41. Happy, Honey?

17.1K 2.3K 618
                                    

Cassy menikmati hari di sekolah tanpa masalah.

Max tidak menghubunginya. Dia sengaja hanya melihat dari kejauhan, juga menikmati senyuman gadis itu yang memiliki kelas baru. Akan tetapi, baru memperhatikannya dua hari—perasaan tidak nyaman kembali menyelimuti hati. Kedengkian, tidak terima dan tidak rela, semua senyuman tulus itu hanya ditujukan pada teman-teman baru, bukan dirinya. Apalagi, ketika dia berjalan melewati kelasnya yang terbuka, lalu sekilas melihat Cassy berbicara dengan laki-laki lagi.

Cassy yang secara insting mengetahui keberadaan Max, langsung mundur dan menjauh dari Andrew. Tadinya dia hanya berniat mengembalikan pena yang terjatuh, tapi sorot mata Max di ambang pintu kelas sangat mengerikan.

"Max ..." Dia mundur hingga menabrak ke pinggiran meja sebelahnya.

Setengah dari populasi sekolah adalah laki-laki, Max sadar akan hal itu. Namun, dia tidak bisa menerima lagi jika Cassy malah jatuh hati pada yang lainnya ketika Antony masih berada di rumah sakit.

Alih-alih memasuki kelas, dia memilih menahan diri dan pergi dari situ. Dia tidak berniat untuk mengganggu Cassy untuk sementara, tidak ketika pekerjaan kelasnya masih menumpuk. Meskipun begitu, dia berjalan di koridor seperti orang kerasukan, wajah tertundu dan mata tidak fokus. Dadanya berdebar kencang, rasa takut kehilangan menjadi besar lagi. Ada perasaan sesal memberikan kesempatan bebas untuk Cassy, seharusnya dia tetap menyekapnya di dalam rumah.

Andrew sempat melihat Max barusan. Dia lalu melihat wajah takut Cassy. "Ada apa? Kau pasti sangat mengenal Max—ya mengingat kejadianmu yang heboh itu."

Cassy berlari ke arah kursinya tanpa menanggapi ucapan tersebut.

Selama pelajaran berlangsung, pikiran gadis ini menjadi berkabut. Dia tidak suka pandangan mata Max tadi, terlalu penuh kedengkian. Lagi-lagi, perasaan gundah ini kembali terjadi, rasanya seperti bernostalgia, keberadaan Max membuatnya tidak bisa berteman. Dimanapun ia berada, jika ada laki-laki itu, dia yakin segalanya akan berada di neraka.

Bel pulang telah berbunyi.

Cassy lebih dahulu mengangkat tas, lalu berjalan keluar kelas tanpa berbicara dengan siapapun. Dia terlalu takut jika tiba-tiba bertemu Max. Selama dua harian ini dia sudah menikmati udara bebas, dan tidak mau merasakan ancaman lagi.

Dia berjalan cepat menuruni anak tangga, lalu menuju ke pintu keluar gedung sembari pandangan mata yang memperhatikan wajah-wajah murid lainnya. Hatinya sempat lega karena tidak melihat satupun orang yang dia kenal, kecuali ...

Abby.

Gadis itu muncul dari kerumunan murid lain yang berjalan dari arah sebaliknya. Dia sengaja menghadang langkah kaki Cassy. Setelah bertengkar hebat dengan Max, dia masih belum bisa memahami semuanya. Fantasi kebahagiaan yang telah diciptakan Max sulit sekali dia lupakan. Dia yakin semua ini dikarenakan Cassy merebutnya.

"Hello," sapanya.

Daripada memulai perseteruan, Cassy melangkah mundur, bersiap pergi lewat pintu belakang. Dia tidak mau terlihat berdebat di saat masih banyak murid yang berlalu lalang keluar gedung.

Abby buru-buru meraih lengannya. Seperti biasa, dia menjadi sangat agresif karena kekecewaan yang mendalam. "Kenapa kau ketakutan begitu? Aku tidak sedang ingin membicarakan caramu merebut kekasihku, aku hanya ingin tanya, dimana River? Kau pasti tahu 'kan?"

Cassy menepis tangan itu. "Aku tidak tahu." Dia berjalan cepat menuju arah sebaliknya menuju pintu belakang.

"Hei, aku tahu kau ini pembohong, tapi ini masalah serius, kau apa'kan River? Dia tidak masuk kelas selama beberapa hari ini.Ulah jahatmu membuat kami semua hancur, dan enak sekali kau, ya—mendapatkan Max, pindah ke kelas baru." Abby terus berjalan mengekor. Ucapannya bernada amat sinis, terus saja melontarkan sindiran berat.

Obsessive Boyfriend [END] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang