15. Let's Begin!

389 43 27
                                    

Menghindar dari Gaby bukanlah suatu keinginan, tetapi keharusan. Memang, apa Reta bisa tertawa dengan Gaby setelah semua yang terjadi, dan memangnya, Reta bisa kembali tertawa lebar menyambut Aran setelah apa yang kemarin Aran lakukan? Jawabannya jelas tidak. Hubungannya dengan Aran kian merenggang, dan persahabatannya dengan Gaby, Reta sendiri yang memilih untuk memberi sekat.

Reta harus menahan diri ketika nalurinya secara spontan merujuk pada Gaby. Ia menahan egonya untuk meminta Gaby satu kelompok dengannya saat pelajaran Seni berlangsung. Reta memilih memisahkan diri lalu bergabung bersama orang-orang yang menurutnya terasa asing meskipun mereka satu kelas. Rasanya jelas beda saat biasanya Reta selalu bersama Gaby, tapi kali ini malah memilih bersama orang lain.

Luka di hati Reta kian menganga saat pagi tadi, dengan manisnya Aran membuka pintu mobil untuk Gaby layaknya memperlakukan seorang Puteri. Di situ Reta berpikir, jika Aran sengaja menjemput Gaby, persis sebagaimana mestinya seseorang berpacaran. Reta tersenyum miris, dia merasa seperti selingkuhan yang baru dibuang.

Berbeda dengan Reta yang berusaha menutup rasa sakit hatinya, Gaby justru tidak bisa berbuat apa-apa untuk menolak perlakuan salah yang Aran berikan untuknya. Mau disebut pelakor, Gaby tak pernah merebut siapapun. Sial, demi apapun ini semua salah Aran.

Saat ini, ketika bel istirahat berdering dan guru Seni itu sudah melenggang pergi. Aran sudah bersandar di depan pintu. Senyum Reta yang semula mengembang, luntur saat cowok itu menyambut Gaby dengan begitu manis.

"Kita ke kantin sekarang, Honey?"

Ada dua hati yang patah saat rangkulan mesra itu mendarat di bahu Gaby. Bendul. Yah, cowok itu baru datang, dan harapannya sudah langsung dibuat hancur lebur saja.

Gaby langsung menepis rangkulan Aran. Ia lantas berdecih. "Berhenti, Ran! Lo bikin Reta sakit!" pekiknya nyaring. Untungnya, yang tersisa di kelas XI IPA 1 hanya dirinya dan Reta yang terlihat sekali berpura-pura menyibukkan diri dengan buku. Mati-matian ia mengontrol diri. Pipinya sudah memanas, tahu apa artinya, bukan?

Reta akan bersikap tegar. Bohong jika Reta kuat, nyatanya ketergantungannya pada Aran, membuat Reta cukup lemah jika harus berdiri sendirian tanpa Aran. Dengan tarikan napas berat, Reta melenggang, mengabaikan Aran yang terus-terusan bersikap manja kepada Gaby.

"Reta!"

Aran selalu saja mencegahnya ketika hendak mengejar Reta. Gaby menangis dan langsung berjongkok di tempat.

"By, stop!" Gaby berdiri ketika beberapa saat kemudian memapahnya untuk berdiri.

"Hei, udah ya, jangan nangis lagi. Gue enggak suka lihat elo nangis." Lembut nan pelan, diusap bulir-bulir air mata yang membasahi pipi Gaby. Tatapan yang Aran berikan juga terasa teduh dan menenangkan.

Ben menyentuh dada kirinya. Sakit juga ya, rasanya. Belum sempet buat gue tembak, ditambah PDKT setengah modar, dengan gampangnya Aran dapetin dengan sekali seret.

Di toilet perempuan, Reta menatap dirinya di pantualn cermin besar ruangan itu. Seberapa sakit hatinya Reta, tidak bisa tergambarkan hanya lewat tangisannya saja. Di relung hatinya yang paling dalam, rasanya seperti tersayat benda tajam lalu diberi perasan jeruk, sakit juga perih.

🌻🌻🌻

"Enggak usah bersikap seolah-olah kita pacaran, Ran, gue bukan cewek elo!"

Gaby menepis saat Aran hendak menyuapinya. Sial seluruh penghuni kantin menatap heran ke arah meja mereka berdua. Mereka pasti berpikir buruk tentang ini. Sudah pasti, Gaby dapat cibiran tak mengenakkan. Bagaimana tidak? Seluruh penghuni Andala pun tahu jika Aran dan Reta adalah pasangan kekasih yang sudah menjalin hubungan lama, lalu di depan mereka ini? Gaby yakin, setelahnya ia akan dihujat habis-habisan.

"Elo pacar gue, By, berapa kali harus gue bilang? Jangan bikin gue marah!" desis Aran, membanting sendoknya dengan sengaja. Praktis, Gaby ikut terlonjak.

"Berapa kali juga gue harus bilang ini ke lo. Ran, lo pacar Reta, lo tahu persis dia siapa, sahabat gue Ran. Jangan buat gue merasa semakin jahat sama Reta."

Gaby melirik sekitar lalu menarik napas pelan. "Lihat tatapan benci mereka lihat kita kaya gini. Ini salah Ran—" Belum sempat kalimatnya tuntas, Aran sudah berdiri di kursinya, membuat seluruh perhatian kini terfokus ke arahnya. Gaby semakin was-was. Tuhan ... apa lagi ini?

"Denger lo semua, pasang kuping kalian baik-baik karena gue enggak akan ngulang buat kedua kalinya."

Bersamaan dengan ucapan itu, tepat ketika Reta baru saja singgah di sebuah stand kantin—dengan sekotak susu strawberry di tangannya— praktis langsung mencari letak sumber suara. Padahal tadinya, Reta sama sekali tidak tahu jika Aran ada di sana, duduk bersama Gaby.

"Jangan berani-berani ngomong hal jelek tentang pacar gue, Gaby, sebab gue enggak akan segan untuk buat perhitungan sama kalian semua!"

Grasak-grusuk itu kembali membuat suasana gaduh, apalagi saat mereka tahu, ada Reta, yang notabenenya adalah pacar Aran berdiri ikut menyaksikan pengakuan Aran barusan.

Salah satu dari mereka langsung menyeletuk karena saking gatalnya mulutnya. "Ck, ck, ck, ternyata tujuan elo sahabatan sama Reta cuma buat rebut Aran dari dia, By? Hah, lo mah lebih sampah dari pelakor, jijik gue punya temen satu angkatan yang kelakuannya kaya sundal!" Anak-anak lain ikut menyusul, rupanya mereka ship Reta-Aran.

"Berapa kadar pelet yang lo pakein buat dapetin Aran?"

"Dasar cewek enggak tahu diri, elo lebih rendah dari seorang jalang!"

"Gue jamin Aran sebentar lagi nyesel, lihat aja, By, elo jangan seneng dulu."

Gaby terisak, dan itu menimbulkan kemarahan Aran. Namun, ia tidak perlu mengajar mulut mereka satu-persatu, sebab, menenangkan Gaby adalah pilihan paling tepat.

"Maafin gue, karena melibatkan elo di posisi rumit ini, By. Tapi lo enggak harus merasa bersalah sama Reta, lo enggak merebut gue dari Reta, tapi gue yang minta elo."

"Tapi ini salah, Ran! Dan gimana bisa lo bilang gue enggak harus merasa bersalah sama Reta? Dia pasti sakit hati banget, dia juga pasti benci sama gue!" teriak Gaby begitu histeris. Aran langsung mendekap Gaby erat.

Jangan tanya apa Reta masih ada di sana. Sebab, Reta tidak akan mungkin bisa melihat ini semakin jauh lagi atau hatinya akan semakin sakit.

Gaby tahu jika ini salah, tetapi kenapa rasanya nyaman berada dalam pelukan Aran? Ya Tuhan, jangan biarkan ia semakin dalam melukai Reta.

🌻🌻🌻

Tertanda,

maeskapisme x imdenna_

Luka untuk Luka [END]Where stories live. Discover now