14. Enough

26.2K 3K 88
                                    

Dibantu seorang perawat sekolah, Cassy membawa Antony ke ruang kesehatan. Di sana mereka mengobati luka-luka lebam di wajah laki-laki itu. Hampir tidak ada masalah yang serius, tapi kekerasan di sekolah bisa mengakibatkan hukuman berupa pengeluaran.

Perawat sekolah, Martina Monsley, wanita tiga puluh tahunan yang sudah bekerja di sekolah itu selama tiga tahunan terlihat tidak asing dengan masalah ini. Dia tidak menanggapi apa yang dijelaskan Cassy dengan serius. "Begini, Nona Carlson, sejujurnya memang banyak sekali pertikaian antar kakak kelas dan adik kelas, tapi paling sering permasalahan klub. Kita tunggu dulu penjelasan-"

"Ini salah!" sela Cassy tak percaya mendengar itu. "Aku akan melaporkannya ke kepala sekolah!"

Antony sudah sadar. Dia masih berbaring di atas ranjang. Sembari membelai pipinya yang kemerahan, dia menyahut, "tidak perlu membicarakannya, Cassy, ini salahku-kalau kau memperkarakannya, yang ada aku yang kena masalah."

Cassy terkejut mendengarnya. "Kau pingsan karena dipukuli Max dan kau malah membelanya? Ada apa denganmu?"

Martina tampak meninggalkan ruang kesehatan. "Aku akan memberi kabar ke ruang guru. Kalian mengobrol saja dulu, coba selesaikan dengan baik-baik, oke."

Antony bangkit dari ranjang. Dia memandangi Cassy yang berdiri di samping ranjang. Wajah gadis ini diliputi rasa gelisah, takut bercampur marah.

"Apa yang terjadi?" tanya Cassy serius.

Raut wajah Antony menjadi gelap, penuh rasa penyesalan sekaligus bingung. Dengan tertunduk, dia menjelaskan, "ini memang salahku, aku menghilangkan berkas administrasi klub musik selama setahun belakangan. Aku yang dipercaya menjadi perwakilan murid tahun pertama, tapi entah mengapa berkas itu hiang tak tersisa-kalau begini, Max tak bisa membuktikan pemakaian anggaran dana sekolah untuk klub musik dan apa-apa saja yang sudah dilakukan selama setahun belakangan. Besok dia dipanggil karena ulahku."

Untuk satu menit pertama, Cassy hanya terdiam. Tidak ada keraguan lagi, sudah jelas ini pasti ulah Max. berperan sebagai pihak yang salah, membenarkan kelakuaknnya, merencanakan sesuatu yang busuk. Lelaki itu-sangat mengerikan. Mata Cassy sampai tak bisa berkedip karena tidak tahu lagi harus mengatakan apapun.

Antony menambahkan, "jadi tolong jangan membahas ini, ya? Dia memukulku sebagai balasan dia tak membuka mulut karena semua ini salahku. Dia marah padaku, tapi berniat menanggung bebannya sendirian."

"Bagaimana bisa kau mempercayai ucapannya, Antony? Dia memukulmu-dia melakukan kekerasan, ini tidak benar."

"Cassy-" Nada bicara Antony terdengar begitu memohon. Dia meraih telapak tangan Cassy, ingin mendapatkan pengertiannya. "Jangan dibahas lagi."

"Baiklah, aku akan berpura-pura tak melihat ini, tapi aku punya permintaan untukmu." Mata Cassy kembali berair karena tidak tahan dengan kejadian sial beruntun yang menimpa teman-temannya. "Sementara kita tidak perlu terlalu dekat."

"Maksudmu?"

Cassy menarik tangannya, lalu berbalik badan. "Jauhi aku."

"Kenapa?"

"Entahlah, lebih baik kita menjauh."

Tanpa perlu menunggu balasan, Cassy berjalan ke pintu ruang kesehatan itu. Tangisannya tak bisa dibendung begitu keluar dari sana. Dia merasa seolah-olah berada di sebuah dunia dimana seluruh teman-temannya terpisah dengannya. Antony, dia menyukainya, dan kalau sudah begini, memang lebih baik menjauh.

Antony terdiam memandangi pintu yang menutup perlahan. Ia menatap telapak tangan yang barusan disentuh Cassy. Senyuman pedih menghiasi bibirnya. Pemikiran akan Cassy yang menyukainya pun lenyap. "Mana mungkin dia menyukaiku."

Obsessive Boyfriend [END] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang