Bab 17 Masalah Baru

1.1K 91 4
                                    

CINTA KEDUA
-
-
-

[]

Meira menjawab panggilan dari suaminya yang sudah lebih dari 12 jam tanpa kabar. Adil tidak mau mendengar percakapan Meira dengan suaminya, lantas dia memutuskan untuk masuk ke kamar.

"Mas!" Meira lega sekaligus cemas.

"Sayang, kamu apa kabar? Maafin aku ya ... Disini luar biasa sekali nggak ada sinyal. Aku sekarang dalam perjalanan menuju ke kota, makanya ada sinyal. Kamu sedang apa? Keira gimana?"

"Ya ampun, Mas. Emangnya kamu tinggal di dalam gua? Sampai sesulit itu, hah! Jaman sekarang, emang masih ada tempat yang susah sinyal? Kamu nggak lagi bohong sama aku kan?" Kekesalan meluap begitu saja dari dalam diri Meira.

"Iya, kan aku udah minta maaf. Ini sekarang aku berusaha buat jelasin ke kamu. Kok malah marah-marah aja. Nanti kalau sudah balik ke dusun, pasti susah sinyal lagi. Jangan mikir yang macam-macam, sayang." Suara Arik terdengar merendah meski sebelumnya sempat ikut emosi.

"Aku nggak mikir macam-macam. Tapi, kamu yang buat aku seperti ini." Suara Meira sedikit bergetar berusaha menahan tangis.

"Iya, sekali lagi maafin aku ya, Sayang. Mau video call aja? Tapi, takut nanti malah terputus."

"Nggak usah, Mas. Suara kamu aja putus-putus nggak jelas, apalagi video call. Nanti malah bikin tambah emosi," tolak Meira. Yang sebenarnya dia takut ketahuan sedang tidak berada di rumah.

Selagi Meira sedang sibuk dengan panggilan telepon dari suaminya. Adil justru tidak konsentrasi dengan pekerjaannya. Mendengar Meira tertawa menanggapi suaminya, Adil merasa cemburu.

Tidak lama kemudian Meira selesai juga bicara dengan sang suami. Baru saja Meira ingin menghampiri Adil di kamar yang sedang melanjutkan pekerjaannya. Ponselnya kembali berdering dan kali ini dari ibunya. Lantas, segera saja Meira langsung menjawabnya.

"Ya, Bu!"

" ...."

"Iya, aku segera kesana," ucap Meira panik.

Meira berjalan cepat menuju Adil yang sedang menunggunya.

"Mas, aku harus pulang." Meira mencari pakaiannya yang ternyata ada di gantungan dalam lemari. "Ibuku panik karena sejak pagi banyak pria kulit hitam datang ke rumahnya mencari suamiku."

"Debt colector?" Adil memastikan.

Meira mengangguk. "Semua pinjol suamiku sudah jatuh tempo sejak seminggu yang lalu. Bahkan, ada yang nunggak sejak bulan lalu. Aku harus gimana, Mas?" Suara Meira bergetar menahan tangis. Pasalnya dia takut, karena selama ini Meira tidak pernah menghadapi hal seperti ini. Terlebih lagi dia sama sekali tidak memiliki uang simpanan. Semuanya sudah habis terpakai untuk menutup lobang yang lain. Bahkan, cincin yang merupakan mahar pernikahannya dengan Arik pun ludes terjual untuk membayar hutang.

"Jangan panik ya. Memang berapa yang harus dibayarkan?" Adil menarik Meira untuk duduk di pangkuannya.

"Aku nggak tahu. Yang jelas sejuta lebih, hampir dua juta. Dan ada 3 pinjol yang temponya berdekatan. Astaga ... Mas, apa yang harus aku lakukan? Aku malu sama ibu. Hutang sama ibu pun belum terbayar satupun." Sejujurnya Meira malu sekali bicara tentang hutang pada Adil.

Cinta Kedua ( Tamat ) Where stories live. Discover now