Ageless Toxic Pt.1

25K 3K 4.3K
                                    

Gongryong eibisi~

Gongryong eibisi~

Gongryong gwa hamkke noraehaeyoo~

Mulutnya terus komat kamit sementara tangannya sibuk memaju-mundurkan miniatur T-rex. Benda tersebut ia dapat sebagai hadiah cemilan yang dibelinya tadi pagi. Dengan uang Jisung tentunya.

Gongryong eibisi~

Gongryong eibisi~

Gongryong ireum bulleobwayo~

"Auoooo...." Suara tarzan tidak ada dalam lirik sebenarnya. Tapi sedikit improvisasi sepertinya tidak masalah.

A! Ankylosauruseu~

B! Brachiosauruseu~

C! Compsognathus~

D! Deinonychus~

E! Elasmosauruseu~

F! Fabrosauruseu~

G! Gallimimus~

H! Hadrosauruseu~

I! Iguanodon~

J! Jakartasauruseu~

"Eh?" Chenle menghentikan nyanyiannya. Ada yang janggal dengan lirik terakhirnya, tapi seingatnya sudah benar kok.

"Jisung lama sekali." Celotehnya bosan.

Padahal baru dua hari terlewat namun pemuda tiang itu sudah memaksa pulang dari rumah sakit. Katanya; luka akan semakin manja kalau dibawa diam.

Ya. Lukanya memang tidak manja, tapi si pemilik lukanya lah yang semakin menyebalkan. Bayangkan saja, untuk membuka tutup bolpoin saja Jisung harus repot-repot meminta bantuannya.

"Sudah tau sakit, masih memaksa bekerja. Kalau kau mati aku tidak ikut campur." Bibir manisnya terus menggerutu sebal.

Ia tengah sendirian di ruangan Jisung karena pemuda tiang itu mendapat panggilan dari sang atasan. Si itu, Johnny Johnny yes papa...

Bermain ponsel sudah ia lakukan, tapi tetap saja bosan melanda karena tidak ada hal menarik yang bisa ia temukan. Bisa saja ia mengutak-atik komputer, tapi setelahnya Jisung akan menjewer telinganya karena bukannya untuk bekerja ia malah menggunakan alat elektronik tersebut untuk bermain gim.

Membaca buku? Ewh... Chenle alergi.

Membaca laporan kasus-kasus sebelumnya? Malas.

"Hey, Tuan T-rex." monolognya berlanjut. "apa benar kau dulu punah karena hujan meteor?" kebosanannya berujung pertanyaan random.

"Iya, benar." Suaranya sengaja dibuat berbeda, mirip pedagang bakso boraks yang dulu sering ia tonton di televisi. Sedangkan telunjuknya menekan kepala si benda mati agar tampak menggangguk.

"Jangan bohong, tidak mungkin kalian semua mati saat itu juga." Nadanya normal.

"Aku yang mengalaminya bukan kau, jangan sok tau."

"Kau berani mengataiku!" anehnya ia kesal pada ucapannya sendiri.

"Hahaha bodoh, kau pikir aku takut."

"Ya! Mati kau!" jemari mungilnya mecekik leher si miniatur penuh dendam. Setelah itu tubuhnya ia bawa berguling-guling di lantai, mirip orang berkelahi sungguhan.

"Hiyaaaaa.... mati!"

"Sepertinya aku harus mencari rekan baru, rekanku yang sekarang sudah gila." Pernyataan bernada sarkas itu menyudahi kegiatan si manis.

Chasing Antagonist | ChenJiWhere stories live. Discover now