Bab 21 Rujuk?

1K 90 0
                                    

CINTA KEDUA
-
-
-

[]

Meira tersenyum, rasa rindunya terobati. Adil sedang menunggunya, sembari tersenyum membawa bunga di tangannya. Meira berjalan mendekat dan tangan Adil bergerak untuk menggenggam tangan Meira.

"Mas, aku kangen," ucap Meira.

"Hmm, sama. Aku juga kangen sama kamu." Adil mengecup kening Meira begitu lembut dengan mata tertutup.

Meira pun menutup matanya. Namun, ciuman itu turun ke bibirnya. Ciuman yang lembut di bibirnya begitu dalam. Seperti dalam ingatan Meira, rasanya masih sama. Tidak hanya itu, ternyata tangan Adil pun mulai bergerak mengelus punggung Meira, membuat darahnya semakin berdesir. Ciuman yang semula lembut, kini menjadi liar. Adil menyerang leher Meira dengan bibirnya yang basah. Menghisap hingga menjilat. Tanpa terasa tangan Adil sudah berada di pangkal pahanya dan mengelus lembut di sana.

"Hmm," desah Meira tak tahan.

Sejak bercerai dengan Arik, sejak putus dengan Adil, Meira tidak pernah lagi merasakan kenikmatan itu. Tunggu, lalu ini apa?

Sontak Meira membuka matanya dengan napas tersengal. Menatap langit kamarnya yang redup oleh penerangan. Keira pun masih tertidur lelap di sebelahnya. Segera saja Meira nelangsa. Karena belaian yang sebelumnya dirasakan ternyata hanya mimpi.

Dia duduk menyandar pada kepala ranjang, lantas mengusap wajahnya pelan. Desiran itu masih begitu terasa, padahal hanya mimpi. Apakah Meira merindukan Adil? Atau merindukan belaian kasih sayang?

"Ya Tuhan, mimpi apa itu?" Meira melirik jam digital yang berdiri tegak di meja belajar Keira. Ternyata masih pukul tiga dinihari.

Namun, mata Meira tidak bisa terpejam lagi akibat dari mimpi itu. Akhirnya dia memutuskan untuk mengambil air minum. Setelah itu ke kamar mandi, untuk mencuci mukanya.

Tidak lama setelah itu, Meira kembali ke atas ranjangnya. Membuka-buka aplikasi di ponselnya. Sejak bertemu dengan Sandra sekitar dua bulan lalu, sejak tahu kalau Adil katanya keluar negeri. Meira tidak pernah lagi mengecek pesan singkatnya yang dia kirimkan ke nomor Adil. Meira lebih memilih menghabiskan waktu untuk bekerja, mengurus Keira dan menulis jika tidak lelah.

Sengaja, karena Meira tidak ingin dihantui rasa gelisah, akibat rasa rindunya. Hubungan Meira dengan Sandra dan beberapa teman menulis yang lainnya kembali terjalin. Meskipun tanpa Adil. Meira juga kembali masuk ke dalam grup literasi. Bukan untuk menambah wawasan, dia ingin tahu kabar Adil dari para editor dan penulis lain yang membicarakan tentang Adil si editor tampan tapi ketus.

Sekitar subuh, Meira kembali tidur. Dan bangun kembali pukul tujuh pagi. Agak kesiangan akibat mimpi sialan, sehingga membuatnya gelisah dan sulit kembali tertidur.

Meira segera bangun dan mandi karena dirinya memang harus kerja. Meskipun hanya seorang karyawan laundry, tetapi profesional kerja harus tetap dijaga. Meira tidak mau bosnya kecewa atas keterlambatannya.

"Kesiangan?" Ucap mamanya Meira.

"Iya. Keira tadi berangkat sama siapa?" Jawab Meira dan balik bertanya.

"Sama bundanya seperti biasa."

Meira kembali mengangguk. "Aku berangkat ya, Bu." Meira pamit dan menyalami tangan Ibunya lantas pergi tepat pukul delapan pagi.

Cinta Kedua ( Tamat ) Where stories live. Discover now