mempunyai kekasih tetapi malah fine-fine saja ketika digoda perempuan lain. Bersikap seolah, semua akan baik-baik saja dan tidak akan ada pihak yang terluka. Gaby dapat melihat bagaimana sikap Aran saat Reta datang kepada cowok itu.

"By, apa Aran udah nggak cinta lagi ya sama aku? Tahu gini, aku nggak usah susah payah memperjuangkan Aran, mending aku mundur aja dari lama."

"Ssst, udah ya, Ta?"

Jika sudah begini, Reta sulit ditenangkan. Satu-satunya orang yang bisa menenangkan Reta, sesungguhnya hanya Aran. Tapi coba kita lihat, dimana cowok brengsek itu? Bersenang-senang bersama cewek lain sementara gadisnya meraung-raung merasakan sakit hatinya sendirian?

"Apa aku harus minta putus sama Aran, ya, By?" Perlahan Reta mengusap pipinya yang jelas-jelas ketumpahan air mata begitu banyak. Kalimatnya mulai ngelantur, menurut Gaby.

Gadis itu menggeleng tegas, dadanya bahkan membusung, menunjukkan bahwa apa yang akan diucapkannya kali ini akan tegas. "Nggak! Hubungan kamu sama Aran udah berjalan 4 tahun. Aku paham, Ta, gimana berjuangnya kamu dengan hubungan ini. Jangan karena masalah satu cabe keriting busuk nggak tahu diri, kamu mundur!" Ia menolak tegas, jelas! Gaby sedang berbicara fakta dan mendorong Reta agar tak gegabah mengambil keputusan.

"Jangan biarin eksistensi pelakor makin go on top, sedangkan kamu, yang berjuang susah-seneng sama Aran mudah kehempas cuma karena hembusan angin pelakor yang bahkan mirip kentutnya Bendul!"

Areta melongo. Masih sempat sahabatnya itu melawak sedangkan Reta, ingin tertawa tapi bagaimana? Tidak bisa!

"Emang kamu pernah cium kentutnya Bendul?" tanya Areta dengan wajah sembabnya. Persis seperti anak kecil yang baru saja diberi iming-iming permen agar berhenti menangis. Nampak polos. Gaby menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak gatal, juga tak ada kutu yang hinggap di rambutnya yang terkuncir kuda. Hanya saja, perasaan akward tiba-tiba menyerangnya.

Menyingkirkan pertanyaan konyol akibatnya ceplosannya sendiri, Gaby perlahan memapah Reta agar berdiri. Ia bernapas lega, setidaknya Reta bisa tenang walau jelas gadis itu masih sesenggukan.

Jika tadi pagi ia dibonceng Aran, kekasihnya, maka sekarang beda. Nyatanya Reta ada di atas boncengan Gaby. Menikmati tiap hembusan angin yang menerpa wajahnya yang masih nampak sembab, yeah, Reta menikmati ini sekalipun bukan di atas boncengan bersama Aran.

Bodoh tidak, sih, jika Reta menganggap tadi Aran hanya khilaf dan nantinya Reta akan memaafkan kekasihnya?

Bodoh tidak, jika Reta akan tetap mencintai cowok itu sekalipun saat ini jelas, Aran seringkali menyakitinya? Reta percaya, Aran-nya yang dulu akan kembali. Aran-nya yang lembut dan tak pernah membentak Reta.

Aran sumber bahagianya, tapi, benarkah? Ya, Aran sumber bahagianya, juga sumber segala sakit di hatinya!

🌻🌻🌻

Aran pulang dengan perasaan kacau. Entahlah, sekarang ia merasa sangat bodoh. Tidak, tapi, ia sungguh tolol bertingkah seperti anak kecil. Ia menggeram frustasi, mengacak rambutnya. Bendul memang selalu benar ketika memberi nasihat dan pengarahan untuknya.

Pemuda itu benar-benar menyesali kebodohannya ini. Harusnya, tadi Aran langsung melenggang ke rumah Reta. Meminta maaf dan memberikan penjelasannya kepada Reta. Aran tak membayangkan seberapa sakit hatinya Reta.

"Anjir lah, kenapa lo bego, sih, Ran?" Sekarang ia baru menyesalinya. Ck, sungguh ia harus jalan dengan Audi? Bercanda?!

Ya, kamu memang bodoh, Ran

"Aran?"

Cowok itu menoleh, sedikit kaget dengan suara lembut yang memanggil namanya. Sang mama datang, lengkap dengan sekop kecil dan pot bunga di tangannya.

"Kamu sudah pulang?" Aran mengangguk lalu buru-buru turun dari atas motornya. Melangkah menuju sang mama untuk  menyalami Fifi, mamanya.

"Mana Reta, mama udah kangen banget sama dia. Bukannya kamu mau ngajak dia kemari?"

Tadinya memang begitu, tapi itu semua itu tidak jadi kenyataan karena kebodohannya.

"Ya Tuhan, kira-kira gue harus ngibul apa, ya, ke mama?" batinnya.

🌻🌻🌻

20 September 2020

maeskapisme x imdenna_

Luka untuk Luka [END]Where stories live. Discover now