20. Terancam

352 37 19
                                    

•••••••••••🌻 Happy Reading 🌻•••••••••

Dari tadi, Reta tidak bisa berjalan dengan tenang. Banyak siswa di Andala yang memperhatikannya. Mungkin, mereka bertanya-tanya kenapa akhir-akhir ini Reta selalu sendiri. Semua itu ada karena dulu dia memang selalu bersama Aran. Tak heran kalau teman-temannya sangat penasaran, kemudian bertanya dan itu kembali membuka luka Reta.

Di saat seperti ini, semua hanya memikirkan tentang rasa penasarannya ketimbang peduli. Banyak yang dulunya tidak dekat dengan Reta, sekarang sok akrab hanya karena ingin tahu. Setelah bertanya dan mendapat jawaban, satu per satu akan pergi. Sayangnya, Reta tak sebodoh yang mereka kira. Selain pandai, dia juga cerdik. Cerita yang tak sesungguhnya menjadi obat penasaran teman-temannya.

Memang dalam hidup, sesekali kita boleh mencoba menjadi jahat.

"Cantik, sendirian, nih? Pangerannya ke mana?" tanya seorang siswa dengan seragam yang amburadul tatanannya.

Reta tak menanggapi. Dia tetap melanjutkan langkahnya untuk menuju kelas. Tak hanya cowok tadi sebenarnya, sebelum-sebelumnya sudah ada yang berlaku seperti itu kepada Reta. Akan tetapi, Reta yang tak biasa berinteraksi dengan orang-orang di sekolahnya, memilih untuk mengabaikan suara-suara itu.

"Jalan bareng, yuk, Ta! Nanti gue turutin apa yang lo mau."

Di tempat yang tak jauh dari Reta berjalan, sosok Aran yang juga sedang berjalan bersama Gaby lamat-lamat memperhatikan gerak-gerik Reta. Gerak tak nyaman dari gadis itu, membuat salah satu bagian dari hati Aran terdorong untuk menemui Reta. Namun, dia tidak bisa. Reta sudah bukan siapa-siapanya. Ditambah, kini di sampingnya sudah ada gadis yang tak kalah cantiknya dengan Reta, yakni Gaby.

Sesekali Aran masih mencuri pandang untuk melihat Reta yang berjalan dengan gangguan-gangguan di sekitarnya. Gaby yang peka akan gerak-gerik kekasihnya, mengikuti arah pandang Aran. Sebelah tangan Gaby yang tidak bertaut dengan tangan Aran terkepal. Hatinya dipenuhi kebusukan.

"Awas aja, Ta. Bakal gue buat Aran jadi milik gue seutuhnya," batin Gaby.

Gaby yang dulunya menjadi pendukung nomor satu hubungan Reta dan Aran, lihat saja sekarang. Dirinya malah menjadi penikung dan membawa Aran ke jalurnya. Hatinya buta dengan ketidaksempurnaan Aran yang belum tampak di permukaan. Mungkin, yang Gaby lihat Aran orang yang lembut, perhatian, dan sangat sayang kepadanya. Namun, tidakkah Gaby belajar dari kejadian Reta dulu? Di saat sahabatnya itu sering disakiti oleh orang yang kini berstatus pacarnya?

"Jelas Aran perhatian lebih ke gue, karena gue lebih dari Reta," ucap Gaby bangga, ketika dia berkaca di cermin semalam.

"Gab, aku ke kelas dulu, ya? Kamu belajar yang rajin. Nanti balik aku jemput di sini. Tunggu depan pintu, jangan ke mana-mana," ujar Aran cerewet.

Senyum penuh kemenangan muncul di wajah Gaby. Dia tahu Reta di dalam mendengar suara Aran. Makanya, dia sengaja menjawab dengan suara sedikit keras, "Iya, Sayang. Kamu juga belajar yang rajin di kelas. Aku enggak akan ke mana-mana, kok. Kan, setianya cuma sama kamu." Manis, sangat manis di luar, tetapi busuk di dalam.

Reta yang sedang membersihkan meja guru hanya tersenyum remeh. "Itu kata-kata yang sering Aran katakan ke aku dulu. Selain hobi nyakitin perasaan orang, kamu emang enggak kreatif, Ran." Reta terkekeh pelan. Dia tertawa dengan ucapannya dalam hati tadi.

Tanpa sengaja, kekehan Reta terdengar oleh teman yang duduk di depannya. "Hmm, Ta. Kamu enggak marah kalau Gaby sama Aran?"

Reta mengernyitkan dahinya. Tak mau kalah, dia sengaja mengeraskan suaranya. "Marah? Buat apa? Pelakor enggak pernah bisa di nomor satu, karena dia lebih rendah dari sampah. Benar?" Dia tersenyum ke arah Gaby.

"Awas aja lo, Ta!"

🌻🌻🌻

Hari ini Reta tidak ada yang menjemput. Ben sedang ada jadwal ekstrakulikuler, jadi dia tidak bisa nebeng. Alhasil, Reta naik minibus untuk pulang ke rumahnya. Bukan masalah untuk Reta menerima kondisi seperti itu.

Namun, parahnya Reta tertidur di dalam. Ketika dibangunkan oleh kernet, Reta gelagapan dan segera turun. Dia tidak memperhatikan sekitarnya. Kesadarannya baru terkumpul ketika dia membasuh wajahnya di salah satu keran di depan toko. Saat itu juga Reta baru tersadar kalau ini bukan area kompleks perumahannya. Dia sangat asing dengan tempat ini.

Reta berpikir, apakah dia salah naik bus? Akan tetapi, Reta rasa tidak. Dia sudah memastikan betul-betul kalau yang ditumpanginya tadi ialah bus yang mengarah ke rumahnya.

"Aku di mana?" gumam Reta.

Dia masuk ke salah satu gang. Sepertinya dewi keberuntungan sedang tidak berpihak kepadanya. Kenapa di saat Reta butuh, tidak ada satu pun orang di situ. Hanya untuk sekadar Reta tanya ini di mana pun tidak ada.

Dengan saliva yang tertahan di tenggorokannya, Reta melanjutkan langkahnya mesti tidak tahu ini di mana. "Mama," panggilnya lirih. Rumah-rumah di sekitar Reta juga seperti tak berpenghuni. Ini masih siang, tetapi lampunya ada yang menyala. Pintu-pintu tertutup dan di depan beberapa rumah ada rumput yang dibiarkan tumbuh lebat.

Reta semakin yakin kalau dirinya tersesat.

Srek ....

Langkah seseorang di belakang Reta, membuatnya menghentikan langkahnya. "Siapa di belakang?" tanya Reta was-was.

Tidak ada sahutan. Reta meremas jari-jemarinya. Dia ketakutan setengah mati. "Siapa pun di belakang,  tolongin Reta," pinta Reta lemah. Namun, lagi-lagi tidak ada sahutan.

Sebuah bayangan dapat Reta tangkap dengan matanya. Bayangin itu, Reta dapat hitung ada dua atau tiga orang. Semakin mendekat, semakin mendekat, Reta sudah bersiap berlari.

Di dalam hati dia akan menghitung sampai tiga, dan di hitungan ketiga dia akan berlari. Nahasnya, baru sampai hitungan kedua seseorang sudah menarik Reta kemudian membekapnya. Hingga Reta menutup mata, tak sadarkan diri, dan tak tahu dia dibawa ke mana.

Dan, ketika dia terbangun. Dia sudah berada di sebuah ruangan pengap dengan banyak barang-barang rusak di sekitarnya. Tak lupa, dia juga dapat menemukan sosok perempuan dengan kondisi tak beda jauh darinya. Tangan yang ditali, mulut dibekap, serta kaki juga ditali.

••••••••••🌻🌻🌻••••••••••

AN:

What's wrong with Reta?

Tertanda,

maeskapisme x imdenna_

Luka untuk Luka [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang