페이지 15

1K 183 19
                                        

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

.

.

.

Selasa, 2020

Pikiran Jaemin mulai terpecah belah saat menjelaskan sejarah Hitler di kelasnya. Belum lagi tatapan salah satu muridnya yang duduk di deretan ke tiga baris ke dua, menatap punggungnya sampai rasanya hampir bolong. Beruntung beberapa menit kemudian bel istirahat berdering nyaring. Membuatnya bisa bernapas lega sebelum menutup jam pelajaran dan meninggalkan kelas.

"Na Saem!"

Jaemin menghentikan langkahnya, berbalik. Sedikit terkejut melihat kehadiran Chenle, murid yang menatapnya saat dirinya menerangkan. "Chenle? Bagaimana lutut mu? Sudah sembuh?" tanya Jaemin bersikap senatural mungkin.

Chenle mengangguk kemudian tersenyum lebar. Ia menyerahkan kotak makan yang sejak tadi disembunyikan di belakang tubuhnya. "Terima kasih atas pertolongan Na Saem kemarin. Anggap saja ini sebagai ucapan terima kasih."

"Wah, terima kasih. Maaf merepotkan mu." Seru Jaemin. Menerima kotak itu tanpa membukanya.

"Na Saem mau makan bersamaku?"

Senyum Jaemin memudar. Ia menatap Chenle yang menatapnya dengan tatapan penuh harap. Ia pun menggeleng lemah. "Tidak bisa, Chenle. Akan ada rumor buruk kalau kita makan bersama. Tentu kau tidak akan suka."

"Aku suka Saem. Maksudku, aku tidak keberatan, Saem."

Jaemin hendak menolak. Saat ia memikirkan bagaimana caranya menolak, ia melihat gerakan Chenle selanjutnya yang membuatnya tidak bisa menolak. Gerakan saat Chenle mengusap tengkuknya. Mengingatkannya pada sosok yang sampai saat ini ia rindukan.

"Baiklah."

Sumpah serapah Jaemin ucapkan dalam hati setelah kalimat itu keluar dari mulutnya. Bagaimana bisa ia menerima ajakan makan muridnya sendiri?

 Bagaimana bisa ia menerima ajakan makan muridnya sendiri?

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Mereka berdua tiba di rooftop. Tempat yang aman agar tidak ada rumor buruk tentang mereka. Bisa saja ada orang iseng yang menyebarkan rumor Chenle dan Jaemin memiliki hubungan bukan? Karena itu Jaemin harus berhati-hati.

"Saem, ibuku membuatkan aku sushi. Saem tahu? Aku suka sushi. Tapi aku lebih suka hotpot" Seru Chenle sembari membuka kotak makan dirinya dan punya Jaemin.

Jaemin terdiam mendengar kalimat itu. Hotpot? Kenapa ia teringat Huang Renjun? Bukankah mendiang kekasihnya itu juga menyukai hotpot? Astaga kenapa ia jadi memikirkan Renjun?

Sebelum Jaemin kembali melamun, Chenle menyumpitkan potongan sushi dan bersiap menyuapi Jaemin. "Saem," panggilnya.

Dengan ragu Jaemin membuka mulutnya. Namun sebelum Chenle mengarahkan sushi ke mulutnya, ia lebih dulu menahan tangan Chenle, kemudian mendekatkan wajahnya dan memakan sushi tersebut.

"Saem, apa Saem punya pacar?"

Jaemin tersedak. Ia melepaskan tangannya dari pergelangan tangan Chenle. Meraih botol minuman dan meneguknya. "Kenapa kamu menanyakan itu, Chenle?"

"Hanya ingin tahu." Jawab Chenle singkat. Ia meletakkan sumpit, mendongakkan wajah menatap langit, dan menghela napas panjang.

Rambut hitam Chenle yang lebat tertiup angin. Seakan angin sengaja mempermainkannya agar Jaemin memandangnya. Rambut itu menutupi wajah Chenle, kemudian kembali menyingkir, memperlihatkan wajah manisnya Renjun.

Tunggu, Renjun?

Jaemin kembali mengerjapkan matanya, mengusak matanya kasar, memastikan apa yang ia lihat tidak nyata. Benar saja, begitu wajah Chenle kembali tertutup rambut dan tertiup angin, wajah manis Chenle kembali terlihat.

"Saem, seseorang berjanji padaku akan mencintaiku selamanya. Kira-kira apa janji itu bisa dipercayai setelah kami tidak bertemu selama delapan tahun?" Chenle menoleh menatapnya intens.

Tubuh Jaemin merinding. Ia tidak berani membalas tatapan Chenle padanya, beralih pada pemandangan di depannya.

"Aku juga mencintaimu. Selamanya akan selalu begitu. Aku janji."

Jaemin menoleh. Memberanikan diri menatap Chenle. "Zhong Chenle-" kalimat Jaemin menggantung saat Chenle kembali berbicara sembari tersenyum tulus.

"Itu yang dia katakan padaku sebelum kami berpisah. Aku percaya kalau dia akan menepati janjinya. Bukankah begitu, Saem?"

Debar jantung Jaemin mulai berdetak tak beraturan. Wajahnya memanas melihat sorot mata Chenle yang berbeda. Ia merasa amat sangat mengenal tatapan itu. Bahkan hanya dengan melihat tatapan itu, kejadian delapan tahun lalu kembali berputar.

Tidak. Semua tidak benar. Pria di depannya adalah Zhong Chenle, bukan Huang Renjun.

Tanpa banyak bicara Jaemin berdiri, melangkah pergi meninggalkan Chenle yang memandanginya sendu.

.

.

.

~♡~

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

~♡~

Back To First Love || 잼런 • 지천 [✓]Where stories live. Discover now