101. Kejelasan 🎶.

101 9 0
                                    

Malam dimana perdebatan karena kesalah pahaman dan pengertian dari dita, membuat devit yang diam jadi ikut emosi, tapi masih menahan amarahnya karena devit tidak mau sampai dita makin salah pengertian.
"Terus kamu maunya apa?, dan bagaimana?" Ujar devit akhirnya kepancing juga amarahnya.

"Kenapa masih nanya si, sudah tahu jawabannya, masih nanya." Ujar dita kesel.
"Apa sih maunya kamu." Devit masih tidak mengerti apa yang di inginkan dita.
"Mau aku pisah sama mas dev." Dengan mata yang sudah berkaca-kaca, dengan terpaksa dita mengatakan hal itu, devit hanya bisa menahan lagi kepahitan ini.

"Jadi itu keputusan terakhirmu, mengakhiri hubungan dengan begitu saja. Baik, jika itu mau mu, tapi kamu harus izin dulu sama 4 saksi dalam pernikahan kita." Devit memberi Syarat pada dita.
"Apa, aku tidak percaya padamu, masa kita pisah saja harus minta izin sama saksi, mana dita inget, 4 saksi yang hadir waktu itu." Ucap dita ngotot.

"Kalo kamu tidak ingat lalu kenapa kamu selalu meminta berpisah terus dariku. Di buku nikah kan tercantum namanya, bisa kan kamu baca sendiri." Ujar devit mulai mengedurkan nadanya.
Berjalan mengmbil buku nikahnya. "Baik." Ujar dita, seraya membaca.

"Sudah kau baca, siapa saksinya."
"Tuan EJ." Dengan kaget dita hanya diam dan mulai mengedurkan nadanya.
"Minta izin sendiri sana! hubungi beliau, mas nggak mau ikut minta izinnya, karena ini kemauan kamu." Ucap devit yang tidak mau menuruti kata istrinya.

"Tapi inikan kesepakatan kita bersama."
"Sepakat bersama! apa mas gak salah denger, perasaan aku belum mengatakan aku setujuh atau mengiyakan ide kamu itu." Ujar devit.
"Jadi mas mau mempertahankan hubungan pernikahan, yang bahkan hubungan ini tidak jujur dan..." Tak bisa membendung emosionalnya dita langsung ambruk terduduk di lantai dan pecah sudah air matanya.

Devit berjungkuk di hadapan dita sambil merai dan mengelus kepala dita. "Dita pikirkan lagi sayang, jika itu jalan satu-satunya atau jika menurutmu itu jalan buntu, kita akan pikirkan cara lain, memperbaiki hubungan ini." Sambil mengelus lembut kepala dita.

"Tapi Dita cape mas, dita lelah. Ibu-ayah mereka selalu nanya, tapi dita jawab kalo pernikahan kita baik-baik saja tapi pada kenyatanya, hubungan kita di ujung jurang." Pecah sudah tangisan dita.

"Dita, bukannya mas gak sayang nggak cinta sama kamu tapi mas juga sedang mencoba untuk memperbaiki hubungan ini, tapi jika kamu tidak mau sama-sama membangunnya, hanya sepihak bagaimana akan utuh dan kokoh, jadi ayolah sama-sama kita bangun rumah tangga kita lebih kokoh lebih kuat, kamu percaya sama mas dan mas juga akan percaya sama kamu. Mas hanya mau kamu belajar untuk berfikir kedepannya, mas nggak mau kamu minta pisah setiap ada masalah besar atau kecil kaya gini." Ujar devit sambip memeluk dita.

"Tapi mas dita sudah nggak layak jadi istri kamu lagi." Ujar dita yang mengingat kata-kata vina waktu di pesta.
"Kenapa kamu bisa ngomong kaya gitu si sayang." Sambil masih membelai dita dalam pelukannya.
"Aku~aku..~ Aku tidak bisa hamil lagi kan mas, lalu kenapa kamu mau mempertahankan wanita seperti ini di sisimu." Ucapan dita terbatah-batah karena sudah sesegukan menangis.

"Dita, dengerin mas. Mau kamu tidak bisa hamil, tidak punya anak, mas akan tetap selamanya bersamamu, sayang sama kamu. Terserah apa kata orang mas nggak peduli, karena mas sayang sama kamu nggak akan ada yang bisa gantiin rasa sayang itu di hati mas, kamu percaya sama maskan." Melepaskan pelukan dan memengang kepala dita dengan membingkaikan tangan di sisi wajah dita seraya menghapus air mata dita untuk menyakinkan dita bahwa dirinya sungguh-sungguh mencintai dan menyayangi wanita yang ada di hadapannya itu.

"Tapi--mas mimpi dita semuanya hancur, semua yah hancur." Pecah lagi tangisan dita.
"Apa yang kau impikan mas akan wujudkan, kecuali seorang anak mas tidak bisa melangkahi kehendak tuhan sayang, mas tidak bisa menciptakan manusia, jadi mintalah yang lain kecuali minta itu dan perpisahan sayang, aku tak akan mampuh untuk memberikannya kepadamu." Sambil masih menagis sesegukan.

5 Menit kemudian...

Dita sekarang sudah agak tenang, sudah stabil lagi duduk di sofa berdua masih sama-sama diam membisu, tak ada kata satupun yang terucap hanya suara sesegukan dita yang terdengar.

Devit menarik nafas dalam-dalamnya. "Tidur sana, udah malem. Capek kan habis nangis." Kata devit memulai pembicaraan sambil membelai lembut kepala dita. Dita masuk kamar tanpa mengatakan sekatapun, devit ke dapur mengambil lap dan air untuk mengepel, es krim yang di buang dita tadi. Setelah itu melihat wastafel ya macet devit jadi membereskan itu dulu.

Jam 23.00 devit baru masuk kamar tapi tidak melihat dita tidur di ranjang, kemana?. Setelah di cari ternyata dita malah tidur di kasur kecil di bawa ranjang utama.

 Setelah di cari ternyata dita malah tidur di kasur kecil di bawa ranjang utama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Menghela nafas, tapi devit hanya diam. Berjalan mendekati dita yang wajahnya menghadap ke arah ranjang besar, devit tak banyak komentar ia lalu langsung masuk dalam selemut dan tidur di samping dita, itu membuat dita kaget.

"Apa yang kamu lakukan." Ujar dita.
"Aku melakukan apa yang kamu lakukan." Jawab devit sambil mendekap dita, agar jangan terus bergerak.
"Sepit si, udah kamu tidurnya di atas tuh ranjang lebar dan besar." Terus menyingkirkan devit.

"Kalo ada ranjang yang besar dan lebar kenapa kamu tidur di sini." Ujar devit menahan tangan dita.
"Aku mau ya disini sih, lepaskan."
"Ya sudah Aku juga mau di sini juga." Sambil mendekap dita lebih erat.
"Ih kamu itu apa-apa sih, udah sana pindah ke ranjang di atas." Masih memberentok.
Menahan tangan dita yang selalu mendorongnya pergi.

"Udah diem, sudah malem nih. Mau terus berdebat sampai pagi hem~"
"Ya kamu pindah, sana." Geret dita.
"Ini rumahku juga, mau pindah kemana?" Sambil memejamkan matanya, mendekap dita dengan erat dan kuat.

Beberapa detik karena sudah gak ada tenaga buat melawan devit akhirnya dita terlelap juga dalam tidurnya, devit terbangun melihat dita yang memunggunginya itu. ("Dita sudah tidur.") Dalam benak devit.
Saat sudah lelap devit mengendong dita naik ke atas ranjang utama.

Saat sudah di ranjang devit membelai kepala dita dan beberapa helai rambut dita, dan langsung mencium kening dita dengan dengan lembut, dan langsung menyelemuti dita dan devit pergi dari kamarnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Saat sudah di ranjang devit membelai kepala dita dan beberapa helai rambut dita, dan langsung mencium kening dita dengan dengan lembut, dan langsung menyelemuti dita dan devit pergi dari kamarnya.

"Bagaimana semua jadi tak terkendali seperti ini, semua di luar pikiranku memang." Ujar devit yang bicara dengan utaka yang langsung datang saat devit keluar dari pintu depan.
"Tuan, nonna pergi ke untuk mencari model buat tugas di pertengahan festifal perayaan kampus nanti, asrafan juga sudah tahu jika nonna sudah menikah. Bahkan nonna sendiri yang memberikan penjelasan pada asrafan, tentang pernikahannya."
"Lalu asrafan bilang apa?"
"Dia hanya pergi begitu saja pada malam itu tak mengakatakan apapun." Ujar utaka.

Bersambung...

Terimakasih.

Sabtu, 24 Oktober 2020.

Adikku Adalah Istriku: Kaulah Wanitaku(TAMAT) (DALAM MASA REVISIAN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang