Bab 5 Kalut

2.9K 134 4
                                    

Meira kalut dengan perasaannya sendiri. Senang dan takut bercampur menjadi satu. Dia tahu ada yang salah dengannya. Seharusnya dia tidak boleh memiliki perasaan lebih kepada Adil. Tetapi, kedekatannya beberapa minggu ini membuat hatinya berubah. Menjadi lebih bahagia.

Untuk sejenak, Meira bisa melupakan masalahnya jika sedang bersama Adil. Seolah luka hatinya yang selama dua tahun ini, berusaha dia sembuhkan, ketika bersama Adil, luka itu menutup meskipun hanya untuk sementara.

Perubahan itu berdampak positif terutama untuk dirinya sendiri. Meira jadi lebih bisa mencintai dirinya sendiri.

"Ma, Mas Anton ngajak ke Bogor.  Mau ambil barang di rumah ibunya, ngajak aku. Ikut yuk?" Ajak Arik ketika Meira sedang memasak.

Dada Meira kembali berdenyut mendengar kata Bogor lagi. Sontak saja kepalanya menggeleng. "Nggak ah, kamu aja sana." Meira tetap sibuk dengan masakannya.

Arik menghela napas. "Aku ngajak kamu, supaya bisa liburan bareng sekalian. Mumpung Anton mau nginep juga di Bogor." Arik bisa saja pergi tanpa istrinya. Tapi, Arik tahu pergi kesana adalah bencana. Seolah membuka luka lama.

"Lha, liburan kok bareng orang. Bareng keluarga aja, kan bisa. Kenapa juga harus ke Bogor? Daerah lain kan banyak. Kek nggak ada tempat lain aja, Bogor lagi Bogor lagi. Heran." Meira mengoceh dengan tatapan tidak suka.

"Ya ... Kan Anton ngajak buat nginep di rumah ibunya. Bogor juga kan luas, bukan itu aja, makanya dia ngajak kita. Namanya juga diajak. Kalau mau, kita berangkat nanti siang."

"Ya udah kamu aja yang berangkat. Anton sama istrinya?" Meira penasaran.

Arik mengangguk.

"Nggak deh. Aku di rumah aja. Kamu kalau mau pergi ya nggak apa-apa," ucap Meira sembari mematikan kompor. Karena masakannya sudah siap untuk dihidangkan. "Lagian nggak punya uang," lanjutnya lagi.

"Urusan uang mah gampang, Ma. Aku bisa pinjem sama temenku. Buat kita jajan disana."

"Apa? Pinjem? Lagi? Malu-maluin amat sih,Mas! Bela-belain pinjem uang cuma buat liburan. Pulang dari sana, bukannya happy malah bikin otak tambah ruwet. Karena utang makin numpuk. Dah lah di rumah aja. Kalau kamu mau pergi, ya silakan aja, aku di rumah aja. Capek kalau kaya gitu."Meira yang kesal langsung ninggalin Arik begitu saja.

"Serba salah amat sih. Diajak liburan nggak mau, di rumah aja pusing, aku hari libur kerja diambekin. Bukan kamu aja yang capek. Aku juga capek." Arik pun tersulut emosi karena omongan istrinya.

Meira menoleh dengan tatapan sinis ke suaminya. "Serba salah? Kamu bilang serba salah? Makanya Mas, semua ini salah kamu. Kalau kamu bersyukur dengan adanya aku dan Keira, cukup dengan keadaan kita, sampai sekarang aku nggak akan stress seperti ini. Tiap hari selalu berperang ngelawan rasa sakit, pura-pura baik-baik aja. Kamu pikir meskipun aku sudah memaafkan kamu dan perempuan itu, aku bisa dengan mudah melupakan? Nggak, Mas. Sampai detik ini, aku masih ingat betul semuanya. Setiap detailnya. SEMUANYA. Kalau mau pergi silakan. Aku nggak ngelarang kamu." Meira langsung masuk ke kamar dan menangis tanpa suara. Memegang dadanya yang sesak dan perih.

Arik yang kesal dan marah karena masalah itu lagi yang selalu jadi bahasan. Tanpa dibahas pun sebenarnya Arik tau ini semua kesalahannya. Dia pun akhirnya memilih pergi meninggalkan rumah.

¥¥¥

Meira keluar dari kamar ketika melihat ruang tamu sudah kosong. Untung saja Keira sedang menginap di rumah sang adik. Kepalanya pusing, akhirnya memutuskan untuk duduk di ruang tengah sambil merenung.

Saat itulah Meira ingat kejadian beberapa hari lalu di apartemennya Adil. Pria itu menyatakan perasaannya. Meira tahu semua ini hanya ujian baginya. Memang seperti itu biasanya, jika suami telah selingkuh, pasti ada saja godaan untuk sang istri.

Cinta Kedua ( Tamat ) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang