Interlude Pt.2

21K 3K 3.1K
                                    

Jisung ditempatkan di ruang perawatan yang berbeda dengan Yangyang. Mau tidak mau orang yang ingin menjaga atau menjenguk harus membagi waktu. Sementara Shotaro mendapat perawatan di rumah sakit yang berbeda, ia harus ditangani dokter spesialis kejiwaan. Adik Nakamoto Yuta itu terguncang saat tahu bahwa seorang yang sudah ia anggap saudara justru menjadi sumber malapetaka dirinya.

Si tampan kelebihan kalsium itu tidak mengalami luka fatal namun ia kehilangan banyak darah. Dokter pun menyarankannya untuk menjalnani rawat inap. Sama halnya dengan Yangyang, pemuda itu perlu waktu pengobatan yang lebih lama.

Masih dihari yang sama, namun pada waktu yang berbeda. Saat ini matahari hampir kembali ke peraduannya, menandakan senja telah bersiap menyingsing sang malam.

"Hah..." Sebilah bibir manis melenguh, dirinya tengah berbaring telungkup di sofa panjang kamar inap sang rekan. Tubuhnya lelah, pikirannya kacau, kejadian kemarin mengingatkannya pada seseorang.

Mengapa si manis Zhong itu disini?

Mereka berbagi tugas; Chenle menjaga Jisung sementara Lucas menjaga Yangyang. Haechan beserta Mark menemani Jungwoo ke kantor polisi pusat Seoul untuk memaparkan segala bukti dan kesaksian.

Sebelumnya ada beberapa anggota polisi yang datang kemari, tapi rupanya interogasi perlu tindakan lebih lanjut. Awalnya si manis bersikeras untuk ikut pergi, namun Haechan tidak memberinya ijin dengan alasan Chenle perlu istirahat.

"Sepi sekali." Entah gumaman bosan ke berapa yang sudah ia lontarkan. Tubuhnya letih tapi matanya tidak mau diajak kerjasama. Atau ia colok saja matanya agar terpejam? Hmm...

"Sampai kapan kau akan tidur, huh? Setidaknya temani aku mengobrol!" sewotnya namun Jisung tetap tak bergeming, pemuda tampan itu masih setia menutup mata.

Sebenarnya Chenle agak heran, sebelumnya Jisung mampu menahan efek bius dosis tinggi yang Choi Minho berikan. Lalu mengapa sekarang ia tertidur begitu pulas hanya karena dosis rendah anestesi rumah sakit?

Ia tidak berani menyuarakan hal tersebut. Ia cukup tahu diri bahwa luka-luka sang rekan juga disebabkan olehnya.

Mungkin dia sangat lelah, dia kehilangan banyak darah dan tidak tidur sedikit pun.

Itulah pemikiran si manis sebelum dirinya benar-benar bosan. Sudah hampir setengah hari ia terus berbicara sendiri. Jika pergi keluar ia takut Jisung tiba-tiba terbangun dan membutuhkan sesuatu. Ingat, Chenle harus membalas budi karena pemuda Park itu sudah menyelamatkan hidupnya dalam beberapa hari ini.

Ponselnya hilang entah kemana, televisi pun tidak banyak membantu. Ia justru semakin muak karena acara-acara tidak berkualitas yang tersuguh didalamnya.

"Aku bosan..." Chenle bangun kemudian berjalan pelan kearah ranjang pesakitan sang rekan. Bokongnya ia dudukkan pada sebuah kursi kecil lalu menumpu dagu dengan pandangan luar biasa lunglai.
Ia memutuskan untuk mengamati pemuda Park ini saja.

"Rambutnya halus sekali, apa dia selalu pergi ke salon rambut? Hmm... tapi selama beberapa hari ini, aku tidak pernah melihatnya pergi ke tempat semacam itu." Chenle memulai monolognya, tangan kanannya memelintir ujung rambut sehitam malam si pemuda Park.

Tatapannya lalu beralih ke bagian dahi dan alis Jisung. "Alisnya terlalu rapi untuk ukuran laki-laki." Cibirnya. "hidungnya juga sangat mancung, aku iri." Lanjutnya sebal.

"Ah!" Serunya tertahan, "dibagian ini kita sama! Aku heran mengapa laki-laki seperti kita perlu memiliki bulu mata yang lentik seperti wanita."

Chenle tidak suka. Netra heterochromatic-nya sudah indah, jika ditambah bulu mata lentik lagi maka keindahannya akan semakin terlihat nyata. Ia ingin terlihat seperti lelaki perkasa, bukan lelaki penganut lambaian pohon kelapa!

Chasing Antagonist | ChenJiWhere stories live. Discover now