10. Selfishness

29.3K 3.4K 266
                                    

Berbeda dengan hari biasa, Cassy berangkat sekolah agak siang. Dia melakukan itu demi menghindari bertemu langsung Max. Dengan membaur bersama murid lain, dia bisa masuk ke ruang kelas dihadang olehnya.

Pelajaran pertama, kedua, dan terakhir berlangsung dengan baik. Bagi Cassy, ini seolah tak ada bedanya dengan kegiatannya saat di sekolah menengah pertama. Dia berharap bisa seperti ini sampai dia lulus nanti.

Abby menepuk pundaknya. Cassy terloncat kaget, lamunannya barusan pun lenyap.

"Maaf, kau akhir-akhir melamun terus, ada apa?" tanya Abby memperhatikan Cassy yang lambat mengemasi buku. "Kalau ada masalah, cerita saja- apa pelajaran sains Tuan Harmon barusan terlalu sulit?"

"Bukan, bukan," bantah Cassy menutup resleting tasnya. "Tidak ada apa-apa, hanya mengkhawatirkan River."

Hampir seluruh murid sudah pergi, menyisahkan beberapa yang masih ingin mengobrol, termasuk Antony yang terus memandang ke bangku Cassy. Tempat duduk mereka terpisah oleh dua bangku.

Abby, dengan pandangan kemana-mana pertanda sedang ragu, bertanya, "apa kau suka River?"

"Huh?" Cassy tersentak. "Suka?"

"Jangan keras-keras, maksudku-" Dia menyeret bangku, lalu duduk di dekat Cassy. "Kau memperhatikannya dan-"

"Abby, dia sakit, semua teman-teman kita memperhatikannya."

"Aku tahu," Ucap Abby dengan kulit pipi perlahan kemerahan. Dia seolah malu membahas hal semacam ini. "Aku tahu kau menyukai Max."

"Max? Tidak, sungguh, aku tak suka siapapun," bantah Cassy menggeleng cepat. Dahinya mengerut, heran dengan Abby yang tiba-tiba membahas hal ini. "Kenapa kau tiba-tiba membahas ini?"

"Itu serius? Kau sungguh tak suka Max? Kau dekat dengannya sejak awal masuk sekolah'kan?"

"Well, bukan berarti itu suka, bukan? Aku hanya- uh mengagumi permainan biolanya dan itu membuat kami kenal di hari pertama sekolah waktu itu. Itu saja, untuk apa aku berbohong? Kalian yang mengartikannya berbeda."

"Kalau begitu, apa tidak apa-apa aku dan dia-bersama?"

"Huh?" Cassy menelan ludah. Dia sangat ingin mengatajan, 'jangan', tapi dia tak sanggup mengeluarkan kata-kata dari tenggorokan. Entah mengapa seolah Max tengah mencekik lehernya dari belakang.

Abby menjelaskan, "dia mengatakan kalau dia suka padaku sejak pertama melihatku, tapi tak berani mengatakannya, jadi dia selalu menanyakanku lewat dirimu, kenapa kau tidak bilang, Cassy- kalau dia sering menanyakanku?"

"Aku-" Cassy sakit kepala. Dia tak menyangka Max sudah mengambil langkah awal. Kalau dia mengatakan hal sebaliknya, itu hanya akan membuat Abby sakit hati atau menuduhnya pembohong.

Abby semakin bersemangat, "kau jujur tak ada hati untuk Max? Aku tak ingin kami bersama, tapi kau menyukainya- ya, aku tahu alasan kalian dekat, Max sudah mengatakannya, bagaimana latihan biolamu kemarin?"

Banyak sekali pertanyaan Abby yang tak bisa dijawab oleh Cassy. Dia tak ingin berkata dusta, tapi tak bisa jujur juga. "Abby, kau menerima pernyataan cintanya?"

"Belum, makanya aku ingin memastikan perasaanmu dulu, aku tak ingin kita ada masalah hanya karena laki-laki."

Kita dalam masalah karena laki-laki itu, sahut Cassy dalam hati. "Jadi, uh-kau mau dengannya? Abby, kau belum lama mengenalnya."

Obsessive Boyfriend [END] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang