Bab 4 Menarik Batas

2.3K 128 6
                                    

Perjalanan dari Jakarta ke Bogor ditempuh kurang lebih 45 menit. Arik bersama dengan beberapa teman kantornya pergi ke Bogor menggunakan mobil kantor. Sedangkan motornya ditinggal di kantor.

Sebenarnya Arik sakit kepala sesampainya di Bogor. Entah mengapa ada perasaan aneh dan tidak enak. Semua kenangan dengan sang mantan selingkuhan berputar di kepalanya.

"Kenapa lu Rik?"

"Biasa, pusing kepala gue." Arik turun mengikuti beberapa teman lainnya.

"Jangan-jangan lu pusing karena pengen ketemu selingkuhan lu yang dulu itu kali ya."

Arik tertawa hambar, perasaannya penasaran juga ingin tahu keadaan sang mantan. Tapi di sisi lain, dia takut jika hatinya kembali goyah dan malah menyakiti Meira lagi.

Sesampainya di lobby, Arik dan temannya melakukan registrasi. Ketika selesai dan temannya pun jalan lebih dulu, Arik tetap diam di tempat. Arik ingin menyapa beberapa orang yang dikenalnya atau lebih tepatnya karyawan hotel yang mengetahui kejadian perselingkuhan dirinya.

"Siang Pak Arik, apa kabar?" sapa manager hotel yang kebetulan lewat.

"Siang Pak. Aku baik. Bapak sendiri gimana?" Arik sembari celingukan.

Manager hotel pun tahu maksud Arik. "Saya juga baik, Pak. Oya, 'dia' sudah resign Pak. Sekita setahun lalu. Udah nikah sama duda anaknya empat. Tapi tajir."

Arik merasa malu tetapi menanggapinya dengan santai. "Oh, gitu. Syukurlah. Saya dipanggil Pak. Nanti kalau sempat kita ngobrol lagi ya," jelas Arik.

"Oya, silakan Pak Arik. Selamat bekerja."

Arik mengangguk dan pergi melewati manager tadi. Berjalan dengan cepat menunju tempat temannya yang sudah berkumpul. Dalam hati Arik bersyukur karena tidak bertemu dengan mantan selingkuhannya. Dan juga lebih bersyukur karena pada akhirnya wanita itu telah menikah.

Disela-sela pekerjaan Arik mengecek ponselnya, berharap kalau Meira menghubunginya. Tapi, ternyata yang diharapkan tidak sama sekali menghubungi dirinya. Malah lebih banyak grup atau teman lainnya.

"Ma, aku udah sampai. Mama udah makan belum?"

Arik menunggu balasan dari sang istri. Dan balasannya pun cepat.

"Udah."

Singkat, jelas.

Tanda kalau Meira merajuk. Arik merasa tidak enak hati. Sebenarnya dia bisa saja menolak tugasnya dan digantikan dengan yang lain. Namun, Arik memang ingin pergi dan penasaran dengan mantannya. Untung saja mantannya itu sudah tidak lagi bekerja di tempat itu, juga sudah menikah.

"Keira sedang apa?"

"Tempat bundanya."

"Oh, kamu sendiri dong di rumah." Arik ingin memberitahu Meira kalau dirinya tidak bertemu siapapun. Tetapi tidak jadi, dan memutuskan untuk bicara nanti secara langsung.

"Ya."

Arik sebel juga membaca balasan pesan dari istrinya. Jadi, dia memutuskan untuk mengakhiri percakapan dengan alasan kalau acaranya sudah dimulai.

¥¥¥

"Silakan masuk!"

Meira melangkah masuk dengan ragu, jemarinya menggenggam erat tali tas yang diselempangkan pada tubuhnya. Matanya sempat melihat mata Adil yang berbinar. Dan pintu di belakang pun menutup.

Apartemennya tidak mewah, justru terlihat sangat sederhana dan standar. Tersedia ruang tamu, mini kitchen set, wastafel dan kamar mandi. Lantas, ruangan berikut adalah kamar yang tersedia juga kasur berukuran single bed, lemari pakaian, meja tv, meja belajar. Jendela kaca yang berfungsi juga sebagai pintu geser, menuju balkon. Dari balkon pemandangan mengarah ke kolam renang dan kamar apartemen lainnya.

Cinta Kedua ( Tamat ) Where stories live. Discover now