Bab 9 Hutang Bikin Runyam

2.7K 106 3
                                    

Cinta Kedua
-
-
[]

Meira baru saja bernapas, setelah beberes rumah. Setelah setengah hari ini dia habiskan bersama dengan Adil. Meskipun hanya berkeliling tidak jelas arah tujuan, tetapi Meira senang. Bukan karena perjalanannya, tetapi dengan siapa dia pergi.

Sorenya pintu rumah dibuka dengan keras oleh Arik tanpa salam sama sekali. Membuat Meira kaget bukan main.

"Astaga, Mas. Kamu ini kenapa sih? Pulang-pulang bukannya memberikan salam, malah seperti orang kesetanan." Meira melirik Arik dengan sebal.

Arik justru tidak menanggapi apa yang barusan diocehkan oleh sang istri. Kepalanya pusing luar biasa. Kesal dan marah terpendam dalam dirinya.

"Kamu kenapa sih, Mas?" Meira langsung mendekati Arik yang sedang duduk dengan memegangi kepalanya. "Kamu sakit, Mas?" Lanjutnya.

Arik meremas rambutnya dan melirik ke arah Meira. "Aku malu sekali, debt kolektor datang ke kantor dan memakiku. Seluruh orang kantor tahu kalau aku tersangkut pinjol. Bukan hanya itu, hampir semua teman kantorku dihubungi oleh debt kolektor itu. Karena aku sudah menunggak bayar cicilannya. Aku harus bagaimana, Ma? Coba kamu bantu aku, pinjamkan uang sama ibumu atau adikmu. Aku sudah tidak tahu harus gimana." Arik menatap Meira dengan wajah memohon.

Bukan Meira tidak mau membantu. Selama ini, keluarganya lah yang banyak berkontribusi dalam membantunya. Baik dari hal pangan, juga finansial. Hutang dengan ibunya pun sudah mencapai 20 juta rupiah. Meira tidak tahu kapan dia akan bisa menutupi hutang tersebut. Sedangkan ibunya hanyalah seorang janda.

"Coba telepon kakakmu atau adikmu , Mas. Ibuku tabungannya sudah habis kita pakai dua bulan lalu." Meira berusaha setenang mungkin untuk bicara dengan sang suami.

Arik menatap Meira dengan tatapan tidak suka. "Mau diletakkan dimana wajahku?"

"Lho, Mas. Orangtuamu masih lengkap, kakakmu dan adikmu juga penghasilannya jauh lebih besar daripada kamu. Kenapa harus gengsi? Kalau memang kenyataannya kita sedang kesulitan. Kenapa tidak minta bantuan mereka? Kenapa harus keluarga ku lagi?" Meira menahan air matanya supaya tidak tumpah. Dadanya sesak sekali, dia benar-benar kacau.

"Kamu nggak mikir, nanti mereka bakalan tanya, uang hasil aku kerja selama ini kemana saja? Sampai aku harus terlilit hutang dengan pinjol? Apa alasannya?" Arik masih saja terus merasa kesal. Merasa Meira tidak bisa membantu dirinya sama sekali.

"Biar aku yang telepon dan aku bilang semuanya pada keluarga mu." Meira mencoba menghubungi keluarga sang suami, tapi tangan Arik lebih cepat menyambar ponsel tersebut.

"Jangan kurang ajar, Kamu. Jangan sok suci ya." Arik kesal dan melempar ponsel Meira ke samping. Untung saja mendarat di tumpukan cucian yang baru diangkat dari jemuran. Kalau tidak, pasti sudah hancur.

"Apa maksudmu, Mas? Aku cuma minta bantuan sama keluarga mu. Bukan mau melacur, kenapa kamu sebut aku begitu?" Air matanya tidak tertahan lagi dan akhirnya dilepasnya begitu saja.

"Kamu yang memancing emosiku lebih dulu." Arik membentak Meira dan sadar jika Meira menangis. Segera Arik mendekati Meira karena menyesal sudah membuat sang istri kembali terluka.

Meira menepis tangan Arik dan mengambil ponselnya lalu berjalan ke kamar. Sembari menangis, Meira kembali menerima ajakan temannya untuk menjadi reseller makanan beku dan pakaian. Dan langsung menguploadnya di status WhatsApp nya. Sudah lama Meira vakum berdagang online karena sibuk menata hidupnya. Modalnya pun tergerus habis untuk menutupi hutang sang suami.

Cinta Kedua ( Tamat ) Where stories live. Discover now