Bab 8 Kepastian

1.8K 110 3
                                    

CINTA KEDUA
-
-
[]

Adil menunggu Meira di mobilnya. Tidak lama, hanya beberapa menit saja. Lalu, Adil melihat Meira keluar dari gang rumahnya. Namun, sebelumnya mereka sudah melakukan strategi, untuk tidak menimbulkan rumor di daerah tersebut. Lantas, Adil melajukan mobilnya untuk menunggu Meira di depan minimarket pinggir jalan, tidak jauh dari rumahnya Meira.

Pintu samping terbuka, Meira pun masuk ke dalamnya. Semerbak harum parfum yang biasa Meira kenakan, langsung membuat Adil tersenyum.

"Mas, kamu nekat banget, ih!" Meira memakai seatbeltnya.

Adil terus saja menatap Meira. Sebenarnya ini adalah hal tergila dalam hidupnya karena bisa-bisanya Adil jatuh cinta pada wanita yang sudah bersuami. Padahal, banyak wanita single yang mengejarnya. Namun, hatinya tertambat pada Meira.

Apa lagi adegan panas yang pernah mereka lakukan sebelumnya di apartemen. Membuat Adil sulit menghilangkan bayangan Meira dari kepalanya. Wajah, suara, setiap gerakan yang Meira lakukan, terekam jelas di kepalanya Adil.

"Kangen."

Adil tipe pria yang jarang bicara pada dasarnya. Banyak yang bilang dirinya angkuh dan sombong. Bahkan, tidak jarang orang bilang dirinya kaku. Namun, bagi Adil, dengan Meira, dia bisa mengatakan apa yang dia rasakan. Rasanya Adil ingin bermanja-manja.

"Biasanya juga bisa video call. Pasti ada maunya nih," goda Meira dengan lirikan yang mengejek.

Adil menggeleng pelan sembari tersenyum. Tangannya mengulur untuk mengusap kepala Meira dengan penuh sayang. "Beneran kangen. Pengin ketemu, ngobrol. Kalau dapet lebih dari itu, ya bonus namanya."

Meira mencubit perut Adil dengan gemas.

"Aduh, kok dicubit." Adil mengusap perutnya.

"Sambil jalan aja, Mas."

Adil mengangguk dan melajukan mobilnya. Adil sengaja bolos kerja, hanya karena ingin bertemu dengan Meira. Sebenarnya banyak yang ingin sekali dikatakannya, hanya saja Adil belum terbiasa. Selama ini dia selalu sendirian untuk menghadapi segala macam masalah yang dihadapi. Jadi, ketika merasa Meira adalah sosok yang tepat untuk menjadi sandarannya, justru dirinya bingung harus memulai dari mana.

Untuk beberapa saat perjalanan mereka disambut keheningan. Karena keduanya nampak bingung mau memulai dari mana pembicaraan mereka.

Adil membawa Meira pada jalanan ibu kota yang macet. Padahal sudah lewat dari jam orang kerja. Namun, tetap saja masih macet  di beberapa ruas jalanan protokol.

Banyak yang Adil pikirkan, terutama perasaannya. Selama beberapa hari ini, pria itu banyak berpikir soal perasaannya pada Meira. Tetapi, belum berani untuk meyakinkan dirinya sendiri juga Meira.

"Kita mau kemana sih, Mas?" Tanya Meira yang akhirnya membuka suaranya. "Katanya kangen, tapi diem aja. Bikin aku ngantuk," ucap Meira yang dibarengi dengan gerakan menguap.

Adil terkekeh dan terkejut dengan spontanitas yang dilakukan Meira. Tidak ada jaim-jaiman, semuanya natural apa adanya. Itu yang Adil suka sekali dari Meira.

"Nggak suka emangnya kalau cuma keliling gini?" Adil menoleh sesaat menunggu jawaban Meira.

"Bukan gitu, Mas. Tapi, dari tadi kamu diem aja, makanya bikin aku jadi ngantuk banget." Meira mengedikan bahunya lantas menurunkan sedikit sandaran jok mobil. Sehingga tubuhnya sedikit menurun.

Cinta Kedua ( Tamat ) Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz