46. Jealous again and again and again and again

17.8K 2.3K 581
                                    

Selepas makan malam, Cassy berada di ruang tengah bersama Max. Meskipun sangat ingin masuk ke dalam kamarnya, Cassy tidak bisa menolak ajakan menonton film.

Layar televisi telah menayangkan adegan konyol Scooby Doo, tapi Cassy malah tampak sekaku papan kayu. Dia tegang, sudah menduga apa yang akan dibahas jika hanya duduk berdua di sofa begini.

Pandangan mata Max masih tertuju pada film. Dia pura-pura tertawa meskipun baginya seluruh adegan di kartun itu sama sekali tidak lucu. Tertawa karena hal lucu sama sekali tidak dia tahu.

Dia lupa terakhir kali tertawa, bahkan tak yakin bisa benar-benar tertawa karena suatu hal. Selama ini dia selalu pura-pura, termasuk ketika saat masih kecil— dia tertawa palsu ketika melihat para pelayannya menghibur dirinya. Semua hal tak pernah menarik perhatiannya sejak kematian sang ibu. Semuanya hampa, itulah sebabnya dia bermain musik.

Akan tetapi semenjak bertemu Cassy, melihat wajahnya, mendengar suaranya, barulah ada yang terpercik dalam hati. Benih-benih cinta yang terlalu besar sampai membuatnya gila, tidak bisa mengendalikan diri, dan yang dia inginkan hanyalah ... Cassy.

“Jadi, Sayang?” katanya pada akhirnya sembari menoleh ke Cassy. “Kau mau jujur sekarang atau ketahuan belakangan?”

Embusan napas Cassy keluar dari mulut. Dia tidak yakin bisa berbohong lebih lama lagi. Akan tetapk dia berpura-pura bodoh dengan bertanya, “maksudmu apa?”

“Bagaimana kalau kita melakukan permainan jujur? Aku akan jujur padamu tentang apapun pertanyaanmu, dan aku pun akan bertanya padamu juga— tapi kita harus jujur.”

“Bagaimana aku bisa tahu kalau kau tidak menipuku lagi?”

“Ah.” Max menggeleng tidak menerima itu. “Kapan aku menipumu?”

Cassy tidak bisa menjawab, dia sendiri juga tahu kalau Max mungkin tidak pernah menipu— tapi semua ucapannya selalu menjebaknya. “Terserah katamu.”

“Kau tadi juga ingin bertanya sesuatu padaku 'kan? Aku? Keluargaku? Silakan tanya ... kau dahulu.”

“Aku ingin kau menceritakan tentang dirimu, keluargamu dan hubunganmu dengan mereka.”

“Aku dahulu anak pertama, lalu tiba-tiba menjadi anak kedua karena kedatangan Leo. Ibuku bernama Ermelinda, dia orang Italia, dan sudah meninggal dunia. Ayahku ... jika ini adalah wawancara sekolah, aku akan menjawab, dia pendiam, tak banyak bicara, pekerja keras, bertanggungjawab pada anaknya.” Max tertegun sejenak untuk menertawai ucapannya sendiri, padahal tidak ada yang lucu, bahkan Cassy saja bisa menebak itu adalah tawa kepedihan.

Seelah jeda beberapa saat, Max menghapus tawanya dan melanjutkan, “tapi berhubung kau bertanya padaku, jujur saja kujawab ayahku brengsek, tidak setia, dan berhubung aku lahir dari wanita yang tidak dia sukai tapi terpaksa dinikahi karena perjodohan, maka ketika anak dari wanita lain datang, posisiku sebagai kepala keluarga selanjutnya langsung lengser. Kau tahu dia beralasan apa? Karena Leo anak pertama tidak peduli walaupun anak haram ... padahal sudah jelas aku anak sah.”

Max benci menjadi orang kedua. Perasaan kepedihan itu datang langsung dari kedua matanya saat menjelaskan hal tersebut.

Hati Cassy pun sedikit goyah. Tatapan Max mengingatkan dia pada dirinya sendiri yang ... kesepian.

Obsessive Boyfriend [END] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang